Secepat kilat, dua tokoh tersebut melesat menggunakan ilmu meringankan tubuh mereka yang sudah mencapai taraf sempurna. Hanya sekejap mata, tempat itu telah sepi kembali.
Tak ada siapapun di sana kecuali suara binatang malam yang mulai ramai bersuara kembali. Suasana sepi sunyi. Seperti halnya suasana hati tanpa adanya seorang kekasih.
Udara malam menerpa. Rembulan bersinar terang bersama awan yang mulai terang kembali. Bintang bertaburan di atas sana.
Dua buah bayangan masih melesat secepat terjangan angin menembus gelapnya Hutan Larangan.
Sementara itu, empat tokoh yang sudah mempunyai nama dalam dunia persilatan bersama beberapa anggota yang membawa mayat pahlawan di pundak mereka, kini telah berhasil keluar dari gelapnya Hutan Larangan.
Mereka terus berlari tanpa henri menggunakan ilmu meringankan tubuh. Namun gerakannya sedikit di perlambat, selain merasa kasihan kepada para anggota yang sudah mulai kelelahan, para tokoh tersebut juga sengaja supaya dua rekan mereka lainnya bisa menyusul.
Perjalanan para tokoh tersebut tidak mendapatkan suatu rintangan apapun. Semuanya berjalan lancar seperti yang diinginkan.
Mereka berhenti di sebuah halaman hutan yang cukup luas. Dari sini, jarak untuk menuju ke Hutan Larangan setidaknya memakan beberapa waktu.
"Apakah Kakang Pendekar Tanpa Nama dan Raja Tombak Emas baik-baik saja?" tanya Bidadari Tak Bersayap kepada para tokoh yang ada di sana.
Dari wajahnya, jelas terlihat bahwa gadis maha cantik itu merasa sangat khawatir akan keadaan kekasihnya.
Mendengar pertanyaan tersebut, para tokoh itu ingin sekali tertawa. Namun sebisa mungkin mereka menahannya karena takut menyinggung perasan Bidadari Tak Bersayap.
Walau bagaimanapun juga, para tokoh tersebut pernah mengalami masa muda. Mereka paham betul bagaimana perasaan Bidadari Tak Bersayap saat ini. Mungkin kalau di ingat kembali, orang-orang itu juga pernah berada di posisi seperti gadis maha cantik tersebut.
"Kau tenang saja nak, siapa yang berani menghalangi perjalanan mereka? Dan siapa pula yang dapat mengalahkan keduanya jika sudah menggabungkan kekuatan? Rasanya di Tanah Jawa ini, tidak akan ada yang dapat mengalahkan mereka jika sudah bekerja sama. Bahkan aku sendiri pun sangsi," kata Tuan Santeno Tanuwijaya yang diangguki oleh para tokoh lainnya.
Bidadari Tak Bersayap termenung. Dia tidak menjawab pernyataan Maha Guru Perguruan Tunggal Sadewo tersebut. Alasannya tentu karena dia tahu bahwa apa yang diucapkannya barusan tidak membutuhkan sebuah jawaban apapun.
Mereka masih menunggu kedatangan Pendekar Tanpa Nama dan Raja Tombak Emas dari Utara. Setelah beberapa saat, akhirnya para tokoh tersebut merasakan adanya hawa lain yang amat kental.
Walaupun masih terasa jauh, tetapi mereka semua tahu bahwa hawa tersebut berasal dari dua sahabatnya.
"Mereka datang," ucap Kakek Sakti Alis Tebal.
"Benar, mereka telah datang," timpal Pendekar Belati Kembali membenarkan ucapan kakek tua tersebut.
Tidak lama setelah keduanya selesai bicara, terlihat dua bayangan berkelebat di antara pohon-pohon besar. Kecepatan dua bayangan itu sangat cepat sekali. Beberapa saat kemudian, dua tokoh yang telah mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba juga di sana.
"Kau lama sekali kakang. Aku sangat mengkhawatirkanmu," ujar Bidadari Tak Bersayap begitu Cakra Buana tiba di sana.
"Maafkan aku Sinta. Tadi ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan," jawab Pendekar Tanpa Nama.
"Haishh, baiklah sudah lupakan saja. Yang penting sekarang kau telah ada di sini,"
Mereka semua beristirahat untuk beberapa saat lamanya. Setelah tenaga telah kembali pulih, orang-orang tersebut segera melanjutkan perjalanannya kembali.
###
Lima hari semenjak kejadian di Hutan Larangan sudah berlalu, semua tokoh yang ikut ke sana telah berkumpul lagi di Perguruan Tunggal Sadewo. Perjalanan yang mereka lakukan tidak terlalu terburu-buru. Sehingga sampai kembali di perguruan pun sedikit lebih lama.
Saat ini suasana malam hari. Para tokoh utama yang kemarin ikut ke Hutan Larangan untuk membasmi Organisasi Tengkorak Maut, kini sedang berkumpul bersama di balairung Perguruan Tunggal Sadewo.
Mereka sedang bicara ringan sambil membahas terkait langkah selanjutnya yang akan mereka lakukan. Terlebih lagi membersihkan seluruh antek-antek Organisasi Tengkorak Maut yang masih sempat terlihat berkeliaran di daerah-daerah sekitar.
"Kau tenang saja, sepulang dari sini, aku akan menyuruh sebagian anggota Organisasi Pelindung Negeri untuk membereskan sisanya. Aku rasa seminggu kemudian, mereka yang tersisa akan lenyap. Dengan begini, keadaan bisa kembali aman seperti sedia kala," ucap Kakek Sakti Alis Tebal kepada Tuan Santeno.
"Apa yang dikatakan oleh beliau memang benar. Tuan jangan terlalu memikirkan sisanya, aku juga akan menyuruh rekan-rekan pendekar lainnya untuk membantu membersihkan sisa anggota Organisasi Tengkorak Maut. Kalau seekor ular kepalanya sudah buntung, maka aku yakin sisanya akan segera mati," ucap Pendekar Belati Kembar memberikan sedikit kata-kata kiasan.
Semuanya mengangguk. Mereka semua telah menentukan langkah ke depan. Ada rasa bangga dalam hati mereka sebab apa yang diharapkan ternyata berhasil diraih walaupun dengan pengorbanan.
Namun tidak ada yang bersedih atas gugurnya para anggota di medan pertempuran.
Karena mereka tahu bahwa apapun di dunia ini, sudah pasti membutuhkan pengorbanan. Entah itu waktu, bahkan jiwa maupun raga. Untuk mencapai tujuan kecil seperti ingin makan saja harus ada perjuangan. Apalagi sebuah tujuan yang jauh lebih besar?
"Kalau kalian ingin segera kembali pulang, pulanglah lebih dulu. Aku tidak mau pulang sekarang. Mungkin tiga hari lagi aku akan mengadakan duel penentuan," kata Raja Tombak Emas dari Utara.
"Maksudmu?" tanya Tuan Santeno Tanuwijaya keheranan.
"Aku akan berduel dengan seseorang,"
"Benarkah? Siapa lawanmu kali ini?"
"Pendekar Tanpa Nama," jawab kakek tua itu sambil melirik Cakra Buana.
Semua orang berpaling wajahnya menjadi ke pemuda yang dimaksud. Mereka bukan tidak tahu, hanya saja merasa lupa. Lagi pula semua orang tidak ada yang menyangka bahwa rencana duel tersebut memang serius.
Padahal sebelumnya baik Tuan Santeno Tanuwijaya maupun yang lalinnya, beranggapan bahwa ucapan duel itu hanya candaan belaka. Tak nyana, ternyata kedua tokoh yang terlibat benar-benar ingin membuktikannya.
"Cakra, apakah apa yang dikatakan Raja Tombak Emas itu benar?" tanya Tuan Santeno kepada Cakra Buana.
"Benar paman. Seperti yang kita sepakati sebelumya. Aku akan berduel menggantikan posisi paman Giwangkara Baruga. Sebagai sahabat, aku rela bertaruh nyawa untuknya. Dia saja berani mempertaruhkan nyawa untukku, masa aku tidak berani. Sahabat macam apa aku ini," tegas Pendekar Tanpa Nama.
Walaupun bicaranya terdengar serius. Tapi dapat ditebak ada perasaan lain dalam benaknya.
"Kapan kalian akan berduel?" tanya Kakek Sakti Alia Tebal.
"Seperti yang dikatakan sebelumnya. Tiga harian lagi," jawab Cakra Buana.
"Di mana?"
"Di dekat malam Pendekar Pedang Kesetanan,"
"Kau yakin mampu mengalahkan si tua bangka ini?" tanya Kakek Sakti Alis Tebal memastikan.
"Tidak terlalu yakin. Tapi kalau belum dicoba, bagaimana kita bisa mengetahuinya? Toh aku juga percaya bahwa Raja Tombak Emas tidak akan mengambil keuntungan lain," jawab Cakra Buana dengan mantap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 371 Episodes
Comments
rajes salam lubis
mantap
2022-07-10
1
Mr Aw
Lanjutken
2021-08-26
1
Abu Alfin
sampai sini dulu Thor
salam hangat dari
Cinta Asteria & Isyaroh
🙏🙏🙏
2021-06-14
3