Sesuai dengan perintah Kakek Wijaya, Yudha mengajak Melody mengelilingi rumahnya. Mereka berjalan berdua dimulai dari sisi kanan rumah.
Selama berjalan, mereka berdua hanya terdiam. Melody masih sibuk dengan benaknya yang terus saja terkagum-kagum dengan rumah Yudha. Bukan rumah atau rumah besar, tapi sebenarnya adalah sebuah mansion mewah.
Istana zaman modern?
"Aku tak bisa berhenti kagum. Sumpah, ini rumah termewah yang pernah aku lihat. Semua serba mahal. Barang-barang antik dan lukisan limited edition dari pelukis ternama. Satu saja dijual sisa untuk biaya hidupku setahun tanpa berkerja. Astaga, aku memang menyetujui perjodohan ini karena terpaksa, tapi melihat barang-barang mahal ini membuat mataku silau... Ayo Mel, pertahankan pendirianmu! Kau memilih menerima perjodohan itu bukan karena harta! Tapi terpaksa!... Eh, sama saja woy, aku kan menerima karena uang seratus juta itu." 😑 Batin Melody.
Melody dan Yudha baru saja keluar dari bangunan utama, dan mereka berjalan agak masuk dari bangunan utama.
Ada kolam renang di tengah bangunan super megah itu. Kolam renang yang sangat besar. Satu hal yang ingin Melody tanyakan pada Yudha, apa Yudha berenang di kolam renang itu? Jika iya, apa Yudha tidak malu karena kolam renang sebesar itu berdekatan dengan akses jalan masuk ke berbagai ruangan yang ada di kediaman Kazehaya?
Oke, itu tidak penting!
Yang jelas Melody yakin jika kolam renang itu hanyalah hiasan. Meski untuk berenang masih bisa memiliki kemungkinan.
"Tadi kau terlihat biasa saja saat kita bertemu. Jangan-jangan kau sudah mengetahuinya sejak awal?" Tanya Melody memecah keheningan.
Melody tak tahan karena sedari tadi mereka hanya saling terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Bukankah harusnya Yudha menjelaskan secara rinci seluk-beluk kediaman Kazehaya kepadanya? Bukankah itu arti dari kata menemani berkeliling rumah?
Tapi ini kan bukan acara promosi jualan rumah? Jadi Yudha diam saja bisa dimaklumi?
"Tidak, aku juga cukup terkejut." Jawab Yudha.
Yudha bilang terkejut? Kaget dengan pertemuannya dengan dirinya? Haruskah ia cengo?
"Terkejut dengan expresi seperti itu? Kau seperti bukan manusia saja! Dasar Robot!" Kata Melody.
Ia ingat bagaimana Yudha nampak begitu santai saat mengenalkan diri tadi di ruang tamu. Yudha bahkan seolah-olah tidak terganggu dengan adanya dirinya di ruangan itu. Padahal Yudha tahu, kemarin mereka menghabiskan sore bersama.
"Aku asli manusia!"
"Masak?"
"Hn."
"Masak sih?"
"Hn."
Hn artinya apaan coba? Melody mencoba memaknainya sendiri. Mencoba menggali sedalam otak standarnya.
Hn itu mirip kata iya?
"..."
"..."
Mereka kembali terdiam dan melanjutkan mengelilingi rumah super besar itu. Melody sesekali menoleh dan melihat Yudha yang tengah berjalan di sampingnya.
Mata Yudha lurus menatap ke depan. Melody bisa melihat jelas wajah Yudha dari samping. Rahang yang tajam, hitung mancung, dan bibir tipis.
Sempurna!
Hanya itu yang mampu Melody simpulkan dari sosok dengan ukiran indah yang Tuhan berikan di sampingnya itu.
Sungguh Melody ingin mengakui ketampanan Yudha memang hanya ada dalam 100 tahun sekali. Ketampanan hasil maha karya Tuhan. Hadiah dari Tuhan yang terindah ada pada diri Yudha.
"Ada ya manusia sesempurna ini di abad menuju 21. Dan manusia sempurna ini adalah calon suamiku. Apa aku beruntung? Astaga, jantungku berdetak kencang."
Entah kenapa hanya dengan melihat Yudha sesaat saja sudah membuat mukanya terasa panas. Ada apa ini? Dengan sepat Melody menggelengkan kepalanya dan berusaha mengalihkan pandangannya untuk melihat bunga-bunga yang tertata rapi di dalam vas kristal di setiap sudut ruangan.
"Tidak! Ini bukan perasaan suka yang romantis. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Perasaan ini terasa lara, sangat disayangkan, aku dan dia akan menikah karena keterpaksaan. Tidak ada cinta di antara kita berdua. Kami bahkan seperti orang asing. Lagi, apa semuanya akan baik-baik saja?"
"Tak kusangka kau menerima perjodohan ini. Hmm, apa karena uang? Dibayar berapa kau oleh kakekku? Aku tahu kau bukan dari kalangan sepertiku." Kata Yudha di sela-sela perjalanan mengelilingi rumah.
Aoa yang baru saja Yudha katakan padanya?
Dibayar berapa?
Itu terlalu kasar!
Bagaimana pertanyaan itu bisa keluar dari mulut sexy yang indah milik Yudha? Jika Yudha punya hati, harusnya lebih bisa memilih kata dengan baik.
Sial, rada nyeri hatinya.
"Hei kau, apa kau tidak bisa berbicara baik-baik dengan wanita? Aku memang bukan dari kalangan sepertimu. Tahu apa kau dengan hidupku? Jangan sok tahu dan mencoba menduga-duga tidak jelas!" Kata Melody kesal.
"..." Yudha hanya terdiam.
"Lalu kenapa kau juga menerima perjodohan ini?" Lanjut Melody tambah kesal karena menurutnya Yudha keterlaluan cara bicaranya.
Melody menjadi sangat sensitif jika menyangkut keluarganya. Ia akan mudah sentimentil.
"Kau tidak perlu tahu alasanku." Jawab Yudha.
"Kalau begitu kau juga tidak perlu tahu alasanku." Melody mengembalikkan kata-kata Yudha.
"Hei, aku hanya bertanya. Kenapa kesal seperti itu?" Tanya Yudha.
"Mulutmu pedas!" Jawab Melody.
"Aku tidak makan cabai!"
Yaelah. Apaan ini? Apa ini pembicaraan anak sekolah dasar? Apa Yudha tak paham yang namanya pengandaian? Pengibaratkan?
"Kau tidak boleh berkata kasar seperti itu!" Dengan kesal Melody menginjak kaki kanan Yudha.
"AKHH.." Pekik Yudha kesakitan.
Injakan kaki kiri Melody benar-benar menyakitkan. Bagai diinjak gajah Afrika! Padahal badan Melody lebih kecil darinya dan hebatnya, Melody menginjaknya hanya dengan sandal jepit lusuh murahan itu!
"Rasakan! Dasar laki-laki kasar! Weekk." Kata Melody menjulurkan lidah lalu berlari meninggalkan Yudha yang kesakitan.
Meskin kesal dan cukup sakit hati, Melody bukan tipe orang yang suka terlalu mengambil hati untuk hal-hal yang memojokkannya. Hal-hal yang sering membuatnya terluka saja akan dengan mudah cepat ia lupakan. Melody hanya selalu berusaha berpikir positif untuk setiap masalah yang ia hadapi. Meski ia cukup sensitif di awalnya. Tapi ia akan membaik dengan cepat.
Sifatnya yang seperti itu memberinya banyak keuntungan. Ia menjadi orang yang tidak akan terjebak begitu lama dengan hal-hal yang membuatnya kesal maupun sedih.
Apakah ia tipe yang mudah move on?
Bisa jadi.
Namun karakternya yang seperti itu terkadang menjadi kelemahannya juga. Ia menjadi tidak begitu peka terhadap perasaannya yang sebenarnya. Apa yang ia rasakan sering kali terabaikan dan salah diartikan.
Mungkin memang seperti itulah jalan yang ia ambil, ia merasa bahagia menjadi dirinya sendiri.
Dirinya yang sederhana. Dirinya yang apa adanya.
"Hei, Kalu kau sendirian kau akan tersesat!" Teriak Yudha yang tak dihiraukan Melody.
Melody sudah lenyap dari jangkauan mata kelamnya.
"Apa dia atlet lari? Kenapa cepat sekali menghilang? Ah, sudahlah." Gumam Yudha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
Yudhi Saprol
pooolos gak punya selera humor..krn watk orang jenius biaaasanya gt...kaku
2020-08-31
1
Thalia Tan
Next thor
2020-07-02
0
Thalia Tan
Yudha it kasar
2020-07-02
0