Cakra Buana tersenyum menyeringai. Wajahnya berubah menjadi bengis dan penuh kesombongan.
Dia memang sengaja melakukan hal tersebut.
Terkadang, sombong memang sangat diperlukan.
Kau harus lebih sombong saat menghadapi orang yang sombong.
"Niatnya memang begitu. Sayangnya, kematian tidak mau menghampiriku. Mungkin Malaikat Maut sendiri takut padaku. Buktinya saat aku jatuh ke jurang, aku masih hidup. Yah, semoga saja kalian sanggup mencabut nyawaku. Aku sudah bosan hidup," ujar Cakra Buana yang sebenarnya sedang mengejek musuh mereka sendiri.
Sebelas lawannya merasa sangat geram sekali. Bagi mereka, ucapan pendekar muda itu sangat sombong. Kelewat sombong malah. Karena menurutnya, Cakra Buana justru sama saja menantang Sang Hyang Widhi.
Itu anggapan mereka yang hanya berpikiran sempit.
Justru sebaliknya, lika tokoh yang ada di sana malah tersenyum melihat kelakuan pendekar muda tersebut. Termasuk Tuan Santeno sendiri.
"Ternyata selain sakti, kau juga pintar dalam berkata, bocah," kata Raja Tombak Emas dari Utara.
Yang lainnya mengangguk. Mereka juga setuju dengan ucapan kakek tua itu.
"Bocah keparat. Sombong betul perkataanmu. Mulutmu memang pantas untuk dirobek. Nah, kalau kau memang cari mampus, kenapa tidak serahkan secara baik-baik saja nyawamu?"
"Itu lain cerita. Selama aku punya tangan dan bisa melawan, kenapa tidak bertindak? Kalau kedua tangan dan kakiku tidak bisa melawan, barulah kalian boleh mencabut nyawaku," jawab Pendekar Tanpa Nama.
Mereka kembali kesal. Secara tidak langsung, Pendekar Tanpa Nama jelas menantang mereka. Seolah dia mengatakan "kalau kalian mampu, silahkan bunuh aku".
"Banyak bicara kau, aku akan mengantarkanmu ke neraka …" kata seorang pendekar kelas atas dari Organisasi Tengkorak Maut itu.
Belum selesai perkataannya, orangnya sudah menerjang Cakda Buana. Telapak tangannya mengirimkan hantaman yang mengandung tenaga dalam besar.
Serangkum angin menerjang Pendekar Tanpa Nama. Namun sebelum serangan aslinya tiba, dia telah lebih dulu bergerak dengan sangat cepat.
Hanya satu kali kaki itu menjejak tanah, orangnya telah menghilang dari pandangan. Serangan pertama luput dari sasaran.
Pendekar tersebut tidak tinggal diam.
Dia pendekar kelas atas. Kekuatannya kita sudah tidak diragukan lagi. Hanya dengan membalikan tubuh, sebuah serangan jarak jauh kembali dia lancarkan.
Tujuannya ke balik batang pohon yang cukup besar. Sinar biru tua meluncur deras sebesar tangan.
"Blarr …"
Pohon tersebut langsung hancur berkeping-keping. Daunnya berterbangan rontok dan layu.
Pendekar tersebut bukan sembarangan melancarkan serangan. Pohon yang dia tuju barusan sudah jelas menjadi tempat persembunyian Pendekar Tanpa Nama.
Namun anehnya, pendekar muda itu justru tidak tampak batang hidungnya. Dia sama sekali lenyap dari pandangan.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti di mana keberadaan Cakra Buana atau si Pendekar Tanpa Nama.
Saat si pendekar itu kebingungan, mendadak dia merasakan adanya sambaran angin menderu tajam dari belakangnya.
Dua buah daun kering melesat secepat kilat bagaikan luncuran anak panah.
"Clapp …"
Pendekar tersebut berhasil menangkapnya saat membalikan badan. Namun akibatnya, dia juga harus terdorong satu langkah.
Pihak lawan tercengang. Hanya dengan memakai daun saja, rekan mereka mampu terdorong. Bagaimana jika tangannya langsung yang menyerang?
"Bangsat. Kalau kau punya nyali, turun dan hadapi aku. Bocah keparat," kata pendekar itu geram karena tidak kuasa menahan malu.
"Banyak bicara, kerahkan semua rekanmu. Kita selesai urusan ini dengan segera. Aku tidak suka basa-basi bersama manusia rendshan seperti kalian," kata Cakra Buana sambil melayang turun dari dahan pohon yang dia hinggapi.
Begitu kedua kakinya menginjak tanah, sepuluh orang pendekar segera maiu menyerang.
Tapi orang-orang di sisinya juga tidak tinggal diam saja.
Bidadari Tak Bersayap langsung mengambil bagian. Tiga pendekar kelas atas Organisasi Tengkorak Maut dia hadang menggunakan Pedang Cantik dari Kahyangan.
Cahaya biru berkelebat menghambat gerakan tiga pendekar. Untung bahwa keduanya bukan pendekar kelas bawah. Melihat cahaya biru melesat ke depan mereka, dengan sigap tongkat dan pedang yang menjadi senjatanya langsung bergerak menangkis.
"Trangg …"
Benturan pertama terjadi. Bunga api berpijar menyala di tengah kegelapan Hutan Larangan.
Berbarengan dengan itu, Tuan Santeno si Tangan Tanpa Bekas Kasihan juga ikut bergerak. Tangan yang kerasnya bagaikan baja murni itu langsung merangsek ke depan menangkis tiga senjata lawan.
"Trangg … trangg …" dua kalo terdengar benturan bagaikan benda keras bertemu.
Ketiga pendekar tergetar.
Beberapa saat lalu selama Pendekar Tanpa Nama bicara dengan orang-orang Organisasi Tengkorak Maut, secara diam-diam Tuan Santeno mengumpulkan kembali tenaga dalamnya yang sudah banyak terbuang.
Untungnya Cakra Buana seolah mengerti. Pendekar muda itu sengaja mengulur waktu untuk beberapa saat. Sehingga sekarang, tenaga Tuan Santeno telah kembali pulih.
Akibatnya seperti yang terjadi saat ini.
Tiga batang senjata berhasil dia tangkis tanpa bergeser sedikitpun.
Seolah kedua kakinya telah di paku ke dalam bumi hingga mampu berdiri dengan sangat kokoh.
Sedangkan Pendekar Tanpa Nama sendiri, saat empat pendekar menyerangnya, dia tidak mundur dan tidak maju.
Pendekar Tanpa Nama hanya menarik kaki kanannya ke depan dan menarik kaki kirinya sedikit ke belakang.
Tangan kanan yang memegang pedang langsung dalam posisi bersiap.
Posisi kuda-kuda sekokoh gunung telah siap. Kalau sudah seperti ini, walau diterjang ombak sekalipun, Pendekar Tanpa Nama yakin bahwa dirinya mampu untuk bertahan.
"Blarrr …"
"Trangg …"
Kalau tadi hanya terdengar bunyi benturan batang logam, maka kali ini terdengar bunyi benturan sekaligus ledakan dalam waktu bersamaan.
Bunga api dan gelombang kejut menyatu dalam suasana menegangkan ini.
Empat pendekar yang menyerang Cakra Buana tergetar. Mereka tersentak saat menyadari kehebatan pendekar muda itu.
Ketiga orang pendekar saat ini sudah memulai kembali pertarungan mereka yang sesungguhnya.
Para tokoh berdiri menyaksikan pertempuran yang baru saja berjalan ini. Terlebih lagi Nyai Tangan Racun Hati Suci.
Wanita tua itu sangat penasaran akan kemampuan Cakra Buana. Dia belum pernah melihat pendekar muda itu bertarung secara langsung sebelumnya.
Saat ini ketika mendapatkan kesempatan, tentu dia tidak akan melewatkannya begitu saja.
Pertarungan para anggota rombongan hampir selesai. Dua puluh anggota menjadi korban dalam pertempuran melawan anggota Organisasi Tengkorak Maut.
Tiga puluh orang sisanya berhasil menyelamatkan nyawa mereka masing-masing. Walaupun memang sebagian di antara mereka yang mengalami luka. Tapi dapat dipastikan tidak akan ada yang bakal kehilangan nyawa.
Pertarungan dua pendekar muda berhasil menyita perhatian semua orang yang hadir di sana. Bahkan si pemimpin dari para pendekar juga turut menyaksikan.
Terlihat dia beberapa kali menampakkan perasaan terkejut. Sekarang dia percaya betul bahwa ketenaran dan julukan besar Pendekar Tanpa Nama, memang bukan isapan jempol belaka.
Beberapa kali dia kaget saat melihat empat orang-orangnya berhasil dipukul mundur dalam beberapa kali gebrakan.
Bagi pendekar muda seusianya, hal tersebut mungkin mustahil. Tapi bagi Cakra Buana tentu tidak mustahil.
Kalau dia sudah mengeluarkan kekuatannya hingga tujuh puluh persen, memangnya mereka dapat bertahan lama? Apalagi kalau dia sudah mengeluarkan Pedang Naga dan Harimau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 371 Episodes
Comments
akp
owh ternyata cerita lanjutan 😁
baca cerita awal dulu biar nyambung, bye
2022-08-16
3
akp
apakah cerita ini adalah cerita lanjutan dari cerita lain atau memang seperti ini awalnya?
2022-08-16
4
rajes salam lubis
mantap thor
2022-07-09
2