Melody berjalan menuju rumahnya yang memang tidak jauh dari kedai tempat ia dan Yudha makan. Saat sampai di depan rumahnya, Melody melihat ada sebuah mobil mewah berwarna hitam.
Siapa yang datang? Apa ada tamu? Melody mulai bertanya-tanya. Karena ingin menjawab rasa penasarannya, Melodypun segera masuk ke rumahnya.
Benar saja, ada tiga orang berjas hitam berkunjung ke rumahnya tengah berbincang-bincang dengan ibunya.
"Ah, itu anakku! Melody, cepat ke sini!" Perintah Ibu Melody. Melodypun mendekat.
Kenapa wajah sang ibu begitu nampak bahagia. Ada sesuatu hal terjadi?
"Ada apa, Bu?" Tanya Melody tanpa curiga.
"Mereka mewakili keluarga orang kaya raya yang akan melamar kamu untuk menikah dengan cucu dari keluarga itu." Jelas Ibu Melody.
"Apa? Melamar? Astaga ibu, Melody masih kecil. Ibu ini apa-apaan sih? Jangan mengada-ada, Bu!" Melody mencoba menolak.
Ia bahkan meninggikan suaranya untuk mengekspresikan betapa tidak setujunya dengan lamaran itu.
Menikah kuda itu bukan gayanya!
Gayanya adalah akuntasi mendapatkan nilai A, lulus kuliah, dan bekeja! Menikah ada di urutan jauh di bawah dari segala keinginannya.
"Maaf kelakuan anak saya, Tuan-tuan!" Kata Ibu Melody basa-basi.
"Tidak apa-apa, Nyonya. Anda bisa membicarakannya pada putri Nyonya." Kata salah seorang tamu, Aron.
Dipanggil 'nyonya' rasanya luar biasa. Itu yang Tsuchiya, ibunya Melody rasakan. Ia bahkan tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
"Ibu, tapi aku kan tidak mengenal cucu keluarga itu. Mana bisa aku menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal!" Tolak Melody.
"Nona tidak perlu khawatir! Nona sudah mengenalnya. Nona masih ingat kakek Wijaya yang tempo hari Nona tolong?" Tanya Aron.
"Ya, saya masih mengingatnya."
"Kakek Wijaya berniat menjadikan Nona sebagai cucu menantunya."
"APA? Tap..tapi…"
Bagaimana bisa ada ide seperti ini mendera hidupnya yang damai? Melody tak mengerti. Ini begitu mendadak. Ia tak miliki persiapan apapun.
"Kami akan kembali dua hari lagi! Saya harap Nona sudah memikirkan jawaban yang tidak mengecewakan Wijaya-sama. Ini adalah cincin pertunangan dari Tuan Besar." Kata Aron sambil menyerahkan sebuah wadah cincin berbentuk hati bewarna merah cerah.
Melody menerima wadah cincin itu dan membukanya. Matanya melebar saat melihat isi dari wadah cincin warna merah itu. Ternyata adalah sebuah cincin cantik bermotif dengan mata berlian berwarna putih.
"Melody, apa itu berlian?" Tanya Ibu Melody tidak percaya.
"Se..sepertinya." Melody juga tidak percaya.
"Wah, indah sekali. Berkilauan."
"Dan ini adalah uang sebagai tanda perkenalan dari Tuan Besar. Tuan Besar sangat mengerti keadaan kalian. Kalian bisa menggunakan uang ini untuk melunasi hutang kalian. Jika dirasa masih kurang, kalian bisa meminta lagi. Mohon diterima!" Kata Aron menyerahkan sebuah koper berwarna hitam.
Melody menerima koper yang Aron berikan padanya. Melody membuka koper itu. Matanya melebar lebih bulat daripada saat ia melihat cincin berlian yang diberikan padanya. Isi koper yang membuat matanya melebar ternyata uang pecahan ratusan ribu memenuhi satu koper itu. Penuh tanpa ada sela!
"U..uang? Banyak sekali?"
Aron melihat kearah jam tangannya. "Maaf Nyonya, Nona, kami harus segera kembali. Mohon dipertimbangkan baik-baik! Tuan Besar berharap besar pada Nona. Permisi.." Pamit Aron dan kedua pengawalnya.
.
.
.
"Kita kaya, Melody! KITA KAYA!" Teriak Ibu Melody setelah memastikan Aron dan dua pengawalnya pergi dari rumahnya.
"Apa Ibu berniat menjualku pada kakek Wijaya?" Tanya Melody sendu.
Itu menyedihkan.
Bagaimana bisa ide pernikahannya berujung menjadi kaya? Bukankah itu artinya pernikahannya dijual? Oleh ibu yang melahirkanny sendiri?
"Tentu saja tidak, mana ada ibu yang tega menjual anak kesayangannya. Ini demi kamu, demi kita, demi rumah peninggalan ayahmu." Jawab Tsuchiya.
Benar, ini adalah jalan tercepat untuk menyelesaikan segala masalah yang ada. Dengan uang itu, rumah yang digadaikan bisa lunas. Tak perlu khawatir akan kehilangan rumah peninggalan ayah Melody.
"Ibu, tapi tidak bisa seenak saja memutuskan masa depanku! Intinya, aku tidak mau menikah muda! Apa lagi dengan orang yang sama sekali belum pernah aku temui sebelumnya. Aku tidak mau!"
"Astaga Melody, jangan bodoh menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan matamu! Dia memiliki segalanya yang bisa membuatmu bahagi"
"Tapi Bu, Melody saja tidak pernah melihat bagaimana rupa cucu kakek Wijaya. Bagaimana kalau cucunya kakek Wijaya itu jelek? Lebih pendek dari Melody? Kulitnya gelap? Lebih parah lagi kalau cacat bagaimana?"
Terang saja Melody memiliki pemikiran seperti itu. Ayolah, orang asing yang bahkan belum pernah ia temui itu 'mengerikan'! Banyak kemungkinan buruk yang bisa ia simpulkan. Ia tidak salah, kan memikirkan hal seperti itu? Nyatanya ia memang tak mengenal cucu dari kakek Wijaya.
"Aduh Melody, jangan berimajinasi tidak jelas seperti itu! Itu tidak mungkin! Mereka orang kaya, jadi kalau cucu Tuan Wijaya jelek, sangat mudah untuk melakukan operasi plastic. Kalau hitam tinggal suntik putih, nanti juga bisa putih."
"Ibu ini, jangan jadi korban mode! Apa ibu mau anak ibu menikah dengan manusia plastic? Tidak, kan? Ayolah, Bu! Mengertilah!"
"Kamu yang harus mengerti, Melody!" Bentak Ibu Melody tiba-tiba.
"Ibu, kenapa membentakku? Ibu terlalu kasar padaku! Aku benci Ibu yang seperti itu!" Melody menangis dan berlari meninggalkan Ibunya dan mengunci diri di kamarnya.
.
.
.
Di dalam kamar...
Melody merebahkan dirinya di ranjangnya yang sempit itu. Ia menangis sejadinya. Banyak hal yang terjadi di luar kendalinya dan itu membuatnya sangat pusing.
"Menikah muda? Dijodohkan dengan orang asing? Orang yang tak aku kenal? Bagaimana bisa aku menyetujuinya? Jangan harap ini akan seperti kisah-kisah dalam sinetron atau cerita fiksi khayalan di novel! Ini adalah kehidupan nyata! Tidak boleh diputuskan secara sembarangan!"
Melody meringkuk. Ia tak suka menangis. Ia tak suka terlihat lemah. Namun, apapun yang berhubungan dengan masa depannya adalah segalanya.
"Sial, meski aku bekerja setahun dan tak memakai semua gajiku untuk jajan, hutang ini tetap tak akan bisa lunas. Aku tahu itu dengan pasti... Tapi ini keterlaluan! Ini jahat! Ini berlebihan! Aku sungguh menolak ini! Aku tak mau menjadi korban pernikahan yang tidak jelas!"
Melody meremas kasur spreinya.
"Tuhan, apa sudah tidak ada jalan lagi selain ini? Bisakah Kau membuatku menang dalam undian lotre? Aku mengirimkannya minggu lalu. Kuharap aku menang dan mendapatkan hadiah uang seratus juta itu!"
Buntu.
Peetaruhan kemenangan lotre dengan kemungkinan menang sepersekian persen itu sesungguhnya tak membuat Melody yakin.
.
.
.
Tok..tok..tok..
"Melody, maafkan ibu. Ibu tahu ini berat untukmu, tapi ibu sudah tidak tahu bagaimana cara mendapatkan uang untuk membayar hutang kita."
Tentu saja ada penyesalan yang amat dalam bagi seorang ibu yang sudah melukai perasaan anaknya. Apalagi Melody adalah anak tunggalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
Mohammad Sulthon
jd bingung aqnya thooor... dr awal dbahas lokasinya 4musim alias dijepang... tp.. tp... kok uang pecahanya di indo ya.... recehan 100rb an.... hhhhh
2020-10-19
0
Kamboja Kamboja
mau donk JD melody
2020-07-03
2
Thalia Tan
Pcy deh. Crutanya enggak pasaran. Alurnya enak diikutin
2020-07-02
0