Melody berjalan santai saat menuju rumahnya. Rumahnya tidak begitu jauh dari Rumah sakit meski ia tak memakai bus umum. Membutuhkan waktu kurang dari tiga puluh menitan. Sekalian olahraga pikirnya.
Rumah Melody adalah rumah peninggalan ayahnya. Meski hanya sebuah rumah kecil dan sangat sederhana, tapi Melody sangat menyukai rumahnya itu. Kenangan dengan sang ayah membuatnya sangat nyaman dengan rumahnya.
Rumah sederhana itu adalah hasil kerja keras ayah dan ibu Melody, Tsuchiya Hwang. Sayang sekali, karena membutuhkan uang untuk membayar uang semesteran, ibunya harus menggadaikan rumah mereka.
"Ayah, aku pulang. Rumah ini masih sama. Cat rumah juga sama. Cat rumah peninggalan ayah. Jadi ingat dulu aku dan ayah mengecat rumah ini bersama. Aku terjatuh dan tersandung kaleng cat. Badanku kotor semua. Saat ayah mau menolongku, ayah ikutan terpeleset. Baju ayah juga ikutan kotor. Alhasil, ibu memarahi kita berdua." Batin Melody ketika melihat rumahnya dari kejauhan.
Ada rasa tak menentu ketika ia melihat rumah tua itu. Kenangan dengan sang ayah sulit ia lupakan. Apalagi ketika ia tengah sendirian seperti ini. Rasanya sangat sesak di dalam dada.
"Apapun yang terjadi, rumah ini haruslah dipertahankan!"
.
.
.
Sesampainya di depan rumah, Melody mendengar suara-suara gaduh dari dalam rumahnya. Dengan cepat ia berlari masuk ke dalam rumahnya.
Mata Melody terperangah melihat rumah kesayangannya itu sangat berantakan. Terlihat beberapa orang berbaju hitam tengah berjibaku dengan ibunya berusaha saling memperebutkan sebuah televisi jadul ukuran 14 inch.
Orang-orang itu adalah renternir. Ia kenal betul. Ini bukan kali pertama mereka merusuh di rumahnya untuk menagih hutang.
"Kalian? Apa yang kalian lakukan di rumahku, hah? Ibu ada apa? Kenapa mereka ingin mengambil barang-barang kita?" Tanya Melody nyerocos.
Ibu Melody masih saling rebut televisi dengan orang berbaju hitam itu. "Melody bantu ibu! Mereka ingin mengambil barang-barang kita!" Jawab Ibu Melody.
"Apa? Hei, kalian tidak bisa seenaknya saja mengambil barang-barang di rumah ini! Kalian fikir, kalian ini siapa, hah?" Teriak Melody berusaha menghentikan orang-orang berbaju hitam yang bisa disebut sebagai pengacau di rumahnya.
"Cih, hei Nona, jaga bicaramu! Jatuh tempo hutang kalian sudah habis. Jadi sah-sah saja jika kami melakukan semua ini. Ini sudah bagian dari perjanjian. Rumah ini dan seisinya sudah kalian gadaikan pada bos kami." Jawab Ketua Renternir.
"Tapi tidak bisa seenaknya saja kalian melakukan ini pada kami! Pergi kalian semua dari rumah ini!" Kata Melody kesal.
"Hei ibu tua, ajari anakmu itu sopan santun!"
"Sudah Melody, sudah!" Ibu Melody mencoba menenangkan Melody.
"Saya beri kalian waktu tiga hari untuk melunasi semua hutang kalian. Tapi jika dalam waktu tiga hari itu kalian tidak bisa melunasinya, kalian harus merelakan rumah ini beserta seluruh isinya kepada kami. Hmm, sepertinya gadis cantik ini bisa dijadikan tambahan untuk melunasi bunganya." Kata Ketua Renternir melihat ke arah Melody.
"Cih…"
"Jangan! Melody bukan bagian dari perjanjian!" Seru Ibu Melody.
"Kalian semua, kembalikan barang-barang mereka! Kita kembali tiga hari lagi!" Lanjutnya.
Para renternir itu meninggalkan rumah Melody dan ibunya. Menyisakan ruangan rumah yang begitu sangat berantakkan. Seperti kapal pecah.
"Baguslah jika kalian pergi. Pergi sana dan tidak usah kembali lagi! Menyebalkan! Menyebalkan!" Kesal Melody.
"Sudah, Mel! Sudah!"
"Kenapa hutang kita bisa memiliki bunga sebesar itu sih, Bu? Ini tidak sepadan dengan uang yang kita terima dulu! Kita harus lapor polisi!"
"Jangan! Kita sudah tanda tangan di surat perjanjian dulu. Apa kau tidak mengingatny"
Melody ingat itu. "Tapi kan, Bu.."
"Mereka bahkan terlibat dengan kelompok Yakuza di kota Tokyo. Kau tahu apa artinya itu, kan?"
"..."
"Kita dalam bahaya! Kita tak boleh meremehkan mereka! Mereka bukan lenternir biasa. Maafkan ibu, Mel. Maaf, harusnya dulu ibu cari tahu mereka seperti apa."
Melody meraih tangan ibunya. Ia menggenggamnya sangat erat. "Yang harusnya minta maaf itu aku, Bu. Andai saja aku dulu memilih tak melanjutkan kuliah, pasti tidak akan ada pinjam-meminjam pasa lenternir. Pasti rumah ini tidak dijadikan jaminan. Jika aku memilih bekerja, pasti rumah ini sudah diperbaiki. Ibu tak lagi harus susah payah menambal genting kamar ibu dengan plastik."
"Kau bicara apa sih, Mel? Tugas anak untuk sekolah dan belajar. Tugas orang tua adalah membiayai kebutuhan anaknya. Akan selalu seperti itu. Dengar, jangan pernah sekalipun kau menyalahkan dirimu atas semua hal yang terjadi pada kita. Itu menyakiti perasaan ibu, Mel.."
"Ibu maaf.."
________________________________________
Yakuza dari bahasa Jepang: (やくざ atau ヤクザ) atau gokudō (極道) adalah nama dari sindikat terorganisir di Jepang. Organisasi ini sering juga disebut mafia Jepang, karena ada kesamaan dengan bentuk organisasi yang asalnya dari Italia tersebut. (Wiki)
________________________________________
"Ibu, kita harus bagaimana? Apa kita bisa mendapatkan uang banyak dalam waktu tiga hari?" Tanyanya.
"Maafkan ibu, Melody. Ibu benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Tabungan ibu tidak sampai sebanyak itu."
"Melody akan berusaha membantu ibu." Melody memeluk Ibunya.
Jujur saja ia juga tidak tahu harus bagaimana. Cara apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan uang dengan jumlah yang sangat banyak dalam waktu singkat. Benar-benar sangat sulit.
.
.
.
"Hallo Tuan Besar, kami sudah menemukan gadis itu. Dia hanya tinggal dengan ibunya di rumah yang sangat sederhana. Di sebuah pemukiman pinggir kota, jalan Rinegan nomor 19. Menurut tetangganya, ayahnya sudah lama meninggal. Gadis itu masih kuliah semester enam dan mengambil jurusan manajemen. Kampusnya masih milik Emperor Group. Sekarang gadis itu tengah dalam masalah besar. Dia dan ibunya terlibat hutang dengan renternir." Kata Aron dari dalam mobil yang terparkir tak jauh dari rumah Melody.
"Bagus! Sekarang kau kembalilah dan tunggu perintah dariku selanjutnya!" Suruh Kakek Wijaya dari telopon selulernya.
"Baik Tuan Besar."
.
.
.
Rumah sakit Prime Hospital..
Kakek Wijaya baru saja mematikan ponselnya. Ia tersenyum memandang jauh arah depannya. Banyak hal yang muncul di kepalanya. Apa yang terjadi di dalam hidupnya itu sangat menggoda untuk diikuti. Bahkan dengan apa yang baru saja ia dengar dari Aron, pengawal setianya.
Otak jeniusnya yang tak melemah meski tubuhnya sudah merenta. Pemikiran cemerlangnya masih selalu ada dan tak pernah menghianatinya. Ia memiliki banyak rencana yang menari-nari untuk segera direalisasilan.
"Ini akan semakin menarik. Aku harus mengundang banyak orang untuk bermain di papan caturku! Dana gadis mudah itu, kau 'beruntung' masuk ke dalamnya karena undangan pribadiku. Persiapkan dirimu, karena sebentar lagi semua akan berubah! Kau tidak akan pernah bisa keluar dari permainan ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
Thalia Tan
Smoga aja melody enggak dimainin sama org2 kaya ini. Huhu
2020-07-02
0
Xaviera Anastasya
aku kok penasaran ya sama permainan kakek wijaya, moga moga melody nantinya baik baik aja.
2020-07-01
4
Treineke Makahiking
lanjut thor
2020-06-27
0