"Ini jadwal keseharian Pak Anggoro di rumah dan ini beberapa jadwal yang menjadi bagian tugasmu dikantor." Terang Farhan, sambil menyodorkan semap berkas.
Kubuka berkas itu, di lembaran pertama tersusun beberapa jadwal keseharian Jeni beserta waktu yang telah dicatat. Jadwal harus dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditetapkan.
"Aah, aku benar-benar tiap hari harus menjadi sekertaris pribadi. Dimulai dari rumahnya, ini pasti melelahkan. Ya Tuhan, malang sekali nasibku." Gumamku pelan.
"Saya sudah lama terbiasa melakukannya sendiri, sekertaris Frisilia."
"Aah, maaf pasti berat untukmu." Akupun dibuat kaget, ternyata dia mendengarnya.
"Harus anda ingat ! Setiap hari Kamis, Pak Anggoro berangkat jam 9 pagi. Dijam sebelumnya beliau melakukan kegiatan rutinitasnya yang selalu dilaksanakan seminggu sekali."
"Apa itu ?"
"Nanti anda akan mengetahuinya sendiri." Jawabnya datar.
"Pelit sekali, padahal apa susahnya dia mengatakannya." Gerutuku sangat pelan sambil membuka lembaran-lembaran berkas itu.
"Aku yakin Pak Anggoro memilih anda bukan karena pribadi semata. Namun anda termasuk sekertaris yang handal. Saya fikir, anda jauh lebih pintar mengatasi tugas yang menjadi tanggung jawab Anda."
"Apakah boleh saya meminta nomor ponsel anda? saya fikir untuk sementara ini, akan sering menghubungi anda. Untuk kepentingan pekerjaan." Pintaku sambil memasang wajah memohon padanya.
Diapun mengambil sesuatu dari saku jasnya dan memberikannya padaku, memberi sebuah kartu nama. Akupun dengan cepat menerimanya.
"Terimakasih, saya harap anda tidak terganggu. Saat saya meminta bantuan."
Namun bukan Farhan namanya, sang sekertaris yang menurutku terlalu serius. Benar saja dia hanya memperlihatkan wajah dan sikapnya yang biasa, hanya terdiam menatapku. Saat membalas ucapanku.
Luar biasa Jeni, kau memiliki sekertaris bak sebuah robot. Rasanya akan membosankan bagiku.
"Sebentar sekertaris Farhan, ada yang ingin saya utarakan" Ocehku kembali.
"Katakanlah !"
Akupun menarik napas dalam kemudian membuangnya.Untuk menstabilkan perasaanku.
"Bisakah kita menjadi rekan kerja yang baik? saya fikir lebih baik kita berbicara layaknya seorang teman. Terus terang saya merasa canggung." Akupun nyengir dan sedikit membulatkan mata.
"Maaf, ini kantor yang dipenuhi orang-orang yang bekerja keras untuk memajukan perusahaan ini .Termasuk semua cabang-cabang yang begitu banyak. Sepertinya tidak membutuhkan orang yang hanya bermain-main."
"Maksudku bukan seperti itu." Elakku.
"Kalau begitu saya permisi, ada baiknya anda mempelajari berkas-berkas itu! " diapun begitu saja pergi meninggalkanku.
"Aah, kenapa disini terlalu banyak orang yang bersikap angkuh dan aneh? apa salahnya berkomunikasi dengan akrab? huh, bisa-bisa dalam beberapa bulan kedepan. Akupun menjadi seperti mereka sangat menakutkan." Ocehku pelan.
Yang tak kuketahui, sekertaris Farhan melangkah pergi sambil tersenyum mendengar ocehanku.
***
"Sekertaris Frisilia masih diruangan pak.''
Jenipun mengangguk dan duduk sambil menyilangkan kakinya. Iapun mengarahkan pandangannya ke luar. Mereka sedang menuju ke suatu tempat, untuk acara pertemuan dengan salah satu rekan bisnis.
Jeni duduk di belakang supir dan Farhan duduk dipinggir supir.
"Maaf pak. Setelah beberapa kali bertemu dan berbincang dengan Sekertaris Frisilia. Selain cantik, dia begitu polos dan ceria. Saya yakin anda akan banyak terhibur olehnya dan saya pun tadi dibuat ingin tertawa."
"Frisilia memang dari dulu gadis seperti itu."
"Anda sangat beruntung telah mengenalnya, pekerjaan pun akan terasa tidak membosankan." Responnya sambil tersenyum senang.
"Jangan bilang kau menyukainya sekertaris Farhan ?" tiba-tiba raut muka Jeni berubah masam, mendengar dan melihat tingkah sumringah sekertarisnya itu. Saat menceritakan Frisilia.
"Sebagai seorang lelaki normal, melihat kecantikannya saja, sudah pasti saya menyukainya. Apalagi ditambah lebih mengenal dirinya. Anda pasti lebih tau, sekertaris Frisilia memiliki pribadi yang menyenangkan."
"Ehmm.." Terdengar bunyi deheman, tanda kesal yang terlontar dari mulut atasannya itu.
"Maaf pak. Saya tidak mungkin menyukai seseorang yang berarti buat bapak." Sambil melirik wajah sang atasan melalui spion didepannya.
"Kau mengatakan hal yang sama dengan managernya dulu. Aku memakluminya."
"Benarkah ? Memang seperti itu sih kenyataannya." Jawabnya kembali, dengan semangat lagi.
"ehmm.." Dehemnya terulang kembali, kali ini sambil melihat sang sekertarisnya dengan tatapan yang menusuk dan membuat Farhan menunduk.
Sang supir pun dibuat tertawa kecil melihat kelakuam mereka berdua. Kini dia menyadari adanya perubahan suasana yang selama ini terasa kaku karena Sekertaris cantik itu.
"Maaf pak, tadi pagi saya mengantar seorang nenek yang tertabrak oleh nona Elena." lapor supirnya.
"Apakah, kau menyelesaikannya dengan baik dan tuntas?"
"Ia pak, saya mengantarnya sampai ke rumahnya dan sekertaris Farhan sudah mengurus semua administrasi dan uang pengganti kerugian atas kesalahan Nona Elena, yang telah menabraknya." Terangnya.
"Elena, kau selalu saja ceroboh." Gumamnya.
"Dan pak. Saat saya menuju tempat kejadian, disana ada seorang gadis bersama nenek itu." Supirpun menghentikan ceritanya dan melirik bosnya dari spion.
"'Lantas, siapa gadis itu ?"
"Gadis itu sekertaris Frisilia, Pak. Saat tadi ke ruangan bapak, saya bertemu dengannya. Diapun masih mengingatnya." Jelasnya sambil tersenyum senang.
"Jadi kau merasa bahagia karena dia mengingatmu? " Balas Jeni ketus, Farhan pun langsung melirik sang supir dengan wajah masam.
"Tidak pak. Hanya saja, saya merasa bahagia. Di dunia ini masih ada wanita cantik yang memiliki kepedulian yang tinggi pada orang lain. Dari penjelasan nenek yang tertabrak, sekertaris Frisilia memarahi nona Elena. Karena setelah menambraknya, Nona hanya diam saja didalam mobilnya dan pergi begitu saja tanpa basa basi sedikitpun. Pada orang yang ia tabrak. Sekertaris Frisilia dengan baik hati menolong dan menemaninya sampai saya datang."
"Pantas saja dia tadi terlambat. Ternyata karena itu." Respon sekertaris Farhan, setelah mendengar ceritanya dan hatinya mulai memuji gadis itu.
"Dan Sekertaris Frisilia berpesan, untuk tidak menceritakannya pada Pak Anggoro. Karena merasa tidak enak menjelekkan nona Elena yang berstatus tunangan Bapak. Sayapun minta maaf telah lancang menceritakannya."
"Terimakasih atas informasinya. Saya sangat menghargainya." Tegas Jeni.
Jenipun terdiam, memikirkan pertemuan Frisilia dengan Elena. Pantas saja Frisilia tampak kaget melihatnya. Jenipun dibuat sedikit kesal oleh perbuatan Elena yang selalu saja membuat masalah. Terutama, tidak ada satupun laporan mengenainya untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang telah ia lakukan. Selalu saja, utusannya atau utusan dari perusahaan ayahnya yang membereskan.
***
"Kau belum istirahat ?"
Tiba-tiba, Jeni masuk dan memudarkan konsentrasi ku yang dari tadi goyah karena rasa lapar.
"Jeni kau memang seorang bos yang siap membunuhku." Ocehku.
Jenipun terdiam, mendengar dan melihatku melihat jam tangan.
"Ini sudah jam 1.30. Jam makan siang sudah hampir berlalu. Kau biarkan aku menahan rasa lapar di perutku."
"Bukannya kau bisa pergi untuk makan siang walaupun tanpa izinku? "
"Aku tidak tahu tempat makan disini. Kau kan tau, hari ini pertama kalinya aku bekerja disini. Sempat aku mau bertanya pada sekertaris Farhan.Tapi ku dengar, dia pergi bersamamu. Pasti kalian sedang sibuk. Aku sungguh-sungguh sangat kelaparan." Rengekku padanya, karena semenjak sarapan pagi di rumah, belum sesuappun makanan masuk lagi ke mulutku.
"Baiklah. Ikutlah denganku !"
"Kemana ?"
"Pake nanya ! Ya, ketempat dimana perut laparmu itu terisi."
"Tapi, bukankah kau sudah ada janji dengan Elena."
"Kita makan siang bersama dengannya." Jelasnya tegas.
"Apa ? Kau tidak bercanda, Jeni ? Mengajakku bersamamu, itu keputusan yang tidak baik. "
"Bagiku itu sangat baik. Itu bisa ia gunakan sebagai ucapan terimakasihnya padamu." Terangnya.
"Jadi supirmu menceritakannya."
"Tidak ada sesuatu hal yang tidak aku ketahui di perusahanku, Frisilia " Jawabnya sombong.
"Kau terlalu sombong." Gumamku kesal.
"Aku pantas sombong seperti katamu. Karena aku adalah bos yang tampan dan berwibawa. Dan siapapun akan merasa beruntung bisa dekat denganku."
"Aah, rasanya aku ingin menyudahi pembicara an ini, Jeni. Kebiasaan kau selalu besar kepala."
"Baiklah. Apakah kau akan terus diam saja membiarkan cacing di perutmu mati karena kelaparan ?"
Akupun terdiam sejenak. Apakah aku harus mengikutinya? tapi rasa malas melandaku, malas untuk berhadapan dengan wanita seperti Elena. Elena pasti akan kecewa, Jeni membawaku untuk makan siang bersamanya.
"Baiklah, kalo kau tidak mau.Aku akan pergi dan jangan susahkan aku bila kau mendadak pingsan diruangan ini !"Jenipun, sambil tersenyum berjalan menuju pintu.
Aah, ini pilihan yang rumit buatku (dan cacing dalam perutku pun berbunyi)
"Jeni Tunggu...!!" Teriakku.
Jenipun tetap berjalan dengan senyuman dibibirnya dan akupun berlari melangkah cepat mengejarnya.
Bagaiaman reaksi Elena, saat Jeni membawa Frisilia ? Makan siang bersama.
Simak terus kelanjutannya😊
Habis baca, jangan lupa like and votenya yah😊☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Triana R
like
2020-08-22
0
Rizka Susanto
kok kyaknya frisilia biasa bgd ya sama jeny,gk ada kesel2nya...pdhal udh di tinggal tnp kbar slma 10 thn plus udh pny tunangan pula,jdi aku yg nyesek...
2020-03-05
2
Robot Timus
awwwwwwww lanjooood Thor😍
2020-03-05
2