🌺hem... 🌺
* * *
Arya keluar bersamaan dengan mereka yang juga baru saja resmi menyelesaikan study S1 .
Senyum bahagia menghiasi wajah mereka semua yang baru saja menerima gelar sarjana.
Tak lama kemudian , pak Handoko pun terlihat keluar dari gedung tempat acara tersebut diselenggarakan.
Ditengah obrolan bersama teman seperjuangannya, tanpa sengaja pandangan Arya tertuju pada sang mama yang berada diluar dengan kedua tangan memegang buket bunga dan boneka.
Bu Alin tampak berdiri dengan pandangan kearah gerbang keluar.
Arya pun melihat kemana arah pandangan itu tertuju.
Dan meski dari kejauhan, ia masih bisa melihat dengan jelas pada Lia yang tengah naik ke bonceng sepeda motor .
Arya segera menghampiri sang mama, begitupun pak Handoko.
Bu Alin berbalik. Dilihatnya suami dan anaknya sudah berada di belakangnya. Namun Arya tampak melihat kearah yang baru saja ia lihat tadi.
Arya merogoh saku celananya untuk mengeluarkan handphonenya .
'tutttttttt.. tutttttttt.. ' suara panggilan telpon terdengar.
" siapa yang kamu telpon ? "tanya bu Alin menatap Arya dengan kesal. Ia sudah bisa menduga siapa yang tengah anaknya coba hubungi.
Karena sepertinya Arya tadi sempat melihat Lia yang baru saja pergi.
Arya mengakhiri panggilan yang berkali-kali ia coba lakukan , namun tak kunjung diangkat.
Ia berdecak kesal, ingin rasanya ia banting handphonenya itu ke lantai.
Seketika matanya tertuju pada buket dan boneka yang ada ditangan sang mama.
" apa tadi Lia kesini ? " tanya Arya pada sang mama.
" iya . tapi katanya dia buru-buru mau berangkat kerja " jawab bu Alin yang kemudian melangkah ke arah tong sampah yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.
" mama ! mau mama apakan itu.. itu dari Lia kan? " Arya dengan cepat menyusul langkah bu Alin dan segera merebut buket dan boneka itu sebelum sang mama membuangnya ke tempat sampah.
" mau mama buang!
kenapa ?!!
Lagian untuk apa juga kamu terima barang gak berguna kaya gini !
ingat aku Arya ! kamu uda janji sama mama untuk lanjutin s2 ke Inggris "
"iya, ma... Tapi itu gak ada hubungannya sama Lia "
'' cukup, Arya. Mama gak bisa lagi bersabar !
Jadi mama minta sekarang juga kamu berhenti berhubungan dengan dia.
Awalnya mama kira kamu cuma iseng aja, tapi setahun , dua tahun, tiga tahun dan kamu masih saja berhubungan dengan dia. Apa si yang buat kamu gak bisa lepas dari dia ?"
" memangnya apa yang salah dengan Lia, ma? "
Keduanya sama-sama meninggikan volume suara mereka. Dan tak menyadari jika sudah menarik perhatian beberapa pasang mata hingga menatap penuh tanya kearah mereka.
" cukup kalian berdua !!! kalau masih mau membahas soal gadis itu , lakukan dirumah.
Jangan ditempat umum seperti ini. Bikin malu saja kalian ini "
lerai pak Handoko dengan menahan tinggi suaranya.
Ia lalu mengambil langkah terlebih dahulu menuju tempat dimana mobil mereka terparkir dan
meninggalkan istri dan anaknya yang masih saling beradu tatap.
" maafin Arya, ma " ucap Arya lirih. Ia sadar jika tadi Ia telah berteriak pada sang mama.
Kedua mata Bu Alin tampak memerah. Ia merasa kesal dan terluka.
Karena bukan hanya semakin sering membantahnya saja, Arya kini bahkan sampai berani meneriakinya didepan umum.
* * *
Sementara itu, di basemen parkiran di mall tempat dimana Lia berkerja.
Mina yang tengah membonceng sang kakak, terlihat baru saja memarkirkan motornya .
Lia pun turun dan melepas helem .
Tak lupa sebelum beranjak dari sana ia menepuk pundak sang adik sambil mengucapkan berterima kasih .
" kak " panggil Mina pada Lia yang langsung berbalik saat tadi kakinya baru saja akan melangkah.
Lia tersenyum penuh menatap adiknya itu, seakan menunjukkan jika ia baik-baik saja.
Padahal adiknya itu sudah dapat membaca bahasa tubuh sang kakak . Mina merasa ada yang salah sejak Lia keluar dari gerbang ,tempat diselenggarakannya acara wisuda tadi.
Dering panggilan masuk kembali terdengar dari ponselnya.
Ini sudah yang kesekian kalinya dan tak sekalipun Lia menyambutnya.
Lia melihat sesaat pada layar handphonenya. Dan ia biarkan saja sampai panggilan itu berakhir dengan sendirinya.
" Kak Arya ? " tanya Mina yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapannya.
Lia mengangguk, ia lalu menyerahkan alat komunikasi jarak jauh itu pada Mina.
" kamu bawa , ya. Nanti kalo ada apa-apa , telpon aja ke restoran "
" kenapa ? " Mina masih enggan mengambil benda tersebut.
Lia terdiam.
" aku sempat liat tadi kakak bicara sama seorang wanita.
Dia mamanya kak Arya ,ya ? "
Lia mengangguk lagi. Ia mengulum kedua bibirnya. Lalu mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.
" kenapa, kak.. Kalo emang ada yang salah kenapa gak diakhir saja, si ? " Mina ternyata sudah bisa menebak masalah klise sang kakak.
Pastilah mengenai status dan derajat antara si kaya dan si miskin .
" gak semudah itu, Min " Lia kini tertunduk menahan getir.
" mumpung belum jauh, kak.
Kita ini cuma alas kaki aja bagi mereka, gak selevel buat mereka.
Aku gak mau kalau nanti kakak terluka.
ingat pesan mamak, kak.
kita bole miskin, tapi harga diri harus dijunjung tinggi . Jangan sampai diinjak-injak "
" iya kakak tau itu " kini Lia hampir tak bisa menahan air matanya.
Kedua matanya sudah merah, begitupun dengan wajahnya.
" aku tau.. Aku gak semestinya ikut campur. Tapi aku juga gak mau kalau nanti liat kakak disakiti "
" kakak baik-baik aja, kok.
Makanya kamu kuliah yang benar, jadi orang yang bisa dibanggakan biar gak berakhir kaya kakak "
" memang kenapa dengan kakak?
gak ada yang salah dengan kakak..
Hanya karena kita terlahir dari keluarga sederhana bukan berarti kita gak gak pantas mendapatkan hal yang layak kaya mereka "
Lia mengangguk. Kali ini ia tak dapat lagi membendung air mata yang kini mulai menetes di kedua pipinya.Namun dengan cepat ia hapus menggunakan salah satu telapak tangannya.
" uda, cukup ngobrolnya.
Mina mau kuliahkan ?
Sana gih, nanti telat lagi masuk kelasnya "
" kakak selalu gitu.. selalu menanggung semuanya sendiri.. berbagilah, kak setidaknya denganku ''
Lia menangguk mengiyakan.
'' apa sesulit itu untuk lepas dari kak Arya "
" dia terlalu baik, Mina. Baiiiiik banget sama kakak.
Logikanya aja gak mungkin gak ada perempuan yang gak jatuh hati sama laki-laki kaya dia. . Apalagi perempuan kaya kakakmu ini " Lia kembali menghapus air mata yang tak mau berhenti mengalir.
Mina mendesah berat, ia kesal. Rasa sayang yang begitu besar pada sosok yang sudah banyak mengorbankan banyak hal untuknya itu, membuatnya tak terima jika nanti kakaknya harus menahan semua rasa sakit karena hubungan dengan Arya.
Namun ia tak tau harus melampiaskan kemana. Ke Arya ? Mana mungkin. Seperti kata Lia tadi .
Jika pria itu terlalu baik, ia perhatian dan hampir selalu ada untuk Lia. Jadi tak ada alasan untuk marah kepadanya.
" setidaknya, cobalah untuk merubah sedikit penampilan kakak ini " Mina yang sudah tak tau lagi harus berkat apa lagi.
" sayang duitnya.. paket perawatan kecantikan itu mahal, tau !
kakak tunggu kamu kerja aja ,ya ?
baru nanti mikirin cantik " Lia tertawa kecil.
Mendengar itu Mina menggelengkan kepala. Ia tak percaya, jika disaat seperti ini Lia masih saja bisa bercanda.
Namun mendengar candaan tadi membuat Mina tak dapat menahan diri untuk ikut tertawa .
" titip kamu aja, kakak lagi gak mood mau balas atau angkat telponnya.
Nanti kamu bilang aja kalo hp kakak ketinggalan dirumah " Lia menarik tangan Mina, memaksa adiknya itu untuk mengambil handphone dan meletakkannya ditelapak tangan Mina.
Lia melambaikan tangannya saat Mina berlalu dari tempat parkir.
" kamu seharusnya cuma fokus sama kuliahmu, aja Min.
Gak usah ikut-ikutan , apalagi mau terlibat dalam masalah kakak "
* * *
Entah mengapa Arya merasa begitu kesal, belum selesai dengan semua ocehan sang mama yang terus menekan agar menyudahi hubungannya dengan Lia, kini kesalnya bertambah karena puluhan panggilan telponnya yang tak kunjung dijawab Lia.
' prank' Arya melempar handphone yang baru saja sebulan lalu ia beli itu pada kaca lemari pakainya.
Bukan cuma benda pipih itu saja yang hancur tak berbentuk lagi, kaca lemari bajunya pun pecah hingga menjadi serpihan-serpihan kecil yang berhamburan dilantai.
' brak' pintu dibuka dengan kasar.
Seketika pandangan Arya tertuju pada sosok yang muncul dari balik pintu yang memang tak terkunci.
" Arya !!! " suara lantang Pak Handoko memenuhi seisi ruang tidur itu.
Wajah pak Handoko merah padam.
Saat mendengar suara pecahan benda tadi, ia cemas.
Dan dengan langkah buru-buru ia segera naik dari lantai utama rumah ke lantai tiga menuju kamar Arya .
Arya menatap sesaat pada sang papa.
Lalu terduduk ditepian ranjang tidurnya yang berukuran king size .
" kenapa denganmu, Arya ? Apa kamu uda gak waras ? Tidakkah cukup dengan berteriak pada mamamu tadi siang ?
Lalu sekarang kamu lampiaskan dengan membanting barang " pak Handoko tampak murka melihat anaknya yang mulai tak bisa lagi mengendalikan diri.
" Arya capek, pa..tiap hari yang dibahas selalu hubungan Arya sama Lia.
Uda sering dan selalu Arya bilang.
Kalo Arya sama Lia itu cuma jalan biasa...
Dan lihat sendirikan kalo Arya bahkan lulus dengan nilai memuaskan.
Apa itu gak cukup ngembuktiin ke mama dan papa , kalo Lia gak sedikitpun memperngaruhi konsentrasi belajar Arya ? "
" tapi ini bukti lainya Arya.. kalo hubungan kalian ini justru membuat keluarga kita selalu dipenuhi pertengkaran .
Semenjak kamu menjalin hubungan sama Lia kamu dan mamamu, selalu saja terlibat perdebatan dan itu selalu tentang Lia "
Arya terdiam sesaat.Bukan karena ia kalah berargumen, tapi ia mencoba tenang. Ia tak mau semakin dinilai anak yang bangkang pada kedua orang tuanya.
Ia menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Berulang kali ia lakukan sampai ia merasa benar-benar sudah dapat mengontrol emosinya.
" maaf, pa "Ucap Arya melihat kedua mata sang papa yang juga mulai terlihat mereda dari amarahnya tadi.
Arya beranjak dari duduknya ,kemudian ia berjalan menuju kearah pintu .
Dimana terdapat sebuah gantungan yang ia gantungkan jaket, helm dan kunci motornya disana.
Ia ambil ketiga barang itu dan langsung mengenakannya.
" mau kemana, kamu Arya.. Bukannya kamu harus bersiap buat berangkat besok? " sang papa terlihat mulain kembali tersulut amarah yang sama.
Dengan posisi membelakangi sang papa, Arya terlihat mendongak , memejamkan matanya dan menghela nafas panjang.
Arya lalu mengalihkan pandangan kearah dua koper besar yang ada disisi ranjangnya .Koper yang berisi semua keperluan yang akan ia butuhkan selama menempuh pendidikan s2 nya di Inggris .
Beberapa bulan lalu Arya sudah mendaftarkan diri disalah satu universitas disana. Selain itu ia juga merupakan salah satu dari sekian ribu pendaftaran yang berhasil mendapatkan beasiswa berprestasi.
" Arya kira papa berbeda. Yang melihat seseorang bukan dari mana dia berasal " ucap Arya yang hanya mengesampingkan wajahnya.
" papa hanya gak mau kamu nanti akan menyesalinya, nak.
Bukan satu atau dua kasus terlanjur memliki hubungan seperti ini yang pernah papa lihat.
Pada akhirnya mereka harus memilih, dengan mengorbankan satu dari dua hal yang sama berartinya "
" Arya aja belum mikir sampai di situ, pa.
Masih jauh dari semua hal yang papa khawatirkan.
Saat ini Arya benar-benar hanya pengen jalanin apa yang hati Arya inginkan "
" Arya kamu sudah dewasa, sudah seharusnya berpikir jauh kedepan.
Perjalananmu masi panjang nak..jangan hanya terpaku pada satu orang saja"
...
" Arya mau keluar dulu, pa. Masih ada beberapa urusan dikampus yang harus Arya selesaikan, sebelum Arya berangkat besok "
Pak Handoko pun hanya bisa menahan marah sambil menatap kepergian Arya dari hadapannya.
Di lantai bawah, Bu Alin terlihat berdiri dilantai utama rumahnya.
Kepalanya mendongak keatas dengan tangan berpegangan pada pegangan tangga yang menjulang hingga ke lantai tiga rumahnya itu.
Wajahnya tampak panik setelah mendengar suara benturan benda tadi. Ditambah lagi suaminya yang dengan langkah dan qajah tak biasa naik untuk memeriksa apa penyebabnya.
Sambil bergumam, ia berharap. Jika anak dan suaminya itu tak terlibat pada hal yang paling ia takutkan. Pertengkaran atau bahkan perkelahian.
Dan ketika ia melihat Arya turun seorang diri dengan mengenakan stelan yang siap untuk keluar, bu Alin justru bertambah cemas.
Arya baru saja menginjakkan kakinya dilantai, setelah menuruni anak tangga terakhir .
Dan dengan cepat bu Alin memutar tubuh, berjalan mengekori laju langkah kaki anaknya itu menuju pintu keluar rumah.
" Arya, kamu mau kemana nak ? " suara Bu Alin terdengar lembut membujuk.
" kampus " Arya tak memperdulikan sang mama dengan tetap berjalan menuju tempat dimana motor maticnya terparkir.
Ia yang sudah menaikinya, langsung menghidupkan mesin dan pergi berlalu begitu saja.
Bu Alin menatap nanar . Ia merasa nyeri saat melihat tatapan dingin dari sorot mata anaknya tadi.
Karena biasanya,Arya akan selalu berpamitan dan tak pernah lupa memberi kecupan penuh sayang di dua pipinya.
Baru saja akan berbalik, bu Alin tersentak saat melihat suaminya sudah berada dibelakangnya.
Wajah pak Handoko tampak sama tak bersahabatnya seperti yang Arya tunjukan tadi.
Menikah selama 23 tahun, ia tau betul jika suaminya itu tengah dilanda marah.
Ta pa bicara apa-apa, sang suami mengambil langkah menuju halaman samping rumah mereka.
Dimana berjajar rapi 4 buah mobil di sana.
" pa, papa mau kemana ?" bu Alin setengah berlari menghampiri sang suami.
Pak Handoko menghentikan langkahnya ketika pintu mobil sudah ia buka.
" papa harus menemui gadis itu "
'' tapi kalo Arya tau, dan dia tambah marah gimana pa ?''
'' papa harus bicara dengannya.. Sebelum hubungan mereka berjalan semakin jauh dan itu akan semakin sulit untuk diselesaikan "membelai lembut lengan sang istri, mencoba menyalurkan ketenangan. Ia tau jika istrinya itu tengah mencemaskan anak dan juga dirinya.
Meski memiliki sifat yang sama penyabar dan juga lembut ,namun baik Arya maupun Pak Handoko juga sama-sama memiliki sisi lainnya .
Ayah dan anak itu sama akan nekatnya jika sedang terobsesi pada satu hal .
Menyadari jika darah dagingnya itu memiliki sifat yang sama dengan dirinya, mau tak mau ia pun terpaksa harus melakukan sesuatu .
Pak Handoko menatap dalam kedua mata sang istri, dan sekali lagi ia menganggukkan kepalanya. Mencoba meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
ia kecup kening sang istri . Setelah itu iapun masuk ke dalam mobil dan pergi.
* * *
'' Lia, ada yang nyariin tu '' panggilan pada Lia yang tengah berada di dapur sedang mencuci piring.
Bayu , pria berusia 40 tahun yang berstatus duda adalah manager restoran tempat Lia berkerja .
Jam makan siang baru saja selesai.
Suasana di restoranpun tampak sepi, hanya terdapat beberapa pengunjung saja yang ada di dalamnya.
Tidak seperti satu jam yang lalu, dimana semua meja baik yang ada di dalam maupun diluar restoran penuh oleh pengunjung yang datang untuk makan siang.
Lia sudah selesai dengan tugas mencucinya.
Sambil berjalan ia lalu melepas celemeknya dan meletakkanya diatas pelantaran tempatnya mencuci piring tadi.
Tak lupa Lia juga menyempatkan untuk memperbaiki rambutnya yang sedikit berhamburan kemana-mana.
" siapa, pak? dimana ? '' tanya Lia pada Bayu yang berdiri dipintu masuk restoran .
Bayu menunjuk kearah seorang pria berkemeja kotak-kotak yang duduk di meja yang terletak diluar ruangan .
Lia pun bergegas dengan sedikit mempercepat langkahnya.
Semakin dekat ua semakin yakin, jika yang tengah duduk menunggunya adalah pak Handoko.
Lia tau siapa pria yang terlihat sedang menyeruput kopi hitam dari cangkir putih yang menggantung ditangan kanannya itu.
Jika tadi ia tampak begitu tergesa-gesa, kini Lia justru terlihat memperlambat langkahnya.
Ia berjalan dengan kepala sedikit tertunduk dan juga menyampingkan pandangannya kesamping.
Ia mencoba memperhatikan dirinya dari pantulan kaca yang sedang ia lewati.
'' selamat siang ,om '' sapa Lia saat kedua kakinya berhenti sejajar tepat di hadapan pak Handoko.
" Lia ,ya ? "
Lia mengangguk.
" ada yang mau saya bicarakan dengan kamu, duduklah " pak Handoko menatap dirinya sesaat lalu kembali menyeruput kopi miliknya hingga habis.
Lia menarik kursi dan duduk .
Mau apa ayah dari Arya itu datang menemuinya, Dan darimana ia tau tempat Lia berkerja ? Isi kepala Lia dipenuhi pertanyaan seperti itu. Namun satu hal yang pasti.
Ia tau jika kedatangan ayah dari sang pujaan hati pasti tentang hubungannya dan Arya.
" saya langsung saja. kamu juga pasti sudah tau siapa saya "pak Handoko dengan menegakkan duduknya.
Lia mengangguk lagi, ia tak berani menatap wajah pria yang meski sudah berusia 55 tahun namun kegagahannya tak kalah oleh mereka yang berusia 30 an. Wajah tampan dan tubuh yang sudah ia wariskan pada Arya.
" Arya akan berangkat besok ke Inggris untuk melanjutkan studi s2 nya disana " ucap pak Handoko yang membuat Lia seketika menegakan kepalanya.
Liat terkejut.
Karena memang ia belum mengetahui hal tersebut.
Padahal biasanya jika ada hal apapun Arya akan memberitahukannya jauh-jauh hari .
Dengan mendengar hal itu dari mulut orang lain ,membuat Lia merasa kesal.
" apa Arya tidak mengatakannya padamu? " pak Handoko yang memperhatikan raut wajah gadis yang duduk didepannya ini, seakan dapat membaca apa yang tengah Lia pikirkan .
Lia terdiam, yang justru membuat Pak Handoko dapat akhirnya menemukan celah.
" kamu seharusnya sadar, kalau hubungan kalian selama ini tidak seistimewa yang kamu kira.
Jadi saya akan langsung saja ke inti pembicaraan.
Jauhi Arya.
Karena dia harus fokus menata masa depannya.
Biarkan dia belajar dengan tenang ''
'' ... ''
'' dan satu hal lagu yang perlu kamu ketahui, Lia.
Bahwa semenjak Arya berhubungan denganmu, suasana dirumah saya selalu dipenuhi perdebatan dan pertengkaran.
Jadi saya minta dengan sangat ,agar kamu tau posisimu.
Kamu sama sekali tidak ada artinya dan sampai kapanpun tidak akan pernah saya anggap ada "
Lia tampak meremas ujung seragam kerjanya yang berwarna coklat .
Hatinya perih mendapat sebutan demikian , harga dirinya sekan tengah diinjak-injak.
Lia mencoba tetap tenang, ia menarik nafas panjang berkali-kali untuk mengumpulkan semua keberanian yang ia punya saat ini.
" maaf, jika saya lancang om.
tapi saya akan menunggu sampai Arya sendiri yang mengakhirinya dengan saya "
* * *
Arya terlihat baru saja memarkirkan motornya.
Dan saat itu juga ia melihat Mina yang tengah berjalan menuju pintu masuk pusat perbelanjaan.
Mina pasti datang untuk menjemput Lia, begitu pikir Arya.
Ia pun langsung mengambil langkah cepat untuk dapat menyusul gadis yang senantiasa memangkas pendek rambutnya itu.
'' Mina.. " panggil Arya yang membuat si empunya nama langsung melihat ke arahnya.
Mina menghentikan langkahnya.
" Mau jemput kakak, ya ? "
Mina mengangguk sambil memperhatikan Arya yang sedikit berkeringat karena tadi harus berlari untuk dapat mengejarnya.
'' biar aku aja yang nganter dia pulang.
O, ya. Seharian kok aku coba menghubungi kakakmu berkali-kali tapi gak angkat ? kenapa,ya ? apa ada sesuatu ? "
" haruskah aku jujur ? bilang kalo kak Lia lagi gak pengen diganggu karena hal tadi siang ? atau... ah, masa bodo. itu urusan mereka. Kata kak Lia jangan ikut campur urusan mereka "
Mina merogoh saku depan celana jeans seperempatnya. Dikeluarkannya Handphone yang tadi Lia titipkan padanya dan menunjukannya pada Arya.
Arya bernafas lega. Setidaknya pikiran tentang Lia yang mungkin marah karena kejadian tadi siang ternyata salah.
" handphone kak Lia tadi ketinggalan di rumah.
tadi aku juga uda gak sempat antar karena harus buru-buru ke kampus "
" oh, gitu.
ya uda kamu pulang aja, biar aku aja yang ke sana .
Dan tolong bilang ke mak dan bapak, mungkin kami akan pulang agak lambat " Ucap Arya tersenyum singkat lalu mengambil handphone Lia dari tangan Mina.
Mina hanya mengangguk, ia biarkan saja Arya berjalan melewatinya .
* * *
" Arya? " Lia terucap tanpa sadar saat baru saja keluar dari pintu restoran.
Ia sudah berganti dari seragam yang beraroma dapur tadi dengan pakaian biasanya.
Arya tersenyum.
Keduanya berjalan maju untuk sama-sama mendekat.
Arya melihat ke jam tangan biru yang melingkar dipergelangan tangan kanannya.
" kamu selesai lebih cepat dari biasanya " ucap Arya saat mereka sudah berdiri saling berhadapan.
" ada dua orang karyawan baru masuk , jadi kami bisa ngerjain tugas masing-masing " Lia tersenyum penuh.
Senyum palsu yang menunjukan seakan tak terjadi apa-apa.
" syukurlah... mumpung baru jam 8 kita kelilingin mall bentar , yuk " tanpa menunggu jawaban Arya langsung meraih jemari Lia untuk ia genggam dan ia tarik agar mengikuti langkah kakinya.
Waktu memang baru menunjukan pukul 8 malam, dan pusat perbelanjaan pun masih tampak ramai dipenuhi pengunjung.
" apa tadi siang, mamaku bilang sesuatu padamu " Arya memutar lehernya ke belakang hanya untuk melihat wajah Lia sesaat.
Lia menggelengkan .
" maaf, ya tadi aku buru-buru jadi aku cuma bisa nitip ke mamamu . Aku bahkan belum ngucapin selamat atas wisudamu " bohong Lia berusaha menyembunyikan apa yang sudah ia hadapi hari ini.
Baginya, selama Arya masih akan melanjutkan hubungan mereka maka tak ada alasan baginya untuk menyerah.
Perasaannya sudah terlalu dalam pada pria itu. Sehingga tak mudah baginya melepaskan semua hal yang sudah mereka jalani selama ini.
Namun akan berbeda jika Arya yang akan mengakhirinya. Kapanpun itu,jika memang saatnya tiba Lia akan selalu bersiap untuk menghadapinya.
Arya membelokkan langkah mereka di salah satu toko yang menjual berbagai macam ponsel pintar.
Keduanya tampak berkeliling disekitar toko tersebut, melihat satu model dan beralih pada model ponsel lainnya.
" yang mana menurutmu bagus ? " tanya Arya masih dengan menggenggam erat jemari Lia.
" mau apa ? kan kamu baru tahun kemarin beliin aku HP "Lia dengan perasaan tak nyaman.
Arya mengeluarkan handphone Lia yang Mina berikan tadi.
" kok bisa sama dia ? " Lia hanya mengambil handphone tersebut tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk bertanya.
" HP ku tadi jatuh kebanting dilantai.
Jadi aku butuh yang baru ? " Arya melirik Lia yang langsung menunduk malu.
" ke PD an banget sih, kamu Lia "
Arya tertawa melihat wajah Lia yang seketika berubah pias.
Tak mau berlama-lama melihat gadisnya itu tertunduk malu, Aryapun segera memilih dua handphone keluaran baru dengan model yang sama .
* * *
Tak butuh waktu lama keduanya sudah keluar dari toko ponsel tadi.
Dengan satu tangan memegang handbag sementara satu tangan lainnya masih memegang erat jemari Lia.
Arya kini menuntun langkah mereka menuju parkiran.
Tanpa banyak bicara, Lia turuti semua yang dilakukan Arya.
Taj butuh waktu lama, keduanya pun segera meluncur keluar dan mulai mengitari jalan utama kota yang ramai dipadati oleh berbagai macam kendaran.
Seperti kebiasaannya selama ini jika tengah berboncengan dengan Arya, Lia hanya akan meletakan telapak di paha atas Arya.
30 menit berlalu, mereka kini terjebak macet bersama ratusan kendaran lainnya .
Tidak jelas juga apa penyebab .
Untuk menerobos maju tak mungkin untuk kembali mundur pun tak ada ruang sama sekali yang memungkinkan kendaran dapat berputar arah.
Ditengah menunggu kemacetan itu tba-tiba saja tangan Arya meraih telapak yang sejak tadi Lia taruh diatas pahanya .
Lalu ia pindahkan untuk dilingkarkan ke pinggangnya .
Tak cukup sampai di situ, Arya terlihat menadahkan tangannya bermaksud meminta tangan Lia yang tersisa untuk di lingkarkan pinggangnya.
Lia yang paham akan maksud Arya itupun hanya menurut .
Untuk pertama kalinya ua melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Arya.
Yang membuat tubuhnya secara otomatis merapat tanpa celah dipunggung pria yang kini tengah tersenyum lebar.
Senyum yang tak dapat dilihat oleh Lia.
Sementara Lia dibelakangnya hanya mampu menahan debaran jantung yang berdetak semakin tak beraturan.
" tunggulah aku . Aku janji, secepatnya pasti akan kembali " hanya itu yang Arya katakan padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Ika Mei susanti 03
😘
2022-04-11
3
Yenny Fransisca
"tunggulah aku. aku janji, secepatnya pasti kembali" kata arya
"baik saya akan setia menunggu" kata aku
"SIAPA KAMU" arya kaget
"maaf aku halu"
😝🤣🤣
2021-04-17
8