"Ups, bodoh. Aku harus segera menghindar!" Batin Melody yang langsung berlari dari lab bahasa Inggris. Lari sejauh yang bisa ia lakukan.
Mendengar langkah kaki yang cukup keras, Yudha akhirnya mengejarnya. Sebelumnya ia sudah meminta Yura untuk pulang duluan.
Melody terus saja berlari. Merasa kakinya yang sudah tidak sanggup untuk berlari lagi, Melody masuk ke dalam kelas yang kosong dan berpura-pura tengah mendengarkan musik dengan HP-nya.
Tapi Melody salah, Yudha jauh lebih pintar darinya.
"Apa yang sudah kau dengar?" Tanya Yudha sambil memegang pundak Melody.
Melody melepas handset-nya dan menoleh ke arah Yudha. "Ya?"
Saat menoleh ke arah Yudha, mata Melody dan mata Yudha saling bertatapan sejenak.
Rasanya Melody pernah melihat sosok Yudha yang ada di depannya saat ini. Ya, benar dugaannya. Ia memang pernah bertemu dengan Yudha.
"Kau yang menabrakku di malam itu, kan?" Tanya Melody.
"Menabrakmu?" Tanya Yudha bingung.
"Iya menabrakku. Kau menabrakku dua hari yang lalu. Tepatnya saat makan malam di Bling Bling Cafe. Kau tahu, gara-gara kau aku jadi dipecat dari pekerjaanku." Jawab Melody.
Dipecat dari pekerjaan karena dirinya? Bling Bling Cafe? Dua hari yang lalu?
Yudha berpikir, otak jeniusnya meloading setiap hal yang bisa ingat dalam kurun waktu kemarin lusan, kemarin, dan hari ini.
Yudha mengingat kejadian dua hari yang lalu. Ia baru ingat jika ia menabrak seseorang dan lupa meminta maaf padanya. Ia terburu-buru karena mendapat kabar penusukan kakeknya.
"Oh, maafkan aku kalau begitu." Kata Yudha akhirnya.
"Cih, apa itu cara orang kaya meminta maaf?"
Memang harus seperti apa? Menurut Yudha, meminta maaf maka harus mengucapkan kata maaf pada orang yang ia salahi. Bukankah oa sudah benar?
Haruskah ia bertanggung jawab ketika kata maafnya dirasa kurang cukup?
"Kau cerewet sekali. Aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku. Tapi nanti. Sekarang jawablah pertanyaanku!"
"Apa?"
"Kau mendengarnya, kan?" Tebak Yudha.
Iya mendengarnya, tapi tentu saja Melody akan mengelaknya. Ia yakin sosok laki-laki di hadapannya ini tidaklah mudah untuk diajak kompromi. Ia harus memutar otaknya mencari cara yang tepat untuk mengelabuhi Yudha sang pangeran kampus yang katanya tampannya hanya muncul setiap seratus tahun sekali itu.
"Mendengar apa? Dari tadi aku sedang mendengarkan musik dari HP-ku. Aku tidak pergi kemana-mana. Bahkan meninggalkan kelas ini sedetikpun." Melody berbohong ala kadarnya.
"Aku tahu kau berdiri di dekat lab bahasa." Yudha menatap tajam mata Melody. Membuat Melody gelagapan karena tidak nyaman. Mata hitam itu menakutkan.
"Kau mungkin salah orang, Tuan. Aku sedari tadi tak beranjak dari dudukku."
"Aku yakin itu adalah kau. Cobalah kau bersin, aku bisa memastikannya setelah itu!" Pinta Yudha.
Aneh!
Ini orang sangat aneh!
Menyuruh bersin?
Menyuruh dirinya bersin untuk memastikan dirinya bukan orang yang menguping adalah contoh dari permintaan konyol yang pernah ia dengar sejagat raya ini dalam hidupnya yang penuh warna!
Apa Tuhan sedang bercanda dengannya?
Haruskah ia tertawa terbahak-bahak?
"Hah? Bersin? Dasar orang aneh!" Kata Melody. Siapa juga yang mau?
Dan bagi Yudha, dikatai aneh oleh orang lain, apa lagi seorang cewek adalah yang pertama kali dalam sejarah hidupnya. Di saat semua cewek-cewek di kampus memuja dirinya, tapi cewek di hadapannya ini berkata lain.
Apakah dirinya memang seaneh itu? Bunkah ia hanya meminta mengulangi cara bersin? Mengulang suara 'huachim' saja sudah cukup, kan? Apanya yang sulit? Apanya yang aneh?
Kok kesal ya
"Aku tidak aneh!" Sanggah Yudha.
"Itu aneh, Tuan! Tidak ada permintaan di dunia ini untuk mengulangi cara bersin!"
Masak sih? Yudha masih tak yakin jika permintaannya itu aneh. Haruskah ia meminta hal lain? "Cih! Katakan padaku, kau mendengarnya, kan?" Tanya Yudha akhirnya.
"Aku tidak mendengar apa-apa. Aku tidak mendengar pembicaraanmu dengan Yura!" Kata Melody.
Binggo!
Melody keceplosan.
Pembicaraanmu dengan Yura?
Bodoh, bagaimana bisa ia berkata seperti itu? Sama saja ia mengaku jika begini. Lalu apa yang ia lakukan dengan alasan-alasan tidak jelasnya itu? Sama sekali tidak berguna jika ujung-ujungnya ia keceplosan.
"Darimana kau tahu aku sedang berbicara dengan Yura kalau kau tidak melihatnya? Tidak hanya melihat, aku yakin kau juga banyak mendengar hal-hal yang tidak perlu kau dengar." Tebak Yudha.
Yudha menatap kembali Melody dengan tatapan yang jauh lebih tajam dari yang tadi. Ia harus membuat perhitungan jika Melody sampai menceritakan masalah ini pada orang lain.
Melody gemetaran. "..."
"Kalau sampai ada yang mengetahui hal ini, kau akan berurusan denganku. Mengerti?" Yudha sedikit mengancam.
"I..Iya. aku mengerti. Aku ti..tidak akan membocorkannya."
"Hm." Yudha berbalik hendak meninggalkan Melody.
Dengan cepat Melody mencegahnya. Ia bahkan tanpa sadar memegang tangan Yudha.
"Karena aku menjaga rahasiamu, kau juga tidak lupa dengan janjimu tadi, kan?" Kata Melody.
Yudha menghentikan langkah kakinya, ia berbalik ke arah Melody. Ia lalu melihat tangannya yang dipegang oleh Melody.
Melody yang tak sadar langsung melepaskan tautan tangannya. Ia merutuki dirinya yang tak terkendali itu.
Kenapa ia bisa memegang tangan Yudha dengan tiba-tiba?
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Yudha.
"Sebenarnya tidak masalah kau menabrakku waktu itu. Aku memang ingin keluar dari pekerjaanku. Tapi…" Melody tidak tahu mau bicara apa.
Apaan coba?
Melody sendiri tidak paham kenapa ia menjadi seperti ini. Bukankah ia hanya menginginkan ganti rugi?
"Kau mau minta ganti rugi berapa?"
"Cih, aku tahu kau kaya. Tapi jangan sembarangan menilai sesuatu dengan uang!"
"Iya. Cepat katakan kau ingin apa!"
"Tidak jadilah. Sampai jumpa." Kata Melody akhirnya.
Entah mengapa Melody berbicara seperti itu. Padahal otaknya menyuruhnya untuk meminta ganti rugi uang yang sangat banyak pada Yudha untuk membayar hutang.
Karena gara-gara Yudha ia dipecat dari pekerjaannya, sehingga ia tidak memiliki uang untuk membantu ibunya membayar hutang. Tapi otaknya benar-benar sedang tidak bisa berfikir logis.
Saat itu dimana hati bisa dihandalkan.
Hal yang sama dialami Yudha. Biasanya dia tidak akan menanggapi hal-hal ringan seperti ini, tapi rasa ibanya pada Melody meluluhkan fikirannya.
Sekali lagi, hati mengambil peran penting setiap keputusan yang dibuat.
"Lebih baik kau ikut denganku, aku akan membelikanmu makanan sebagai permintaan maafku tempo hari." Tawar Yudha.
"Benarkah?" Tanya Melody tidak percaya. "Kebetulan sekali aku sangat lapar."
Ia melewatkan makan siangnya.
"Kau bisa memesan apa saja."
"Benarkah?" Melody memastikan lagi.
"Hm."
"Tapi makan nasi ya. Aku sangat lapar."
"Apapun. Kau tunjukkan saja dimana tempatnya. Carilah tempat yang higinis dan sepi. Tak perlu kau tanya alasannya. Kau sudah tahu itu."
"Ok.." Melody tersenyum licik.
"Hn."
"Liat saja, memangnya aku akan dengan mudah memaafkanmu? Enak saja! Keberuntunganku masih berlanjut. Aku akan membuatmu membayar semua ini. Haha… Jahat sekali-kali juga tidak apa-apa. Bermain sedikit dengan laki-laki kaya ini rasanya asyik juga. Toh dia tidak akan bangkrut hanya mengeluarkan uang beberapa ratus ribu untukku."
Batin Melody menyeringai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
Jeny Juwan Alfa
pdhal ceritanya bagus bnget sampai ngulang 3x tp gk di lanjutkan ke anak2 mereka .sayang sekali padahal aku tunggu2 pasti lebih keren LG.
2023-12-22
1
Yenii Rohaenii
aku balik lagi nih😁
dari dua fatamorgana~
2020-07-06
0
Kamboja Kamboja
kaya Lee min ho dan gem Jandi..gohee soon
2020-07-03
0