"Ya Tuhan, kalau begini terus, aku benar-benar akan dipecat. Haduh. Telat! Telat!" Gerutu sepanjang jalan seorang gadis yang baru beranjak dewasa. Terus berlari menyusuri trotoar jalan tengah kota metropolitan. Dialah Melody Hwang.
Melody adalah seorang gadis yang ramah, ceria, dan sangat cuek dengan penampilannya. Selalu tampil natural dan menerima apa yang telah Tuhan anugerahkan padanya.
Disadari atau tidak, Melody memiliki tubuh ideal dan rupawan. Tak sedikit orang yang bilang bahwa dirinya itu cantik. Sangat malahan.
Tetapi apa responnya?
Melody bahkan tak pernah merespon, dalam benaknya hanya konsen dengan study-nya dan kerja sambilan untuk membantu menopang beban Ibunya.
Ayahnya sudah meninggal saat ia masih sekolah menengah pertama. Mulai sejak saat itu, ia tumbuh menjadi gadis yang tegar dan kuat.
Seorang mahasiswi ekonomi ini juga merupakan tipe gadis yang tidak gampang menyerah dengan keadaan yang sedang dihadapinya.
Selalu berusaha membuat orang di sekitarnya bahagia. Itulah dia, Melody sosok unik yang menarik yang berharap suatu saat akan menemukan sebuah kebahagiaan hidupnya. Setidaknya, juga kisah cintanya.
.
.
.
Jam tangan sudah menunjukan pukul 19:20, sekitar sepuluh menit lagi jam masuk kerja. Tempat kerja masih jauh. Sepuluh menit bukanlah waktu yang cukup untuk menempuhnya, sekalipun harus berlari kencang secepat pelari Olimpiade.
Sepanjang jalan, entah kata-kata apa yang Melody ucapkan, intinya berharap agar ia tidak terlambat masuk kerja lagi.
Lagi?
Ya lagi, ini bukanlah yang pertama ia terlambat masuk kerja, sudah sekian kalinya. Bukan ia yang tidak bertanggung jawab akan pekerjaannya. Bagaimanapun ia hanyalah manusia biasa yang berharap bisa dengan sempurna membagi waktunya.
Siang berkuliah dan malamnya bekerja. Siang hari, dia adalah mahasiswi yang kuliah di salah satu universitas ternama di kotanya, sedangkan malam hari, dia adalah seorang pelayan Cafe paruh waktu di Cafe elit di kotanya juga.
Berlari dan terus berlari, meski sudah tahu akan terlambat, tapi setidaknya sudah berusaha berangkat.
Lebih baik telat daripada tidak sama sekali? Ayolah, pepatah lama yang digunakan untuk sebuah alasan ketidak mampuan diri dalam berdamai dengan waktu.
Adakah yang berani memakai pepatah ini? Lebih baik datang lebih awal daripada tepat waktu.
Itu sungguh keren!
.
.
.
Saat di perjalanan, tiba-tiba Melody mendengar rintihan minta tolong. Suaranya sangat pelan dan melemah seiring waktu. Membuat bulu kuduk Melody berdiri menengang. Antara takut dan khawatir juga.
Tapi juga penasaran ingin tahu.
Karena merasa penasaran iapun mencari sumber suara tersebut, dan benar, di hadapannya terlihatlah seorang kakek yang terkapar lemah.
Kakek tua itu rebahan di trotoal jalan.
"Ya ampun, Kakek? Kakek! Hei kakek, sadarlah!" Kata Melody panik karena melihat kakek sudah pingsan.
"..." Kakek itu terkapar tak berdaya. Melody sudah tak bisa mendengar sepatah katapun keluar dari mulut si kakek.
"Haduuhh, kakek, sadarlah!" Melody yang gemetaran mencoba menyentuh tubuh si kakakek. Ia semakin gemetaran ketika mendapati tangannya berubah memerah dengan bau anyir.
"..."
"Astaga, darah? Kek, Kakek! Ya Tuhan, kumohon sadarlah, Kek! Apa yang harus kulakukan?" Lanjutnya yang mulai bingung.
"..."
"Bagaimana ini? Haruskah aku menolongnya dulu, lalu baru berangkat kerja?" Melody berpikir keras.
"..."
"Ah... suasana sepi, aku kan bisa pura-pura tidak melihatnya? Tapi, kalau kakek ini kenapa-kenapa bagaimana? Kalau kakek ini sampai meninggal, terus hantunya gentayangan mendatangiku dan meminta pertanggung jawaban karena aku tidak menolongnya saat dia hidup bagaimana? Ah, tidak-tidak, ayolah Melody, kau masih waras, kan? Ok, tolong kakek, urusan kerja nanti sajalah. Setidaknya aku masih punya hati."
Melody memutuskan untuk menolong kakek itu. Kakek tua yang tak ia kenal. Ia menelpon ambulance dan untungnya rumah sakit tak jauh dari tempat kejadian.
.
.
.
Prime Hospital.
"Tunggulah di luar, Nona! Kami akan berusaha menolongnya." Kata seorang suster.
Melody hanya bisa mengangguk dan suster perawat segera menutup pintu ruang oprasi.
Lampu ruang oprasipun menyalah ON.
Melody duduk di kursi tunggu dan berdoa demi keselamatan kakek. Meski ia tidak mengenalnya, tapi rasa khawatir terpancar jelas di raut mukannya.
Melody mencoba menenangkan dirinya. Apa yang baru saja ia alami tidak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya jika suatu saat akan mendapatkan pengalaman seperti ini.
Bertemu kakek misterius yang tertusuk?
Ini sangat menakutkan, dimana ia harus beroacu dengan jantunganya yang berdetak tak karuan. Ia gelisah, ia khawatir. Bagaimana jika terjadi hal buruk dengan kakek itu?
Bagaimana perasaan keluarga di rumah yang ditinggalkannya? Bukankah itu akan sangat menyedihkan? Ditinggal pergi kerja, pulang-pulang tinggal nama.
Melody menunduk, ia bahkan sampai mengeratkan kedua takupan tangannya dan kembali mengucapkan kata doa agar kakek yang ia tolong itu selamat.
"Tuhan, aku tahu yang aku lakukan selama ini hanya memohon dan memohon. Dengan kutanggalkan harga diriku, dengan dosa yang menggunung, mohon selamatkan nyawa kakek itu. Kumohon."
Melody ingat, jika ia tidak pernah tahu mengenai kakek kandungnya. Jika saat ini ia terbawa suasana, maka itulah kenyataannya. Mungkin seperti ini rasanya memiliki seorang kakek? Bolehlah dianggap seperti itu. Namun intinya, apapun yang Melody lakukan saat ini murni demi kemanusiaan.
.
.
.
Sekitar setengah jam, seorang suster keluar dengan wajah panik.
"Bagaimana keadaan kakek, Sus?" Tanya Melody.
"Kami butuh darah golongan A, pasien mengeluarkan banyak darah. Sayangnya kami kehabisan stok untuk golongan tersebut. Apakah Nona keluarganya?" Tanya Suster.
"Saya bukan keluarganya, tapi ambillah darah saya! Golongan darah saya juga A." Tawar Melody tanpa pikir panjang. Yang ia harapkan hanyalah sang kakek yang tertusuk parah itu selamat dan pulih agar keluarga yang menunggu di rumah tidak khawatir.
"Baiklah, mari ke laboratorium untuk mengikuti prosedur pendonoran darah! Kita tidak punya banyak waktu."
Melody mengangguk dan mengikuti suter menuju laboratorium.
Setelah mengikuti prosedur pendonoran darah, tubuhnya terasa sangat lemah. Ia harus beristirahat agar kondisi badannya stabil. Ini wajar dialami oleh pendonor darah, yang penting nyawa kakek tua selamat. Setidaknya itulah yang ada di benaknya.
"Bagaimana, Dok?" Tanya Melody usai mendapat kabar jika oprasi kakek itu sukses.
Dokter tersenyum. "Berkat darah Nona, kakek Nona selamat. Sekarang ia sedang tertidur karena obat bius." Jawab Dokter.
"Hah, syukurlah kakek selamat. Lega." Melody menghela nafas lega. "Sebenarnya dia bukan kakek saya. Saya hanya menolongnya."
"Hmm, rupanya masih ada kasih di tengah keegoisan kota ini."
"Ah, terima kasih, Dok." Dokter mengangguk dan meninggalkan Melody.
Setelah itu, rupanya ia teringat akan sesuatu.
"Astaga! Cafe?" Katanya menepuk jidatnya. "Jam sembilan malam lebih lagi. Ini sih bukan hanya telat, tapi telat banget!" Lanjutnya yang langsung beranjak menuju Cafe tempat ia bekerja. Ia berharap ia tidak akan dipecat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
🇪🇭🇲🇨n⭕⭕v!🇪🇭🇲🇨
💕😘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh💕
Salam kenal Kak Sata😘
Terimakasih sudah membuat cerita yang menarik.
Jaga kesehatan ya Kak Sata.
Jangan lupa makan dan minum agar sehat wal'afiat selalu💕
Semangat Berkarya Kak Sata💕💕💕
2021-03-12
0
Kucing_Imut
covernya itu Felix sama Lilian kan
2020-10-06
1
Couldra Gaming
hehey not bad
2020-09-24
0