Yudha berangkat menuju kampusnya bersama dengan pengawal pribadinya, Shuhei.
Hari ini ia mendapatkan jadwal siang, jadi ia bisa sedikit lebih santai. Tak perlu terburu-buru berangkat ke kampus. Tapi ada hal mendesak yang harus ia selesaikan hari ini juga. Dan hal mendesak itu memaksanya untuk siap dengan segala kemungkinannya.
Jawaban akan hal mendesak itu adalah kunci akhir dari segala keputusan yang akan ia ambil nanti.
.
.
.
Melihat Tuan Mudanya yang sedari tadi terdiam, berkutik dengan pikirannya sendiri membuat Shuhei khawatir.
"Anda baik-baik saja?" Tanya Shuhei. Ia tetap konsentrasi dengan stir mobilnya.
"Ah. Aku baik-baik saja." Jawab Yudha yang sejujurnya cukup kaget karena Shuhei tiba-tiba bertanya.
Namun ia mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya. Bagi Yudha, ia tidak boleh terlihat 'lemah' di hadapan orang lain. Bahkan terkejut sekalipun. Ini aneh. Sungguh aneh pola pikir dari Yudha. Bukankah ia bukanlah sebuah mesin tanpa hati?
"Anda hanya harus mengikuti kata hati Anda!" Sarqn Shuhei.
"Begitukah?"
Haruskah ia menerima saran dari 'pengawal' setianya? Shuhei bahkan sampai menasihatinya! Mengikuti kata hati? Memang itu harus seperti apa? Lalu, apa kata hatinya saat ini?
Apa hatinya bisa berkata?
Shuhei hanya mengamati Yudha dari kaca mobilnya. Yudha terlihat kebingungan. Ia tersenyum pelan. Tuan Mudanya itu memang harus lebih banyak belajar memahami diri.
"Kuharap Tuan Muda bisa memilih keputusan yang tepat tanpa harus menanggung penyesalan di masa depan." Batin Shuhei.
.
.
.
Sejujurnya Yudha cukup terbebani dengan permintaan kakeknya. Meski begitu, sedikitpun tidak mempengaruhi konsentrasi belajarnya. Tidak bisa diragukan lagi kejeniusan otaknya itu. Ia buktikan dengan menyelesaikan dengan baik setiap tugas yang dosen berikan padanya.
Yudha mengambil jurusan bisnis. Meski ia termasuk dalam fakultas ekonomi, tapi karena dia adalah cucu pemilik kampus jadi ia kuliah sedikit istimewa dibandingkan dengan mahasiswa lain di kampusnya. Kuliah sudah seperti les privat baginya.
Di kelasnya hanya berisi mahasiswa dari kalangan pengusaha besar saja. Bukan dari sembarangan orang dan sudah pasti background keluarganya adalah orang kaya.
Lebih dari itu, selain memiliki kelas sendiri, kelasnyapun berada dalam satu gedung yang terpisah dari mahasiswa lain. Dalam satu gedung itu tak hanya diisi para ahli waris perusahaan besar, tapi juga mereka dengan tingkat kemampuan otak yang mumpuni.
Mereka yang superiorlah yang pantas bertahta di istana kampus yang megah itu.
Kelasnya sangat mewah, menggunakan kursi empuk layaknya kursi direktur perusahaan dengan meja yang disetting sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan seperti kantor pribadi.
Selain itu, gedung istimewa itu juga dilengkapi dengan fasilitas super canggih. Laptop tiap bangku, elevator, WiFi super cepat, absensi sidik jari, dan masih banyak lagi.
"Astaga, kenapa jalan menuju toilet sangat sepi? Huh, menakutkan sekali kampus ini jika sepi. Benar-benar menyeramkan. Tahu akan seperti ini, harusnya tadi menerima tawaran Bebek untuk menemaniku." Batin Melody merutuki kecerobohannya.
Melody berjalan menuju toilet kampusnya. Saat itu hari sedang hujan, langit sangat gelap. Suasana di kampuspun juga ikut gelap, bahkan terasa sepi. Mungkin karena hari sudah mulai sore, sudah tidak begitu banyak mahasiswa yang masih tinggal di kampus.
"Kenapa tiba-tiba aku merinding? Jangan bilang nanti akan ada bayangan wanita di ujung kegelapan sana? Atau mungkin bayangan wanita di kaca toilet yang besar itu? Bayangan waniya yang akan mengagetkanku ketika aku sedang mencuci tangan di washtafle. Ih, kenapa semakin ke sini, semakin menyeramkan? Semakin horor juga?"
Saat Melody hampir sampai di toilet, langkahnya terhenti di depan salah satu ruangan kelas. Rupanya itu adalah lab bahasa Inggris. Ia mendengar suara orang tengah berbincang samar-samar dari dalam ruangan itu.
Pertama, dengan konyolnya ia menyangka itu adalah suara bisikan hantu. Karena penasaran ia mencoba mendekat ke arah suara yang ia dengar. Ia berdiri di balik pintu lab bahasa Inggris.
"Jangan bilang itu setan kampus? Sial, aku tahu aku penakut, tapi aku penasaran ingin memastikannya. Jika itu hantu beneran, aku akan menceritakannya pada Mia nanti." 😱
Melody kesal dengan cuaca yang gelap karena membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas wajah dua orang yang membuatnya penasaran.
"Kita jarang sekali berada di lab ini, bukankah di gedung kita memiliki lab bahasa yang jauh lebih baik daripada lab di sini?" Kata seorang cewek dengan lembut.
Bulu mata lentiknya menari mengikuti alunan tiap kedip mata indahnya.
"Aku menyukainya. Dari lab ini, aku bisa melihat taman kampus kita." Kata seorang cowok, Yudha.
Kazehaya Yudha, sang pangeran kampus yang sangat dikagumi oleh Mia, sahabat Melody.
"Ishh, ku kira kau tidak sempat memikirkan hal kecil seperti ini."
Yudha terdiam sejenak. "Yura, menikahlah denganku." Kata Yudha.
Menikah?
"Apa kau sedang berusaha mengajakku bercanda, Yudha-kun?" Tanya Yura dengan nada santai.
Sufix -kun dalam bahasa Jepang digunakan untuk memanggil seseorang yang sudah sangat dikenal.
"Aku tidak suka bercanda." Yura bangkit dari duduknya.
Yura menghampiri Yudha yang tengah berdiri di dekat jendela menghadap ke arah taman kampus.
.
.
.
"Tadi apa katanya? Yura? Yudha-kun? Yura siapa? Yudha-kun siapa? Aku seperti pernah mendengarnya. Diamana ya?" Batin Melody.
Melody semakin penasaran dengan pembicaraan dua insan yang sempat ia kira hantu itu. Ia harus mendekat lebih dekat lagi.
.
.
.
Yura merapikan kemeja yang Yudha pakai dengan kedua tangannya. Ia mengancingkan kancing baju Yudha yang lepas. Ia mengusap pelan bahu Yudha seolah membersihkan debu di baju Yudha.
"Menikah itu bukan hal yang mudah."
Kata Yura.
"Aku dijodohkan." Potong Yudha.
Yura berhenti merapikan baju Yudha.
"Kau mengajakku menikah, tapi kau belum pernah mengajakku berkencan."
"Aku tidak mau menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal."
Yura tersenyum manis. "Aku senang, ternyata hanya aku cewek yang bisa dekat denganmu."
"Hm."
"Tapi, jika aku harus menikah denganmu di usiaku yang masih sangat muda ini, sudah bisa dipastikan hidupku akan terkurung di istana megahmu. Aku belum siap untuk hal itu."
"..."
"Kau tahu cita-citaku belum sepenuhnya tercapai. Menjadi model professional adalah impianku dari kecil. Aku belum go international. Aku sudah setengah jalan menggapainya. Aku tidak akan menyerah pada mimpiku, Yudha."
"Baiklah, aku bisa mengerti." Yudha berkata datar.
.
.
.
"Yudha? Astaga, bukankah itu nama pangeran yang disebut-sebut oleh Bebek? Jadi dia orangnya? Sebentar, dia sedang melamar seorang cewek bernama Yura dan ternyata di-TO-LAK? Wah, apa jadinya kalau berita besar ini aku sebarkan? Apa aku akan dapat uang banyak? Aku pasti bisa terkenal. Haha." Batin Melody.
Karena ia terlalu berandai-andai, ia tidak sadar jika angin dingin begitu menggelitik hidungnya. Karena terasa sangat gatal, tanpa bisa menahannya Melodypun bersin dengan sangat kerasnya.
"Huuaacchhiimmm.." Sontak membuat Yudha dan Yura kaget.
.
.
.
"Siapa di sana?" Tanya Yudha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
Ifha Yuniar
kok kayak cerita.y princes hours ya
2020-08-03
1
Thalia Tan
Tolaklah org bakal sama our FL kok
2020-07-02
1
Neriza Aviana
Jodohnya mbak melody ya ditolaklah si yura itu 😂😂
2020-05-28
1