"Dia telah tumbuh menjadi gadis yang ceria dan cantik." Puji sang ibu, sambil melihat foto anak bungsunya bersama Frisilia yang terpampang di atas meja.
Ibunya tahu gadis yang selama ini dekat dengan putranya itu, Frisilia. Dia sering mendapat laporan tentang keseharian Jeni dari Mpok Narti sang pembantu kepercayaannya.
Jeni mengiyakan dengan anggukan, memang dirinya selalu kaku saat berbicara dengan ibunya itu. Berbeda dengan dirinya saat berbicara dengan seluruh anggota keluarga di rumah Frisilia. Dia seolah menjadi putra satu-satunya dari keluaga itu.
Karena Frisilia terlahir sebagai anak tunggal. Dan dipastikan tidak akan memiliki saudara lagi, karena rahim ibunya telah diangkat paska sakit yang dideritanya dulu dan menuntutnya untuk kehilangan salah satu harta berharganya itu.
"Namun ibu harap kau tidak boleh jatuh cinta padanya ! bersamalah selagi bisa ! hanya sebagai temannya saja. Karena ayah dan ibu sudah mempersiapkan calon istrimu." Terangnya kembali.
"Apakah dalam hal memilih pasangan ayah dan ibu tidak memberi kebebasan buatku untuk menentukan pilihan sendiri ?" sambil menatap sang ibu.
"Kau putra kami yang tersisa satu-satunya. Ayah dan ibu sudah merancang masa depanmu kelak. Selama ini kami sudah memberi kebebasan dengan memenuhi permintaanmu untuk tinggal disini. Dan sekarang giliranmu untuk mengikuti keinginan kami."
Jeni menarik napas berat. Akhirnya tiba saatnya, dimana ia harus mengikuti aturan yang orang tuanya berikan.
"Baiklah. Aku akan memenuhi keinginan kalian. Setelah kelulusan, aku pastikan akan pulang. Untuk saat ini beri aku waktu untuk mengucapkan salam perpisahan pada orang-orang yang selama ini ku anggap seperti keluargaku sendiri.'' Terangnya sambil melihat foto dirinya bersama Frisilia.
Berat memang berat rasanya untuk berpisah dengannya. Namun dia tahu bagaimana watak dari ayah dan ibunya yang keras. Setiap aturan yang mereka buat tidak bisa dibantah, sekalipun ketidakadilan tidak didapat.Dia tidak ingin hal buruk menimpa Frisilia.
Ia masih teringat, tragedi yang menimpa kakak lelakinya Tio yang kini sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Tio mengalami gangguan jiwa karena depresi. Tekanan yang ia dapat dari ayah dan ibu sudah membuatnya menjalani kehidupan bagai boneka. Ia tidak bisa menolak segala aturan yang membebaninya. Ditambah rasa bersalahnya pada kekasihnya yang meninggal dunia bersama calon anaknya dalam peristiwa kecelakaan dan dibalik penyebab kecelakaan itu adalah ayah dan ibu. Malang memang cintanya Tio, terhalang oleh restu. Sikap kukuh Tio mempertahankan cintanya membawa dia ke jurang kepedihan.
"Kami menunggumu di rumah dan kita akan bahas rencana masa depanmu nanti. " Terang ibunya membangunkan lamunan Jeni. Ditambah oleh 2 tepukan tangan pelan ibunya dipundaknya.
"Sampaikan salamku pada ayah !" celotehnya kaku dan memandang ibunya yang melangkah menuju pintu kamar.
"Ayahmu jauh lebih senang menerima salam langsung darimu." Tegasnya dan menoleh putra bungsunya itu dengan tatapan datar.
Jenipun memandang wanita itu lembut, sampai sosok itu keluar dan terhempas dari pintu yang tertutup kembali.
Begitulah keadaan keluarga yang dimiliki Jeni. Tidak ditemuka peluk dan ciuman yang hangat, tidak ditemukan pembicaraan yang akrab, tidak pula ditemukan senyuman dan belaian hangat walapun dari seorang ibu.
Kearaban diantara mereka sangat tidak ada, pembicaraan yang sering terlontar. Hanya bersifat menuju perbisnisan atau aturan yang harus dilaksanakan. Merekapun selalu sibuk dengan dunianya masing-masing. Mereka menganggap harta yang paling berharga adalah uang dan perusahaan.
Tidak cukup bagi mereka untuk menyesali, walaupun mereka telah mengalami kehilangan anak pertama mereka yang mengalami gangguan jiwa. Akibat sikap otoriter, pengatur dan keras. Anak mereka dipermainkan layaknya boneka yang tidak memiliki perasaan.
Aku tidak bisa menahan egoku untuk tetap disini, Frisilia.
Walaupun ku tahu.
Entah bisa aku melupakanmu ?
Dirimu selalu mengukir cerita yang menyenangkan dalam hidupku yang sepi ini.
Aku berjanji padamu untuk kembali.
Saat memiliki kekuatan untuk melawan mereka.
Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang membuatmu berada dalam bahaya karena egoku .
Maafkan aku Frisilia !
Walaupun aku tak dapat mengungkapkan isi hatiku.
Namun aku bahagia pernah melalui hari-hariku bersamamu.
Walaupun hanya sebatas teman dan sahabat baikmu .
Jeni memandang dalam wajah difoto itu. Foto dirinya dengan posisi dipeluk dari belakang oleh Frisilia. Senyumannya yang membawa keceriaan, wajahnya yang cantik, hidungnya yang mancung, matanya yang indah. Begitu sempurna yang dimiliki gadis itu. Cukup membuat dirinya bahagia walaupun tak memilikinya sebagai kekasih.
Kini ia sadari, ada getaran rasa yang berbeda. Entah kapan dimulainya ? hanya saja dia merasa tak bisa bernapas dan hidup tenang saat tak berjumpa dengannya.
Tiba-tiba terdengar nada pesan di ponselnya dan tertulis, "Putri Siput Cantikku.''
Putri Siput Cantiku
Beruang kutub apa kau sudah tidur ?
Jeni
😪 Adaa apaa...kau belum tidur ?
Putri Siput Cantikku
Rasa kantukku hilang.
Entah kenapa aku tiba-tiba mengingatmu ?
apa kau baik-baik saja ?
Jeni
Aku baik-baik saja.
sana tidurr ! Besok jgn sampe aku ke rumahmu kau masih ngorok.
Besok libur aku ingin mengajakmu ke pantai.
Putri siput Cantikku
🙀🙀🙀
Beneran nih ?
awas loh PHP !
Jeni
Iya gadis bawel. Sana tidur ! Besok aku tlaktir kepiting rebus wkwkwkwk
Putri Siputku Cantik
Jeniiiiiiii.......😠
Dasar kau beruang kutub menyebalkan...
Jenipun tersenyum membaca pesan terakhirnya, gadis itu banyak sekali menghiburnya. Hatinya yang tadinya suram menjadi bahagia.
Iapun merebahkan diri dikasur dan mengingat kembali penyebab dirinya bisa tinggal dirumah ini. Itu karena dirinya yang saat itu berusia 9 tahun mengalami guncangan hebat akibat Tio yang mengalami gangguan jiwa. Dirumah orang tuanya tempat Jeni danTio dibesarkan bersama, rumah yang semula begitu nyaman dan megah berubah seketika menjadi rumah yang suram dan mencekam.
Bahkan diusianya yang masih kecil dia menyaksikan langsung penderitaan kakaknya yang begitu memprihatinkan. Suara Tangisan, jeritan dan cacian Tio terdengar siang dan malam tanpa henti dan menganggu. Orang tuanya tidak memasukan Tio ke Rumah Sakit Jiwa bukan karena tak rela mengirimkan anaknya ke sana. Namun mereka mempertahankan egonya karena belum bisa menerima rasa malu didepan publik. Memiliki anak yang mengalami sakit jiwa. Ayah dan ibu terkenal sebagai orang kaya dan keluarga terpandang. Mereka tidak mengetahui resiko lain yang menimpa pada Jeni, kadang saat nasib sial menimpa Jeni, jika bertemu Tio saat depresinya menjadi-jadi Jeni menerima perlakuan buruk. Disakiti dengan dicekik, disiksa membabi buta, dipukul, dilempar dengan benda apa saja yang ia temukan. Bahkan peristiwa yang paling fatal Jeni ditusuk pisau hingga mengalami koma. Sejak penusukan itu Tio dikirim ke Rumah Sakit Jiwa dan Jeni tinggal di rumah ini untuk mengusir trauma yang terjadi di rumah itu.
"Sungguh bikin kepalaku pusing saat mengingatnya." Gumam Jeni pelan dan memandang langit-langit kamarnya.
"Saat ini aku membutuhkannya. Tapi Frisilia akan marah bila aku meminumnya." Gumamnya kembali dan menoleh laci dipinggir kasurnya.
Rasa gelisah menerpanya kembali, saat dia mengingat kejadian masa itu. Trauma masa lalu masih melekat dalam dirinya, obat penenang yang ia miliki sudah lama tidak ia minum. Karena dorongan Frisilia yang membuatnya melupakan kegelisahannya. Namun kini ia merasa gelisah, keringat dingin mulai keluar dari dahinya, jantungnya berdetak tak karuan,nbayangan-bayangan menakutkan bermunculan.
Maafkan aku Frisilia kali ini aku tidak bisa menahannya.
Jenipun bangkit dari tidurnya dan membuka laci. Terlihat botol obat disana. Kali ini dia mengalah karena keadaan.
Sekali ini saja aku melanggarnya, agar aku bisa kuat berhadapan denganmu di esok hari.
Simak terus kelanjutannya🤗
Jangan lupa like,vote, coment terbaik dan boom ratenya🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Triana R
mantaaapp kak
2020-07-26
0