Tubuh Dewi Anggrek Biru meluncur deras dan cepat seperti sebuah batu kerikil yang dilemparkan sekuat tenaga. Tubuh mulus itu baru berhenti setelah menabrak dinding bangunan tua.
Dinding tersebut jebol. Tubuh Dewi Anggrek Biru jatuh ke bawah dalam keadaan hancur. Darahnya mengalir dari setiap lubang di tubuh. Wajahnya pucat pasi seperti halnya mayat.
Dia tidak sanggup untuk bangun. Jangankan bangun, membuka matanya saja tidak kuat. Organ dalamnya terguncang. Sepertinya Dewi Anggrek Biru mengalami luka parah yang sangat sulit untuk dihidupkan.
Singkatnya, tidak ada harapan lagi baginya untuk hidup.
Para tokoh segera menyusul tubuh Dewi Anggrek Biru. Yang paling depan tentunya Nyai Tangan Racun Hati Suci.
Begitu melihat keadaan muridnya, serasa remuk hati wanita tua tersebut. Ada rasa sakit yang teramat sangat di dalam benaknya. Air matanya menetes.
Kelembutan hati seorang ibu, lebih lembut daripada apapun di dunia ini.
Dia jatuh berlutut di pinggir tubuh Dewi Anggrek Biru. Air matanya semakin banyak jatuh ke pipi.
Air mata yang bening. Air mata yang lembut. Selembut kasih sayangnya kepada wanita cantik tersebut.
Para tokoh lain telah tiba di sana. Tetapi tidak ada yang berkata di antara mereka. Semuanya diam membisu. Seakan mulut-mulut yang biasa meneriakan jurus dahsyat tersebut, dikunci oleh sesuatu yang sulit untuk di buka.
Semuanya tertunduk. Mereka merasakan apa yang dirasakan oleh Nyai Tangan Racun Hati Suci.
Terlebih lagi Pendekar Tanpa Nama.
Melihat kejadian memilukan seperti ini, dia menjadi teringat akan kejadian kurang lebih dua tahun lalu. Di mana dia juga pernah merasakan sesuatu seperti itu.
Rasa sakit. Rasa sedih. Rasa pedih. Semua yang dirasakan oleh Nyai Tangan Racun sekarang, dapat sangat dimengerti oleh Cakra Buana.
Kejadian paling pahit dalam sejarah hidupnya. Dia menjadi teringat saat bayangan kekasihnya tersenyum untuk yang terakhir kali. Saat tangan mulus itu bercampur darah dan berusaha membelainya pipinya.
Semuanya terkenang kembali. (Kok author agak enek ya pas nulis ini wkwkwk)
Walaupun Cakra Buana sudah terbilang pendekar kelas atas. Pendekar pilih tanding. Tapi tetap, dia adalah manusia.
Manusia yang mempunyai hati lembut.
Tanpa sadar, Pendekar Tanpa Nama menghilang dari pandangan semua orang yang ada di sana. Entah ke mana perginya.
Tidak ada yang dapat melihat bagaimana dia pergi dengan kecepatan seperti itu. Yang tahu hanyalah Raja Tombak Emas dari Utara seorang.
"Kau tunggu di sini, nanti aku kembali lagi," bisiknya kepada Bidadari Tak Bersayap.
Selesai berkata, dia langsung lenyap dari pandangan semua orang. Entah ke mana.
Sementara itu, Dewi Anggrek Biru saat ini sedang merintih menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Mulutnya bergerak, tapi tidak ada kata yang keluar.
Nyai Tangan Racun Hati Suci langsung menyalurkan tenaga dalam untuk membantu menguatkan wanita maha cantik tersebut.
Setelah menyalurkan tenaga dalam, barulah keadaan Dewi Anggrek Biru terlihat lebih baik.
"Gu-guru, Ibu …" kata pertama yang dia ucapkan adalah dua kata tersebut. Guru dan Ibu.
Tentu saja yang dia maksud adalah si datuk rimba hijau, Nyai Tangan Racun Hati Suci. Kalau bukan dia, siapa lagi?
"Kenapa nak, kenapa? Aku di sini," kata wanita tua itu lalu menggenggam erat tangan Dewi Anggrek Biru.
"Maafkan aku. A-aku mohon. Sebagai murid, aku telah murtad, aku memang pantas untuk mati. Sebagai anak, a-aku telah durhaka. Aku sangat berdosa kepadamu Ibu. Aku juga pantas untuk mendapatkan siksaan, tapi to-tolong maafkan aku. Aku ingin mati dengan tenang," ucapnya lemah penuh rasa kesedihan.
Semua orang menaruh iba. Tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa.
"Nak, sudahlah. Lupakan semuanya. Aku telah memaafkanmu, mari kita mulai dari awal lagi. Tanpamu, aku merasa kesepian," kata Nyai Tangan Racun sambil terus mencucurkan air matanya.
"Ti-tidak bisa Ibu. Waktuku sudah dekat. Se-selamat tinggal,"
Ucapannya selesai, kepalanya terkulai lemah.
Dia telah mati.
Dewi Anggrek Biru telah meninggalkan dunia ini.
Nyai Tangan Racun Hati Suci menangis. Kepergian wanita maha cantik itu membuat sakit di hatinya. Dia ingin menyalahkan diri sendiri, untungnya para tokoh yang ada mengingatkan dirinya dengan penuh kesabaran.
Sesaat kemudian, dia membopong jasad Dewi Anggrek Biru sambil terus menangis.
"Kalian semua, terimakasih karena telah membantuku. Untuk beberapa waktu ke depan, mungkin aku akan menutup diri dari dunia ramai. Tolong jaga dunia persilatan, sampaikan salamku kepada si tua bangka. Sampai jumpa,"
Sebelum para tokoh tersebut menjawab, wanita tua itu telah lenyap dari pandangan. Tidak ada yang menghalanginya. Semua orang yang ada di sana hanya menggelengkan kepalanya.
Entah perasaan apa yang kini ada dalam benak mereka.
"Setiap kematian selalu membawa kesedihan," gumam Kakek Sakti Alis Tebal.
Pertempuran di Hutan Larangan telah selesai sepenuhnya. Tidak ada lagi suara bentakan dari mulut para pendekar.
Yang ada hanyalah kesunyian.
Suara binatang malam, satu persatu mulai terdengar kembali. Kelelawar mulai berterbangan di angkasa.
Pertempuran yang melelahkan. Hasilnya tidak sia-sia. Kemenangan berhasil mereka raih walaupun harus jatuh korban.
Ini artinya, dunia persilatan di Tanah Jawa telah aman kembali. Setidaknya untuk saat ini. Badai yang mengganas, dalam waktu dekat sudah pasti dapat dihilangkan sepenuhnya.
Ular kalau sudah tidak ada kepalanya, niscaya tidak akan mampu untuk hidup lebih lama.
Begitupun dengan sebuah organisasi.
Ya benar, Organisasi Tengkorak Maut telah lenyap. Markas pusat berhasil dibasmi oleh para pendekar.
Dunia persilatan aman. Setidaknya aman dari gangguan organisasi yang selama ini membawa ancaman.
Namun walaupun begitu, sudah pasti masalah lain akan bermunculan di kemudian hari. Entah itu karena dendam kesumat, karena nafsu, atau karena hal lainnya.
Yang jelas, masalah di muka bumi tidak akan pernah ada habisnya. Selama dunia belum hancur, selama itu pula masalah akan terus bermunculan.
Para tokoh berdiskusi sebentar tentang langkah apa yang harus mereka lakukan.
"Lebih baik kita hancurkan tempat ini supaya tidak dijadikan lagi sarang para iblis. Selain itu, hancurnya bangunan tua ini bisa menjadi sebuah pertanda bahwa Organisasi Tengkorak Maut telah musnah," kata Tuan Santeno Tanuwijaya penuh rasa gembira.
Semua tokoh mengangguk. Usul yang dikatakan olehnya mendapat persetujuan dari semua orang.
"Kau benar. Namun sebelum itu, ada baiknya kita geledah dulu isi di dalam. Siapa tahu terdapat harta yang tersimpan. Kalau iya, kita bisa menggunakannya untuk membantu sesama. Atau kalau tidak menyantuni keluarga para anggota yang telah gugur," ujar Kakek Sakti Alis Tebal.
Mereka mengangguk kembali.
Setelah semuanya setuju, orang-orang tersebut segera masuk ke dalam bangunan tua yang menjadi markas utama Organisasi Tengkorak Maut.
Mereka menggeledah seisi ruangan. Apa yang menurutnya berharga, pasti mereka ambil.
Walaupun bangunan tersebut terlihat sangat tua, tapi di dalamnya masih tampak kokoh. Bahkan penuh dengan ornamen-ornamen antik dan mahal harganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 371 Episodes
Comments
rajes salam lubis
mantap pp
2022-07-10
1
Muhammad Muzakki
و
2021-09-03
1
Abu Alfin
salam hangat dari
Cinta Asteria & Isyaroh
🙏🙏🙏
2021-06-14
3