cafter 13

Fasyah memasuki bar bersama kedua temannya sedangkan heru di suru menunggu di markas menunggu arahan dari fasyah

hingar bingar musik yang kencang di sertai banyaknya manusia membuat ketiganya harus jeli mencari tempat yang sesuai dan dekat dengan target pencarian

"Duduk sana " ajak dion membuat keduanya ikut saja

tak lama pelayan datang membawakan 3 botol bir dan 3 gelas

"Maaf kita ngak perlu cewek" ucap ramon ketika dua wanita yang memiliki pakayan kurang bahan menghampiri mereka

"Lho yakin tu orang ke sini.? " tanya ramon dengan melihat sekitar

Dion menganguk "informasi dari heru mereka ke sini lebih tepatnya ke ruangan vvip bersama adeknya yang desainer itu"

"Maksud lho mr. zen ngajak adiknya.? " dion menganguk lagi

"Lho kaya ngak tau aja dunia permodelan gimana" sahut ramon dengan mengambil sebatang rokok

"Dion mereka ngehubungin nomor jakarta" dion megang telinganya yang memang menggunakan headset tampa kabel

"Mereka ngubungi siapa.? " tanya dion lagi

"aneta" dion menoleh ke dua temannya

"Lho kenal aneta.? " ramon dan fasyah kompak mengeleng

"Mereka nelpon ke jakarta namanya aneta dan baru nikah " ucap dion membuat mereka menerka nerka siapa aneta

sekitar 3 jam lebih mereka melihat ruang vvip itu dijaga ketat hingga akhirnya terbuka

"ara jam 9 " ucap ramon dengan menegak minumannya

Fasyah melihat mr. zen dan adiknya zean desainer ternama keluar dari ruangan vvip itu bersama beberapa bodyguard mereka

"Perlu di kejar.? " tanya ramon membuat fasyah dan dion menganguk

setelah meletakan uang ketiganya langsung mengikuti mobil yang membawa mr. zen ke sebuah rumah yang cukup bagus

"Di dalem ada ceweknya ngak ya.? " tanya ramon membuat fasyah menoleh ke arahnya

"Mana gue tau gue kan belom kedalam." sahut dion dengan terus melihat rumah itu

"gue binggung itu rumah siapa, apa mereka ada kerabat di sini.? " tanya fasyah dengan masih mengamati keadaan sekitar

" Gue capek mau tidur " ucap ramon membuat dion dan fasyah menoleh ke belakang

"Udah biarin " sahut fasyah ketika dion ingin melempari dion dengan topinya

fasyah melihat jam di tangganya "udah jam 2 pagi kita pulang besok ke sini lagi" ajak fasyah membuat dion pasrah

Mereka pulang ke rumah yang mereka tempati selama di malang

"Gimana.? " tanya heru ketika mereka duduk di ruang tamu

"Mereka ke rumah yang ada di ujung jalan sana ngak tau rumah siapa" sahut dion membuat kening heru berkerut

"Rumah yang ujung jalan.? " tanya heru lagi

"iya yang deket pertigaan mau masuk ke taman bermain anak itu kalo lurus ke panti asuhan kasih ibu" ramon menjelaskan dengan detail agar heru mengerti

"yang pager warna hitam ada pohon cery itu.? " lagi lagi dion menganguk

"Itu bukanya rumah mba riska" baik dion fasyah dan ramon merasa tidak asing dengan nama itu

" kayak perna dengar" tanya dion

"mba riska istrinya bang fais " ucap heru menginginkan

Ramon menatap heru dengan selidik " tapi tau dari mana itu rumahnya" tanya ramon lagi

"kemaren kan gue beli makan nah gue ketemu sama bang fais sama manda mereka keluar dari rumah itu ya kita ngobrol la dikit" ucap heru membuat fasyah ingat

"Lho bener gue dulu perna ke sana tapi belom di pager dan gue ngak perna denger mba riska punya sodara yang tinggal di amerika" sahut fasyah lagi membuat

heru mengangkat kedua tangganya

"Ngak mungkin bang fais ngejual rumah itu dalam waktu singkat " ucapan dion di anguki mereka bertiga

"Besok deh gue hubungi mas fais siapa tau dia masih di malang" sahut fasyah lalu menuju ke kamarnya

"Terus aneta siapa.? " tanya dion lagi yang masih penasaran

"Besok besok udah larut gue ngantuk" sahut ramon yang ikut pergi menuju ke kamarnya

.

.

.

Pagi ini mereka memantau rumah itu lagi namun sudah jam 10 belum ada tanda tanda mereka keluar dari gerbang

"Lho yakin mereka belum pergi.? " tanya dion pada heru yang terus mengotak atik leptop

"Belom ada, gue dari subuh disini tapi ngak ada apa apa" ucap heru tampa mengalihkan pandangan nya dari leptop

heru memang dari Subuh memantau rumah ini ia masih penasaran ada hubungan apa antara riska dan mr. zen dan siapa aneta itu

"Fas " pangil dion yang melihat fasyah hanya diam

"Ngak pa pa tapi prasaan gue ngak enak aja kayak ada apa gitu" sahut fasyah dengan menghela nafas

"Prasaan lho aja kali mungkin lho masih mikirin masalah mba riska" sahut ramon menenangkan fasyah

Dreeet.... Dreeett..

heru dengan cepat mengangkat pangilan di hpnya ketika ia melihat telpon dari atasan mereka

"Halo salamat pagi pak. " sapa heru membuat ketiga temanya menoleh ke belakang

"Iya bersama saya pak " ucap heru lalu melirik fasyah

"Hpnya jatoh pak rusak parah" fasyah tau itu artinya komandan nya menghubungi dia

"Innalillahi wainnailaihi rojiun " ucapan heru membuat ketiganya langsung menatap heru

"Siap pak laksanakan" dengan lesu heru mematikan hpnya lalu melihat fasyah

"Fas bun..da lho kritis" fasyah menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam

Pantas dari tadi subuh hatinya selalu mengingat bundanya

"Lho yang sabar kita pulang sekarang" ajak dion yang langsung menghidupkan mobilnya menuju bandara

"Pak kowi sudah mengirim andre untuk menggantikan fasyah" sambung heru namun tak ada jawaban

Setibanya di bandara fasyah langsung memesan tiket "besok kita ke jakarta maaf kita ngak bisa nganter lho fas" ucap ramon dengan menyesal

"ngak perlu lah, gue paham kok titip barang barang gue usut kasus ini sampai tuntas" mereka bergantian berpelukan hingga fasyah memutuskan untuk menunggu di dalam

Setibanya di jakarta fasyah langsung berlari di lorong rumah sakit

"Maaf " sahut fasyah tampa menoleh siapa yang ia tabtak ia langsung pergi ke ruangan ibunya

Brak.....

Suara gebrakan pintu membuat semua yang ada di sana menoleh

fasyah masuk dengan nafas yang masih ngos ngosan melihat ranjang tempat bundanya di baring kan

"Abang" fisyah langsung menghambur dalam pelukan fasyah

"Sstt... tenang abang disini" sahut fasyah menenangkan fisyah namun pandangannya masih tertuju pada bundanya

"Fas" sahut gara dengan menepuk pundak fasyah

"Lho yang sabar"

"Kapan.? " tanya fasyah pelan

"30 menit yang lalu, bunda selalu nanyain lho tapi nomor hp lho ngak bisa di hubungi" sahut gara pelan

Fasyah menganguk lalu melihat fisyah "maaf abang ngak ada di saat kamu butuh abang akan urus bunda kamu tenang ya" fisyah menganguk

fasyah selalu berusaha tegar ia tak ingin terlihat rapuh apalagi di depan adiknya yang tengah mengandung tiga bulan pasti akan menambah tekanan untuk fisyah

Setelah fasyah dan bian mengurus semua surat surat mayat naina langsung di bawah pulang untuk di makamkan

Setelah pemakanan berlangsung mereka ber angsur pulang ke rumah begitu juga dengan dimas dan beberapa pegawai rumah sakit lainnya yang ikut mengantar kepergian naina

"Mas duluan ga duluan " aya dan gara menganguk

sebenarnya aya juga ingin pulang tapi ia tak enak pada gara apalagi alina yang kini ada di thailand makin membuat aya tak punya teman ia merasa canggung

"Dek pulang ya" ajak geby pada fisyah yang menangis dalam pelukan bian

"Pulang ya kasian bayi kita kamu belum makan apa apa" rayu bian agar fisyah mau pulang dan benar saja ia menganguk

Bian dan geby membawa fisyah menuju ke mobil meninggalkan aya, gara dimas dan fasyah yang masih di makam

"Bang ayo " ajak dimas dengan berjongkok di dekat fasyah namun fasyah masih tak bergeming

"kamu harus kuat fisyah butuh kamu bang" ucap dimas lagi

Dimas menepuk pundak fasyah lalu menuju ke mobil yang di ikuti oleh gara dan ayana namun karna ayana mendapat telpon ia terpaksa mengangkat telpon itu dulu

Aya melihat hpnya "duluan aja aku bawah mobil sendiri" ucap aya membuat gara menganguk

"Ya halo mas.?" sapa aya pada dimas yang menghubungi nya

"lho bisa ke rumah mama ngak ay.? "

aya melihat jam di tangganya yang ternyata masih sore " bisa mas, kenapa.? "

"sini bentar ya gue tunggu" sahut dimas lagi

"Iya aya kesana sekarang " aya mematikan hpnya namun ketika akan melangkah badanya di tubruk dari belakang

Badan aya membeku ketika ia mendengar isakan serta bau parfum dari orang itu

"Kenapa kalian pergi.? " entah pertayaan atau pernyataan yang pasti lidah aya terlalu keluh untuk menjawab keduanya

Karna kini jangankan berbicara bernafas pun sulit baginya

"Ayana" entah kenapa mendengar lelaki itu menyebut namanya membuat getaran tersendiri di hatinya hingga matanya memanas dan perlahan air mata aya tumpah

Aya membalikan badanya lalu membalas pelukan fasyah dengan erat seakan keduanya menyalurkan kerinduan yang selama ini tak bertemu tampa memikirkan jika ada orang lain yang akan melihat mereka

.

.

.

.

.

keduanya kini duduk di pantai melihat matahari yang hampir menampakan senjanya

"Kemana selama ini.? " tanya aya dengan terus melihat pantai

Fasyah lelaki itu menopang badanya mengunakan tangganya "panjang ceritanya " ucapnya lalu menghembuskan nafas ia tak ingin berbagi kisah kelam yang ia jalani selama ini ia tak ingin wanita itu tau jika selama ini ia tersiksa hidup di penuhi bayang bayang wajahnya

Aya menganguk lalu tersenyum "terlalu panjang sampai ketika pulang kamu akan bertunanga"

Fasyah langsung menoleh ke arah aya yang ada di sampingnya "semuanya karna ke inginan bunda mama dan papa "

"Kamu dan gara sendiri.? " tanya fasyah langsung

Aya menghembuskan nafas nya "sama seperti mu ceritanya panjang" ucap aya dengan santai

Aya tak mungkin menceritakan semuanya ia tak ingin ia di katakan selalu berharap pada fasyah lima tahun cukup hanya ia yang tau milik siapa hatinya

Fasyah menganguk " terrnyata kamu sudah melupakan kakak " sahut fasyah dengan senyum sini

"Kamu yang selalu bilang ingin memperkenalkan calon istri mu padaku suatu hari nanti dan sekarang ucapanmu terbukti" ucap aya tampa ekspresi

"Selamat " sahut aya lagi

"Sudah sore aku akan pulang" aya berdiri mengipas ngipaskan pasir yang ada di celananya

"Tunggu" ucap fasyah ketika aya berbalik

"Apa gara sudah mengantikan tempat kakak.? "

dengan masih membelakangi fasyah aya mengeleng " kamu selalu bilang jika aku adalah adik kedua setelah gembaranmu jadi aku rasa kamu tau posisi kamu dan gara berbeda " aya pergi meninggalkan fasyah yang masih terdiam

.

.

.

Setibanya aya di rumah ia langsung membersihkan dirinya setelah membersihkan diri ia langsung turun ke dapur untuk membuat secangkir kopi agar dapat menenangkan pikirannya

"Kanapa lama.? " tanya dimas yang datang dari taman belakang

"Mas dimas " ucap aya dengan mengelus dadanya

"sorry kaget ya,.?gue nungguin lho kayak anak ke hilangan emak tau ngak mending kalo dateng" aya nyengir ketika mendengar sindiran dari dimas

"Emang mas minta bantuan apa.? " tanya aya ketika dimas menyeruput kopinya

" Bawain baju oma sekalian kita nginep sana "

aya menganguk "nginep sana sekalian temenin mas jaga ya" tebakan aya membuat dimas mengaruk kepalanya

"Yaudah ayo" ucap aya dengan berdiri

Dimas ikut berdiri " ganti baju dulu masa ke rumah sakit pakek baju gini" aya melihat dirinya yang mengunakan celana tidur panjang plus kaos polos kebesaran

"Emang kenapa.? " tanya aya yang merasa bajunya masih pantas buat tidur di rumah sakit

"Ngak dandan gitu kan di sana ada pacar lho" sindiran dimas membuat aya mendengus

"dia tu bukan pacar gue " sahut aya lalu menuju kamarnya

Aya hanya mengambil jaket, hp dan dompet lalu turun menemui dimas

"kalian mau ke rumah sakit.? " tanya aydan yang melihat dimas memainkan hpnya di kursi

"Iya dan gue ngak ada temen mending aja aya " aydan menganguk

"Bunda belum pulang.? " tanya aydan ketika melihat jam yang sudah menunjukan pukul 19.15

"buca nungguin kita ke sana baru balik" sahut dimas lagi

"Bang idan jadi perginya.? " tanya aya ketika melihat aydan masih di rumah

"jadi" sahut aydan santai

"Pergi kemana.? " tanya dimas binggung lalu melihat aydan

"Hanimunnnn dan lho ngak usah ikut" ucap aya membuat dimas berdecak kesal

"Mau hanimunnnn pun sama siapa aya masa sama monyet" balas dimas tak kalah kesal melihat aya

"Udah udah kalian mending pergi sana" usir aydan membuat dimas dan aya langsung melihat nya

"Nanti tak beliin oleh oleh ya" ucap anet yang keluar dari kamar

Aya langsung menganguk lalu menarik dimas mengajaknya keluar rumah

"Kita berangkat mas " teriak aya membuat aydan dan anet mengeleng atas kelakuan adiknya itu

.

.

.

setelah mengantar bundanya di parkiran aya langsung kembali ke ruangan oma nya merasa bosan akhirnya aya membaringkan diri dengan memainkan hpnya

"permisi" aya langsung menoleh ketika mendengar suara seseorang

"aya lho yang jaga.?sendirian.?" tanya gara ketika melihat aya di ruangan itu

aya yang rebahan langsung duduk dan mengangguk "bedua sih sama mas dimas tapi dia lagi jaga "

gara menganguk lalu memeriksa oma linda "keadaanya gimana. ? " tanya aya ketika gara selesai melihat keadaan omanya

"ngak ada perubahan jika besok ngak ada mungkin harus di rujuk ke amerika" mendengar itu aya kaget

"apa ngak ada jalan lain.? " tanya dimas yang datang dengan membawa plastik

gara mengeleng "kondisinya terlalu memprihatinkan sudah beberapa hari ini beliau belun sadar disana pengobatan nya lengkap kita bisa langsung stiscane nya besok" keduanya saling pandang

"kalian bisa hubungi keluarga dulu " dimas dan aya menganguk lalu gara pun pamit

"oma cepet sadar kita ngak mau oma ke amerika"

dimas menepuk pundak aya " oma pasti sembuh kita makan dulu ya" aya menganguk

setelah makan aya langsung melihat lihat koleksi baju yang di kirim dina "ada fashion show.? " tanya dimas membuat aya mengeleng

"ngak ada tapi mrs,zean mau baju baju gue di pajang di butik nya"

"mrs,zean.? " aya menganguk

"desainer yang ngundang gue ke amerika waktu itu" dimas menganguk lagi

"tapi kok mau produk lokal.? " aya mengubah posisinya menghadap dimas

"produk gue kan berkualitas"

tiii... tiii.. tinnnnn suara alat monitor hemodinamik bersuara membuat dimas bergegas melihat oma Linda

melihat oma yang kejang kejang aya langsung menekan belum untuk memangil perawat sedangkan dimas berusaha mengatur alat pemacu jantung

gara datang dengan berlari langsung mengeser tubuh aya gara membantu dimas memompa kembali jantung linda agar berjalan semestinya

aya hanya menjadi penonton kedua lelaki itu yang terus berusaha menyelamatkan omanya

dimas langsung terduduk di lantai ketika jarum monitor hemodinamik kembali naik turun

gara menepuk pundak dimas " kita sukses" dimas menganguk

"sebaiknya kalian cepat mengambil keputusan " dimas berdiri di bantu gara

"Dokter benar saya akan langsung menghubungi keluarga"ucap dimas

gara menganguk " lebih cepat lebih baik saya akan kirim ke brawijaya hospitals disana ada dr. hendra saya juga akan memesan kamar vvip untuk oma kalian" dimas menoleh ke gara

"Dokter jangan begitu " gara mengeleng

"kamu dokter terbaik disini untuk keluarga mu itu tidak masalah"

"tapi dok" bantah dimas membuat gara mengeleng

"saya tidak menerima penolakan, aya saya keluar ya " aya menganguk

"trimakasih dok" gara menganguk

dimas mendekati aya " gue telpon mama dulu tolong jaga oma" ucap dimas dengan lesu membuat aya menganguk

melihat wajah panik dimas membuat aya tak berani bertingkah ia beruntung ada dimas kalau tidak mungkin omanya akan pergi

"mama sama buca akan kesini lho tidur aja dulu" aya mengeleng

"mas dimas aja mukanya pucat gitu" dimas mengusap wajahnya lalu memeluk aya

"gue takut ay takut ngak bisa nyelamatin oma buat apa gue jadi dokter kalo keluarga gue sendiri ngak bisa tertolong" aya mengusap punggung dimas

"mas dimas hebat kok, oya kok gara sampe pesenin kamar segala buat oma.? " Tanya aya membuat dimas melepaskan pelukan nya

"Rumah sakit brawijaya hospitals itu milik keluarganya termasuk yang ini" ucap dimas membuat aya menganga

"Jadi ini tu rumah sakit keluarga gara" dimas menganguk lagi

"Tapi gue ngak tau pasti pemilik nya siapa yang pasti milik keluarganya" aya menganguk lalu mendudukkan badanya

"Kaya banget ya mereka pantes mas dimas ngejar ngejar dokter fisyah dulu" mendengar itu membuat dimas melihat aya dengan kesal

09 April 2021

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!