"Srett …"
Pinggang bagian kiri lawan robek besar akibat sabetan Pedang Cantik dari Kahyangan milik Bidadari Tak Bersayap.
Darah segar langsung menyembur keluar. Orang yang menjadi korbannya seketika langsung berlutut sambil memegangi pinggang yang terluka parah tersebut.
Tanpa membuang kesempatan emas, Bidadari Tak Bersayap menyerang lagi.
Sebuah tusukan pedang dia lancarkan dengan sangat cepat.
"Slebbb …"
Hanya sekali bergerak. Hanya satu kali tusukan.
Pedang Cantik dari Kahyangan menembus jantung seorang lawannya.
Saat pedang dicabut, darah kembali membanjiri tubuhnya bersamaan dengan darah yang sebelumnya terus keluar dari pinggang.
Saat seperti itu, konsentrasi Bidadari Tak Bersayap hanya terfokus pada satu orang itu saja. Dia tidak melihat keadaan di sekelilingnya. Bahkan mengawasi keadaan sekitar saja tidak.
Sehingga wajar jika dia tidak menyadari adanya bahaya yang sudah sangat mengancam nyawanya.
Seorang pendekar yang menjadi lawannya menyerang dia dari arah belakang. Pedang yang digenggang orang tersebut meluncur deras melancarkan tusukan yang amat cepat sekali.
Para tokoh terlambat menyadari hal tersebut. Mereka ingin menolong, tapi rasanya sudah kalah satu langkah.
Untung bahwa pada saat-saat menentukan hidup dan mati seperti itu, Pendekar Tanpa Nama tidak kehilangan konsentrasi.
Secepat kilat dia langsung melemparkan Pedang Naga dan Harimau ke arah orang yang berniat menyerang kekasihnya dari belakang tersebut.
"Wushh …"
Cahaya merah darah melesat cepat. Hanya dalam satu kedipan mata, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan oleh penyerang itu akhirnya terjadi juga.
Dia pendekar kelas atas. Kekuatannya juga sudah bukan main-main lagi.
Sayangnya kali ini dia bernasib sial. Orang tersebut tidak melihat luncuran pedang milik Pendekar Tanpa Nama.
Dia hanya melihat sekilas sinar merah meluncur deras ke arahnya.
Tak ada rasa sakit. Tak ada rasa perih.
Tetapi tiba-tiba gerak tubuhnya mendadak berhenti. Padahal pedangnya tinggal dua jengkal lagi akan mengenai punggung Bidadari Tak Bersayap.
Sayangnya pedang tersebut tiba-tiba terhenti begitu saja. Mendadak punggungnya terasa dingin. Ada benda dingin memasuki punggungnya.
Begitu melihat sedikit ke bawah, ternyata sebuah pedang telah menembus tubuhnya.
Pendekar tersebut tidak mampu lagi berkata walau satu ucapan sekalipun. Mulutnya hanya terbuka lebar dan tangan kanannya menunjuk ke arah Pendekar Tanpa Nama.
Seolah rasanya dia ingin mencaci Pendekar Tanpa Nama karena pedangnya telah menusuk tubuhnya.
Sayangnya dia sudah tidak sanggup berkata apa-apa lagi.
Jangankan berkata, berdiri pun sudah tidak bisa. Perlahan dia berlutut. Nafasnya tersengal-sengal karena menahan rasa sakit.
Detik selanjutnya, orang itu langsung ambruk ke tanah dengan darah yang membasahi pakaiannya. Dia tewas saat itu juga.
Hebatnya, setelah pendekar kelas atas itu tewas, Pedang Naga dan Harimau justru melayang kembali ke genggaman Pendekar Tanpa Nama dengan sendirinya.
Kini lawan Bidadari Tak Bersayap tinggal satu orang saja. Dia tidak ingin berlama-lama dalam pertarungan kali ini, apalagi dirinya sudah terbakar oleh api amarah karena diserang dari belakang oleh lawan.
Bidadari Tak Bersayap langsung menerjang satu orang lawannya. Pedang Cantik dari Kahyangan menari di bawah gela malam. Sinar biru terang berkelebat indah. Benturan logam keras terdengar lagi.
Dia masih menggunakan jurus Menyapu Ombak Membuang Sedih di Hati. Jurus itu semakin hebat saat digunakan dalam keadaan marah besar seperti sekarang ini.
Sehingga baru lima belas jurus saja, pendekar kelas atas Organisasi Tengkorak Maut itu telah merasa terdesak.
Bidadari Tak Bersayap meluncur deras. Pedang pusaka yang dia genggam di getarkan sehingga terlihat banyak di mata lawan.
Begitu jaraknya sudah dekat, dia langsung memutarkan tubuhnya lalu menebas leher orang tersebut.
"Srettt …"
Cahaya biru berkilat menerangi malam untuk sesaat. Setelah itu terdengar jerit memilukan.
Orang yang menjadi lawannya tewas mengenaskan. Lehernya hampir buntung karena tebasan Pedang Cantik dari Kahyangan.
Bidadari Tak Bersayap menghela nafas dalam-dalam. Dia membersihkan pedangnya lalu menyarungkannya kembali.
Tidak jauh dari posisinya berdiri, Tuan Santeno Tanuwijaya si Tangan Tanpa Belas Kasihan juga sedang bertarung melawan tiga pendekar.
Pertarungan mereka sudah melebihi tiga puluh jurus. Sayangnya belum ada yang sanggup mendesak Tuan Santeno.
Sebaliknya, perlahan tapi pasti orang tua itu justru mulai unggul dan menguasai jalannya pertarungan
Jurus Dewa Bumi Menghancurkan Langit Membalik Gunung masih digelar. Dengan jurus itu, dia jadi mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.
Janhanlan melawan tiga orang, melawan sepuluh orang pun dia berani jika sudah menggunakan jurus tersebut. Walaupun dia bakal kalah, dia tetap percaya kepada jurusnya.
Karena bagi Tuan Santeno, jurus Dewa Bumi Menghancurkan Langit Membalik Gunung adalah jurus yang sangat istimewa.
Benturan tangan dan kaki menggema ke seluruh isi hutan. Bentakan nyaring keluar dari mulut mereka masing-masing.
Tuan Santeno menerjang ke depan. Kaki kanannya memberikan sapuan ke arah tiga lawan lalu di susul dengan serangan pukulan beruntun. Semua itu dia lakukan dengan gerakan secepat kilat.
Sehingga ketiga lawannya merasa kewalahan dan sulit untuk menahan gempuran.
"Plakk …"
Satu orang pendekar berhasil dihajar. Hantaman keras dari tangan kanannya bersarang telak di rahang orang tersebut. Saking kerasnya, darah seketika mengucur. Bahkan wajahnya langsung melepuh.
Si Tangan Tanpa Belas Kasihan tidak tinggal diam. Dia melesat kembali lalu memberikan tendangan dari sisi kanan ke kiri.
"Plakkk …"
Tendangannya berhasil lagi. Rahang tadi menjadi sasaran utama seperti sebelumnya.
Pendekar tersebut terlempar hingga menabrak pohon. Luka pertama saja masih sakit, sekarang di tambah dengan yang lebih sakit lagi.
Lengkap sudah penderitaannya.
Untungnya dia langsung tewas karena tenaga dalam yang terkandung dalam tendangan tadi terhitung besar. Andai tidak tewas, mungkin saat ini dia akan mengeluh karena sakit yang dideritanya.
Pertarungan dilanjut kembali. Sepak terjang si Tangan Tanpa Belas Kasihan semakin menjadi. Kedua tangannya seperti hujan yang turun ke bumi. Bedanya, kalau hujan menurunkan air tanpa henti, sedangkan tangannya menurunkan serangan tanpa berhenti.
Dua tangan itu seolah berubah menjadi ribuan banyaknya. Belum lagi sodokan kaki yang bisa datang kapan saja.
Pertempuran lanjutan ini tidak berlangsung lama. Hanya dalam dua bela jurus, Tuan Santeno Tanuwijaya telah berhasil membunuh kedua lawannya.
Luka yang sama, rasa sakit yang sama.
Keduanya tewas karena pukulan Tuan Santeno bersarang telak di jantungnya.
Kini lawan yang tersisa hanyalah si pemimpin. Itupun dalam keadaan sedikit ketakutan. Lututnya terasa lemas dan keringat dingin telah membasahi punggungnya.
"Kenapa kau tidak kabur?" tanya Cakra Buana dengan sorot mata yang tajam. Tangan kanannya masih menggenggam erat Pedang Naga dan Harimau.
"Untuk apa aku kabur? Toh percuma juga, aku tidak bisa kabur dari sini," jawabnya mencoba mengumpulkan keberanian.
"Bagus, kalau begitu tunjukkan di mana pemimpinmu berada," pinta Cakra buana.
"Untuk apa aku harus menuruti permintaanmu?"
"Untuk menyelematkan nyawamu,"
"Kau pikir aku takut mati?"
"Hmmm …" jawab Cakda Buana hanya mendehem.
"Walaupun harus mati sekarang, aku telah siap untuk mati,"
"Bagus. Kau yang meminta, aku yang akan mengabulkan," tegas Cakra Buana.
###
Maaf ya kalo beberapa chapter ini hanya bertarung, karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ini puncak perjalanan Cakrw Buana di Tanah Jawa. Kalau tidak ada urusan lain, mungkin akan langsung ke negeri Tiongkok untuk menunaikan titah gurunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 371 Episodes
Comments
rajes salam lubis
lanjutan terus
2023-03-14
1
rajes salam lubis
lanjutkan
2023-03-13
1
Trisna Tris
lanjut thor.... ceritanya tambah asyik dan tambah keren abis.....
2022-09-15
2