Para tokoh itu sama sekali tidak terkejut. Sejak awal mereka sudah tahu bahwa yang dikirim hanyalah wujud dari sebuah ajian. Sehingga yang menghadang mereka berupa sosok iblis.
Hal seperti ini sudah biasa terjadi. Baik dalam dunia spiritual maupun dalam dunia pendekar.
"Sepertinya mereka tidak memiliki jagoan lain sehingga hanya mampu mengirimkan iblis rendahan saja … hahaha …" Raja Tombak Emas tertawa lantang.
Suara tawanya disertai tenaga dalam hebat. Sehingga suara tersebut menggema ke seluruh penjuru Hutan Larangan. Bahkan saking saktinya, tanah di sekitar mereka sempat bergetar karena suara tawa datuk rimba hijau tersebut.
"Nyai, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" tanya Raja Tombak Emas dari Utara setelah selesai tertawa.
"Apa lagi? Tentu saja kita lanjutkan perjalanan untuk menuju ke markas utama mereka sebelum orang-orang keparat itu melarikan diri," jawab Nyai Tangan Racun Hati Suci.
"Kau benar. Baiklah, mari kita ke sana sekarang juga," teriak kakek tua itu lalu tertawa kembali.
Sambil tertawa, dia telah melesat ke depan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tahap sempurna.
Para tokoh lain hanya menggeleng-gelengkan kepala mereka menyaksikan tingkah laku kakek berwatak aneh tersebut.
Sementara di dalam sebuah bangunan besar, orang yang tadi mengirimkan dua iblis untuk menghadang rombongan Pendekar Tanpa Nama, saat ini dia sedang muntah darah.
Orang tersebut tiba-tiba terpental menabrak dinding. Darah masih keluar dari mulutnya. Seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Wajahnya pucat pasi.
"Dewi, sepertinya mereka bukan orang-orang biasa. Lebih baik kita hadapi langsung saja daripada terus seperti ini. Bagaimanapun kita berusaha menghadang mereka menggunakan berbagai macam ajian, rasanya percuma saja. Yang ada justru malah membuang waktu dsn tenaga," kata seorang kakek tua yang memakai tongkat dengan gagang tengkorak hitam.
Jumlah orang yang ada di dalam ruangan tersebut sekarang ada sekitar enam orang jika dihitung dengan si wanita cantik tadi. Saat mendengar si kakek tua berkata demikian, yang lainnya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju dengan ucapannya barusan.
"Benar kata dia Dewi," kata salah seorang.
"Ya, benar. Memang sudah saatnya kita harus turun tangan langsung sebelum anggota yang lain menjadi korban," timpal yang lainnya.
"Baiklah, baik, aku akan menuruti apa kata kalian. Kita akan bergerak keluar untuk menyambut kedatangan mereka," kata si wanita cantik yang disebut Dewi itu.
Semua orang segera berdiri setelah si Dewi itu selesai bicara. Namun, sebelum mereka bergerak, semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut dikejutkan oleh sesuatu.
"Brugg …"
Pintu ruangan hancur dijebol oleh seorang kakek tua. Serpihan kayu terlempar ke segala arah. Keadaan menjadi riuh. Untuk sesaat pandangan mata sedikit kabur karena debu dari kayu tadi.
Setelah keadaan kembali seperti semula, keenam orang yang tadi di dalam dikejutkan dengan kedatangan seorang kakek tua berpakaian biru tua sambil menyoren sebatang tombak di punggungnya.
"Raja Tombak Emas dari Utara …" desis seseorang di antara mereka.
Orang-orang tersebut cukup terkejut. Pantas saja semua usaha mereka selalu gagal, ternyata lawannya juga bukan orang sembarangan.
"Mau apa kau kemari tua bangka?" tanya si kakek tua yang selalu memegang tongkat tengkorak.
"Tentu saja aku ingin mencincang tubuhmu kakek bau tanah," timpalnya tidak terima disebut tua bangka.
"Kau yang bau tanah kuburan …"
"Diam keriput …"
Keduanya bertengkar mulut untuk beberapa saat. Mereka saling memaki satu sama lainnya.
"Diam!!!" teriak si Dewi.
Suaranya merdu namun lantang. Selain itu, suara tersebut seperti mengandung daya mistis yang sangat kental. Dua kakek tua yang tadi bertengkar mulut, kini secara mendadak keduanya langsung membungkam mulut.
Si kakek tongkat tengkorak celingak-celinguk pura-pura tidak tahu. Sedangkan Raja Tombak Emas dari Utara bersiul lalu bolak-balik keluar masuk. Sepertinya dia sedang menunggu yang lain sambil menahan rasa malu.
Tak lama, terlihat para tokoh yang lain telah tiba di depan sana. Mereka langsung bergerak cepat lalu bergabung dengan kakek tua itu.
Kedua belah pihak sudah berhadapan satu sama lain. Tatapan wajah masing-masing dari mereka menggambarkan kekesalan mendalam.
"Kakek, kau tidak papa?" tanya Pendekar Tanpa Nama kepada Raja Tombak Emas dari Utara.
"Tidak, kau tenang saja Cakra. Aku hanya gerogi," jawabnya berbisik.
"Kau gerogi kenapa?"
"Aku gerogi melihat wanita secantik dia. Coba lihat, bukankah sangat sempurna? Rasanya dia menang seurat dari kekasihmu. Ahh, aku jadi ingin kembali muda. Kalau masih muda, tak ada satupun wanita yang dapat menolakku. Hemm, sepertinya saat dia diciptakan, Tuhan sedang bahagia,"
Cakra Buana atau si Pendekar Tanpa Nama tahu bahwa wanita yang disebut Dewi tadi memang sangat cantik. Namun saat berhadapan dengannya, tak dapat dipungkiri kalau jantungnya berbedar.
Apalagi ketika wanita tersebut sama-sama menatapnya sambil melemparkan senyuman termanis yang mempesona.
"Kakek, kau benar. Dia cantik sekali, hemm … sayangnya berbeda jalan dengan kita," bisik Pendekar Tanpa Nama.
Dia tidak sadar bahwa sejak tadi, Bidadari Tak Bersayap menguping pembicaraannya.
"Kalau sejalan memangnya mau apa? Mau kau jadikan yang kedua? Cihh, pria memang sama saja," katanya ketus lalu membanting kakinya.
"Eh, tidak, tidak. Bukan begitu maksudku Sinta, kau salah paham," ucap Cakra Buana tiba-tiba ketakutan saat mengetahui bahwa kekasihnya mendengar semua pembicaraan.
"Terserah …" jawab wanita itu.
Kesalahan pria adalah sering membuat wanitanya cemburu. Wanita memang sanggup menahan rasa sakit, tapi pria harus ingat bahwa wanita tidak sanggup menahan rasa cemburu.
Namun kalau sedikit-sedikit cemburu, ceritanya beda lagi.
"Mau apa kalian kemari?" tanya si Dewi kepada rombongan Pendekar Tanpa Nama dan yang lainnya.
"Tentu saja ingin menghancurkan tempat ini dan membunuh seorang murid yang murtad karena telah mencuri semua pusaka gurunya,"
Sebuah suara nyaring dan lantang tiba-tiba terdengar jelas di telinga semua orang. Rombongan Pendekar Tanpa Nama tahu siapa suara itu, namun mereka juga kaget saat suara itu berkata demikian. Dan si wanita yang sering dipanggil Dewi, merasa terkejut.
Tetapi dia tidak kabur. Ekspresi terkejut pun hanya terlihat beberapa saat saja.
Nyai Tangan Racun Hati Suci.
Wanita tua itu telah tiba di hadapan semua orang. Amarah terlihat jelas di wajahnya. Tekanan tenaga dalam langsung terasa di sana.
"Guru …" kata si Dewi.
"Jangan panggil aku guru. Aku tidak pernah mempunyai murid murtad sepertimu. Sekarang aku telah kemari, semua orang tahu kalau aku sudah berangkat, maka mustahil jika pulang dengan tangan hampa," kata datuk rimba hijau tersebut.
Suaranya tegas. Gambaran seorang guru yang selalu mendisiplinkan muridnya terlihat. Wibawa sebagai seorang guru langsung terpancar dari wajahnya.
"Nyai, sebenernya siapa wanita itu?" tanya Bidadari Tak Bersayap tak kuat menahan rasa penasaran.
###
Maaf ya up nya kadang satu dua, maklum, aku buat novel on going dua. Di dunia nyata kerjaan banyak, sebisa mungkin bagi-bagi waktu wkwk.
Tapi kalau ada waktu, pasti up dua hehe
Bagaimana tanggapan kakang dan nyai tentang novel yang sekarang? Mhehe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 371 Episodes
Comments
Sikilman
mode bodoh on.
kwakwakwak..
2023-01-17
0
Danil Aleki
lumayan bagus
2022-11-21
0
rajes salam lubis
mantap
2022-07-09
1