Acara kelulusan pun telah berlalu.Tiba saatnya, hari-hari yang kulewati bersamanya akan terasa berarti.Kini separuh hatiku sudah merelakannya untuk pergi.
Kau bisa Frisilia ! semangat !
Akupun berdiri tegap, kemudian menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan.Kedua tangan mengepal kuat sebagai persiapan memulai langkahku menuju rumahnya.
Sebenarnya aku pergi ke rumahnya karena ingin tahu.Apakah ia telah beres mengemas barang-barang yang akan ia bawa? Walaupun berat dan menyakitkan hatiku saat melihatnya.
Sesampainya didepan pintu,ku hentikan langkah dan berdiri tegap.
"Ok Frisilia kamu harus kuat ! berikan senyuman termanismu !senyumlah !" Gumamku dan tersenyum-senyum sendiri berulang-ulang. Sekedar berlatih agar senyumku terlihat sempurna saat berhadapan dengannya.
"Kau sedang apa ?" Tiba-tiba terdengar suara yang sudah sangat aku kenal dari belakang.Ku balikkan badanmu dengan cepat, ternyata Jeni sudah berdiri dibelakangku, sambil menenteng beberapa buku ditangannya.
"Ya Tuhan.Kau mangagetkanku saja." Dengan sedikit malu.Terlintas difikiranku.Apakah dia dari tadi berada dibelakangku ?
"Kau sedang apa ? Kenapa tidak masuk ? Malah berdiri saja di sana." Tanyanya lagi.
"Oh aku fikir kamu tidak ada di rumah." Elakku salah tingkah.
"Sejak kapan aku pergi dari sini selain ke rumahmu tanpa memberitahumu ?" Tanyanya balik dengan memasang wajah datar.
Ya Tuhan, kenapa kau beriku teman lelaki seperti ini ?
Dia sungguh membuatku kesal sekali.
Baiklah, kau beruntung beruang kutub.
Hari ini aku sudah bertekad untuk menyenangkanmu.
"Kalo begitu ayo kita masuk ! aku ingin tahu sampai mana kau sudah bersiap-siap." Ajakku mengalihkan topik pembicaraan.
"Baiklah, tapi tadi ku lihat kau tersenyum-senyum sendiri.Kau tampak aneh putri siput" Gumamnya. Kemudian berjalan ke dalam mendahuluiku sambil menyunggingkan senyuman.
Akupun terdiam tak membalasnya karena rasa malu dan memang kali ini aku berusaha mengalah.
"Wah wah wah kau hampir mengepak semua barang-barang disini.Sepertinya kau akan pergi dan takan kembali lagi ke sini, Jeni ?" Protesku.
Setelah berada didalam kamarnya sambil memandang ruangan yang hampir kosong yang tersisa tempat tidur serta barang-barang berat saja.
"Aku membawa semuanya karena membutuhkannya." Terangnya sambil menata buku-bukunya yang menumpuk ke dalam dus.
"Baiklah mari aku bantu." Tawarku. Kemudian mengikutinya memasukan buku dengan semangat disertai wajah ceria.
"Kau tampak ceria dan bahagia.Melihatmu seperti itu membuatku tenang untuk pergi dari sini." Celotehnya pelan.
"Setelah aku fikir aku tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Itu sama saja menghalangi kesuksesanmu.Bukankah kau pergi untuk berjuang, demi masa depanmu ? Lagian kita masih bisa berkomunikasi dengan ini. ( kuperlihatkan ponselku dan diapun meliriknya ) Dengan benda ini, aku masih bisa merasakan kehadiranmu. Walaupun hanya suaramu saja." Jelasku dengan tetap memasang wajah berseri dan melanjutkan kembali aktifitasku.
"Sepertinya akan merepotkan,mengingat kau pasti akan sering menelponku." Responnya.
"Aku harap kau tidak terganggu karena ulahku itu." Belaku dan tetap memasang senyuman manis.
"Kau terlihat cantik.Aku lebih senang melihatmu seperti ini." Gumamnya.
"Aku memang cantik dari lahir.Kau saja yang tidak mau menyadarinya."
Diapun tiba-tiba berjalan menuju lemari dan mengambil sesuatu.Kemudian menghampiriku dan menghentikan aktifitasku.Ku berdiri terdiam menghadapnya dengan penuh tanya.Tiba-tiba dia meraih beberapa helai rambut yang menutupi mata kananku dan menjepitkannya agar helaian itu mengapit rapih dan tidak tergerai.
"Ini jauh lebih baik.Rambutmu tidak akan lagi menghalangi pandanganmu." Gumamnya pelan dan kembali mengemas barang-barangnya yang tadi tertunda.
Aku terdiam sesaat, ku hadapkan wajahku di cermin.Jepit hitam dengan hiasan kerlap kerlip seperti permata.Tampak sederhana,namun terlihat elegan.
"Bagus sekali." Pujiku dan meraba perlahan jepit itu dengan senyum gembira.Tapi tiba-tiba senyumku tertarik.Terlintas dalam benakku, mengenai jepit ini.
"Tunggu ada yang harus aku tanyakan ?"
protesku.
"Sudah ku duga." Responnya tanpa menghentikan aktifitasnya.
"Apakah kau memiliki perempuan yang kau sukai Jeni ? Tidak mungkin kau membelinya untuk kau pakai.Oh jangan-jangan benar, kau akan memberikan jepit ini pada perempuan yang kau suka.Ayo katakanlah padaku Jeni ? siapa perempuan itu ?"
"Kau ingat saat aku mengantarmu membeli asesorismu di toko itu.Bagiku menunggumu memilih satu barang saja sangat melelahkan.Sepertinya aku berada disini,hanya menjadi pengawalmu saja.Malang sekali nasibku.Aku membelinya saat kau sibuk dan menyimpannya benda itu dilemari.Aku berniat memberikannya padamu tapi selalu lupa.Kali ini aku baru mengingatnya." Terangnya sambil tenang dan tetap berkemas.
"Beruang kutub ! Jangan coba membohongiku ! Katakan saja, siapa dia !" Bujukku tetap memaksanya.
Jeni berhenti dan kulihat dia membuang napas panjang.
"Semenjak aku tinggal disini perempuan yang aku kenal dan sering aku temui adalah ibumu dan kamu.Lagian kau tahu sendiri, perempuan mana yang selalu bersamaku dan mengikutiku.Dia benar-benar selalu menghalangi pandanganku untuk melihat perempuan cantik yang melewatiku." Terangnya.
Akupun terdiam dibuatnya dan merasa bersalah telah berprasangka padanya.
"Maaf ! Aku fikir kau menyukai seseorang.''
Celotehku pelan dan menatap dirinya.
Jenipun menggelengkan kepalanya berkali-kali.Dan kini ia duduk dikursi untuk beristirahat.
"Aku ucapkan terimakasih, jepitnya cantik.Aku pastikan akan memakainya dan kusimpan sebagai jimat keberuntunganku." Celotehku sambil meraba jepit yang terselip cantik dirambutku.
"Kau terlalu berlebihan putri siput."
"Bagiku tidak, ini bagian yang kau tinggalkan untukku.Dengan benda ini aku akan selalu mengingatmu." Terangku dan duduk ditepi kasurnya.
Jenipun melirikku dan tersenyum manis.
Kulirik laci yang terbuka dan kulihat beberapa botol yang ku kenal.
"Kau masih selalu menyimpannya ?" Tanyaku sambil melihat laci.
Jenipun dengan terburu menutup laci itu.
"Sepertinya kau masih menggantungkan hidupmu dengan obat itu.Padahal kau telah berjanji padaku." Akupun terdiam dan seketika suasana berubah.
"Sudah lama aku tidak memakainya dan hanya malam itu, aku meminum beberapa butir dan aku telah memberitahumu.Aku janji akan membuangnya." Akunya.
"Apa kau akan baik-baik saja dan sudah melupakan trauma mu dirumah itu ?"
"Orang tuaku sudah merencanakan kemana aku melanjutkan pendidikanku dan pasti aku tidak tinggal di rumah itu." Terangnya.
"Sebenarnya dari dulu aku ingin bertanya padamu."
"Tanyakanlah !"
"Darimana asalmu ?Dimana tempat tinggal orangtuamu ? Aku takut tidak bisa menghubungim. Setidaknya bila ku tahu tempat tinggalmu.Aku bisa mendatangimu." Tanyaku tiba-tiba dan pertanyaan itu jelas tidak dapat Jeni jawab.
"Aku Pasti akan menghubungimu.Kau jangan khawatir ! Aku akan baik-baik saja. Aku berjanji akan menemuimu setelah mencapai kesuksessan." Terangnya.
"Baiklah."
"Kau makin terlihat cantik." Pujinya.
"Sudahlah ! Kau membuatku malu." Akupun menutup wajahku dengan kedua tanganku.
Pujian itu membuatku malu.
"Lihatlah ! Lagi-lagi wajahmu memerah seperti..." Godanya kembali.
"Diam kau beruang kutub ! Kalau kau teruskan aku akan marah.'' Jeritku memotongnya pembicaraannya.
"Padahal aku ingin mentraktirmu hidangan itu."
"Jeni ! Jangan salahkan aku ! Kau yang memulainya."
Akupun mengejarnya dan diapun berlari kecil menghindari pukulanku.sambil tetap menggodaku, diapun terus berusaha membuatku ingin mengejarnya.Kami seperti anak kecil berlari-lari saling mengejar.
Dan sialnya, saat ku menarik punggungnya kakiku tersandung dus, Jeni membalikkan badannya menghadapku dan akupun tak bisa menahan tubuhku. Kamipun berpelukan dan tubuh Jeni terjatuh ke atas kasur. Akupun berada tepat diatas tubuhnya.
Dada kami beradu dengan napas yang kencang karena habis berlari,mata kami saling memandang tajam karena wajah kami begitu dekat.Perlahan rasa sesuatu menuntut ku untuk kembali mengulangi kejadian indah dipantai itu.Dan dorongan itupun, Jeni rasakan.Akupun mulai mendekatinya dekat dan hampir dekat hingga beberapa cm lagi bibir kami akan bertemu.
Tidak Frisilia !
Akupun dengan terburu bangun, menjauhkan wajahku darinya dan berdiri dengan tingkah yang serba salah. Begitupun Jeni, dia bangun dan duduk bertingkah yang sama.
"Sebaiknya aku pulang mungkin ibu mencari ku. Kalau sudah beres ku tunggu kau di jam makan malam." Pamitku setelah melihat anggukannya dan berjalan kaku.
apa yang telah kau lakukan Frisilia ?
kau sungguh bodoh !
Jangan Lupa Like And Vote nya yah☺️😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments