🌺hem... 🌺
* * *
'' Lia '' Ian mencoba menyadarkan gadis yang ada dihadapannya .
Ian menatapnya begitu dalam, seakan ingin masuk menyelami perasaan Lia. Agar ia dapat masuk dan jika bisa menetap didalam sana.
'' kok kamu bisa ada disini ?''
Berbeda dengan tatapan Ian yang penuh harap. Lia justru menatapnya datar .
Tak ia hiraukan panggilan telepon, apakah masih tersambung atau sudah berakhir.
'' kebetulan aja udah lama gak makan disini.
Kalau kamu ?'' Ian masih dengan senyuman yang tak luntur sejak tadi.
'' sama '' singkat Lia. Ia lalu mengalihkan pandangan ke jam tangannya.
Pukul 22.00 malam. Ia rasa sudah waktunya ia harus pulang ke rumah.
Ia sudah terlambat satu jam dari waktu biasanya.
'' aku duluan, ya.. uda lewat dari jam pulang. Takut nanti dicariin orang rumah ''' Lia tersenyum singkat lalu terlihat akan beranjak dari duduknya.
'' Lia, bisa minta waktu mu sebentar ?'' Ucap Ian membuat Lia tak jadi berdiri.
Lia kembali duduk.
Dan di saat bersamaan suara dering handphone kembali terdengar.
Lia menatap sesaat pada layar handphonenya. Tertera nama pemanggil dan itu masih dari kontak yang sama. Arya.
'' iya '' sambut Lia pada panggilan tersebut. Terdengar malas dan sama sekali tak bersemangat.
Melihat itu Ian pun memalingkan wajahnya. Bermaksud memberi ruang privasi bagi Lia untuk dapat bicara dengan leluasa.
'' kamu dimana, Lia ? kenapa tadi telponku gak diangkat ? Jam kerjamu usa selesai,kan ? '' suara sambungan dari dalam telpon .
Lia melirik Ian sesaat. Pria itu terlihat sesekali mencuri lihat kepadanya. Sepertinya ia dapat mendengar suara Arya dari dalam telpon.
Karena memang jarak duduk mereka yang berdekatan.
'' ta-tadi waktu kamu nelpon ,aku lagi nyebrang jalan. Jadi aku gak bisa angkat telponmu.
Aku sekarang lagi di rumah makan mi aceh yang ada di perempat jalan lampu merah '' jawab Lia yang kini tengah bersitatap dengan Ian.
'' Tunggulah disitu. Aku akan menjemputmu sekarang ''
'' gak perlu, ya. Aku juga uda selesai makannya ''
Lia mengakhiri panggilan telponnya. Tatapannya masih beradu pada pria didepannya. Masih melihatnya dengan cara yang sama.
Lia menghela nafas kasar dan berdiri.
'' Lia '' Ian meraih salah satu pergelangan tangannya sebelum gadis itu sempat melangkah.
Lia melihat pada pegangan di pergelangan tangannya . Namun hanya sesaat.
Lalu beralih menatap pada Ian dengan sorot mata tak senang .
'' Lia, apa kau ada masalah dengannya ?'' masih enggan melepas pegangan tangannya.
'' bukan urusanmu '' Lia menggerakkan tanganya , mencoba melepaskan pegangan yang justru ia rasa semakin erat.
'' Lia, apa aku sama sekali tak ada kesempatan ?''
Setelah menghela nafas panjang, Lia pun menyerah. Ia biarkan saja tangan itu memegang pergelangan tangannya.
Meski itu mulai terasa menyakitinya.
Lia, kamu tau kalau aku suka sama kamu sejak dulu. Dan sampai sekarang pun perasaan ku ke kamu masih sama. Gak berubah sama sekali .
Apa aku gak boleh berharap ? Atau mungkin hanya sekedar sayang sama kamu ? ''
'' Ian. Aku sudah bilangkan ! Kalau aku masih berhubungan dengan Arya. Dan kalaupun ada masalah dalam hubungan kami itu sama sekali bukan urusanmu ''
Diam sesaat.
Lia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Tampaknya mereka mulai menjadi perhatian beberapa pengunjung di rumah makan tersebut.
'' uda selesai dramanya ?'' Lia menatap Ian dengan tak berselera, ia sepertinya sama sekali tak tersentuh pada ucapan Ian.
Inilah Lia yang sebenarnya. Tak mudah baginya percaya pada seseorang. Apalagi setelah semua yang sudah ia jalani bersama Arya selama ini.
Hubungan yang belum pernah mendapat pernyataan dan pengakuan apapun.
Perlahan Ian melepas pegangannya.
'' kamu laki-laki baik ,Ian. Ada banyak perempuan di luar sana yang jauh lebih baik dariku.
Dan kamu pantas mendapatkan salah satunya.
Jadi kamu gak perlu sampai seperti ini.
Jangan mengemis untuk hal yang aku gak akan pernah bisa kasi ke kamu ''
'' tapi bagaimana jika aku maunya cuma sama kamu ? ''
'' dan bagaimana juga kalau ku katakan kalau aku cuma maunya sama Arya ?''
Ian terdiam. Ia yang sudah kehabisan kata-kata itupun akhirnya membiarkan saja Lia pergi meninggalkannya.
* * *
Lia sebenarnya sudah mulai tak bisa menahan diri. Entah itu rasa marah pada Ian karena masih kekeh mengejar cintanya atau pada hubungannya dan Arya yang masih saja tak ada kepastian.
Usai menyebrang di perempatan lampu merah , ia pun semakin memacu laju langkahnya cepat menuju tempat dimana ia menunggu jemputan tadi.
Dari kejauhan dilihatnya sosok yang tak asing tengah berjalan ke arahnya.
Mereka melangkah sama-sama mendekat .
Ia dan Lia secara bersamaan menghentikan langkah dan kini saling berhadapan.
'' kamu dari mana aja , sih Liaaaa ''
Lia merasa ada yang aneh dari pria ini. Sebelumnya, Arya tak pernah berlebihan dalam berbicara.
Tapi tadi, terdengar begitu lembut menyapa.
Apakah Arya tengah menunjukkan kekhawatiran padanya ?
Lia menggeleng samar, tak berani berpikir untuk berharap lebih jauh dari sikap yang baru saja Arya tunjukkan tadi.
* * *
Arya mengangkat kedua tangannya kemudian ia jatuhkan di kedua bahu gadisnya lalu meremasnya lembut.
Tatapannya juga lurus pada kedua bola mata coklat milik Lia.
Berbeda dengan yang sedang mencoba menyalurkan perasaanya, Lia justru terlihat biasa bahkan terkesan datar menanggapi hal tersebut.
'' ini sudah larut, Ar. Apa bisa kita pulang sekarang '' Pinta Lia dengan ke dua tangan memegang tangan yang tengah memegang bahunya itu.
Untuk kemudian ia paksa sedikit agar lepas dan menurunkannya dengan perlahan.
Arya terkejut , ini pertama kalinya ia merasa diacuhkan Lia.
Tapi sebisa mungkin ia tak ingin menujukannya dan mencoba untuk bersikap seperti biasa.
Bahkan saat Lia mulai berjalan melewati begitu saja pun, Arya tetap diam ditempatnya berpijak.
'' Lia '' ucapnya membuat Lia yang baru dua langkah berjalan itupun berhenti.
'' apakah ada yang salah denganku ? kenapa aku merasa hubungan kita semakin jauh ''
Ingin rasanya Arya mengatakan hal yang sejak tadi ada kepalanya . Namun urung ia lakukan karena merasa saat ini bukanlah waktu yang tepat.
Karena Lia terlihat tak seperti biasanya.
Arya berbalik dan melangkah mendekat pada Lia yang masih tanpa ekspresi.
Tanpa banyak bicara, ia meraih jemari Lia dan menariknya menuju tempat dimana ia memarkirkan motornya.
'' Lia '' Arya menyampingkan wajahnya saat Lia baru saja naik ke boncengan di belakangnya.
Lia memajukan tubuhnya, namun masih dengan menjaga jarak agar bagian depan tubuhnya tak menempel pada punggung pria berkacamata itu.
'' majulah. Lebih merapat padaku ''
Lia mengerjapkan matanya berulang kali. Gugup sekaligus tak percaya mendengar ucapan Arya barusan.
Tak mendapat jawaban dari Lia. Arya sedikit memutar tubuhnya, lalu meraih kedua tangan Lia untuk dilingkarkan ke pinggangnya.
'' mulai sekarang, peluk aku seperti ini kalau sedang ku bonceng '' perintah yang tak mampu Lia bantah.
Karena nyatanya tubuhnya sama sekali tak menolak hal tersebut.
Dan justru bergerak dengan sendirinya untuk memajukan duduk hingga, kini tubuhnya benar-benar merapat pada punggung Arya.
Arya tersenyum.
Ketika kedua tangan Lia saling menyatu, melingkar erat seperti tengah memeluknya dari belakang. Senyum yang lagi-lagi tak dapat di lihat oleh Lia.
Benar, jika sekian lama bersama mereka bahkan belum pernah berpelukan.
* * *
Sepanjang perjalanan hanya ada diam diantara mereka.
Hingga ketika motor melewati gerbang masuk gang dilingkungan tempat tinggal mereka menuju rumah Lia .
Lia mengingat pesan maknya untuk dapat menjaga sikap di lingkungan tempat tinggal mereka.
Lia melepaskan kedua tangan dan juga memundurkan duduknya.
'' Lia '' panggil Arya saat gadisnya itu baru saja turun dari boncengan motornya.
Arya menyodorkan bungkusan plastik hitam yang sejak tadi sudah tergantung di gantungan depan motornya.
Seperti biasa, Lia akan melihat isinya dulu.
Setelahnya barulah ia mengucapkan terima kasih dan langsung pergi masuk kedalam rumah.
" Lia " panggil Arya dalam hati saat sosok itu menghilang dari balik pintu.
* * *
" tolong beri saya semua biodata para pekerja yang bertugas di bagian depan.
Saya akan mendatangkan ulang mereka " ucap seorang wanita pada staf bagian admin yang memang bertugas mengurusi segala macam dokumen .
Indah namanya. Nama yang sesuai untuk perempuan bertubuh ramping dengan rambut lurusnya yang panjang melebihi bahu .
Cantik, anggun, berkulit putih dan berasal dari keluarga terpandang.
Dia adalah dua dari kandidat calon GM yang tengah bersaing dengan Arya.
Hanya tinggal menghitung hari , posisi GM yang baru akan di umumkan. Dan kini tersisa dua orang kandidat saja yang tengah bersaing. Ia dan Arya.
Namun persaingan mereka tak terlihat begitu mencolok.
Karena baik ia maupun Arya sama sekali tak ada niatan untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan memilih untuk berkompetisi dengan bersih.
Karena apapun hasilnya, mereka tetap akan menjadi patner kerja .
Apalagi masing-masing dari mereka diberi kuasa secara adil oleh mereka yang nantinya akan menjadi penentu siapa yang layak menepati posisi GM yang baru.
Hal itu dilakukan untuk melihat sejauh mana mereka mampu menunjukan performa kerja mereka dalam mengelola beberapa bagian dalam hotel.
Semua berawal dari pertemuan para kandidat, pemimpin hotel dan juga para petinggi di hotel waktu itu.
Sejak pertama kali bertemu, Indah sudah menaruh hati pada pria berkacamata itu.
Apalagi saat ia pertama kali merasakan telapak tangan ketika berjabat tangan dengan Arya.
Ia seperti mendapat sebuah dorongan untuk mendekati sang pria tampan .
Di beberapa kesempatan ia dan Arya diberi kepercayaan untuk bisa saling berkerja sama di dalam pekerjaan mereka. Indah senang karena ia bisa jadi lebih dekat dan mengenalnya.
Dan sepertinya ia benar-benar sudah terpikat pada sosok Arya yang ternyata sikapnya begitu dewasa.
Ia pun sama sekali tak keberatan jika nanti posisi GM justru di dapat oleh Arya.
Toh , posisi sebagai asisten GM jugalah yang akan ia dapat jika seandainya ia memang kalah nanti.
Dan itu berarti, ia akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk bisa semakin dekat dengan pria pencuri hatinya .
* * *
Indah terlihat serius, kedua matanya menatap lekat pada lembaran kertas yang diberikan oleh bagian admin tadi.
" ini, apa ? kok tamatan SMA bisa di tugaskan di bagian resepsionis ?
ckckck.. minta bagian HRD untuk pindah tugaskan dia ke bagian housekeeping "
Indah melemparkan satu lembar biodata yang di atasnya adalah foto Lia.
Itu juga merupakan salah satu kuasa yang ia dipercayakan padanya .
Yakin menganalisa tugas dan kepantasan karyawan dari tiap bagian. Yang mana antara posisi yang ditempatkan haruslah sesuai dengan pendidikan yang dimiliki .
" itu, kemarin yang masukin lamaran manager bagian depan bu . Tapi sekarang sudah pensiun "
Indah melemparkan tatapan tak senang .
Sepertinya apa yang ia perintahkan barusan dianggap remeh oleh wanita paruh baya yang sudah lama bertugas sebagai admin di hotel tersebut.
" jadi dia masuk lewat orang dalam ? itu namanya curang dong!
Lagipula sekarang saya yang megang kendali atas semua keputusan manager.
Apalagi managernya uda pensiun, dia udah gak berhak apa-apa lagi ''
Indah menyilangkan kedua tangannya sejajjar dada.
Indah nama dan orangnya, namun tak seindah sifat teganya yang memang terkadang kelewatan tegas pada para bawahannya.
* * *
Lia memang masuk melalui jalur orang dalam.
Saat itu ayah Ian masih menjabat sebagai seorang manager di sana.
Hal itulah yang membuat Lia dapat berkerja dihotel dan di tempatkan di bagian resepsionis.
Sebuah posisi yang terbilang nyaman di hotel tersebut.
' brak' tanpa sadar Lia menutup pintu lokernya dengan kasar.
Itu karena ia harus menahan kram perut di hari pertama haidnya yang kini sedang melandanya.
Wajahnya tampak pucat, keringat dingin pun mulai terlihat keluar melalui pori-pori kulitnya.
Padahal ia sudah bersiap dengan seragam resepsionis . Ia tak mungkin meminta ijin untuk tidak masuk, atau bahkan ijin di setiap bulan ketika hari haid pertamanya yang datang dengan kram perut yang selalu menyiksanya.
" hei, hei, miss.. are you ok ? " seorang pengunjung berkebangsaan asing mengejutkan Lia yang sempat berhenti ketika melayaninya.
" Lia '' Rena yang kebetulan sedang satu shift dengannya mencoba menyadarkan dengan menyentuh pundaknya.
'' kamu gak apa-apa ? Kamu kelihatan pucat banget " Rena yang setengah berbisik . Dilihatnya kedua tangan Lia yang berada diperut.
Melihat Lia yang tak begitu bisa merespon, Ia pun langsung mengambil alih pekerjaan Lia .
Setelah selesai melayani check-in pria asing tadi, Rena menyarankannya untuk beristirahat keruang khusus yang memang diperuntukan bagi para karyawan.
Tanpa mereka berdua sadari , jika sejak tadi Indah tengah memperhatikan dari kejauhan.
Wanita itu berdiri tak jauh dari pintu masuk hotel.
Sengaja untuk memantau bagaimana kerja calon karyawan yang akan ia pindah tugaskan .
Tak lama setelah Lia meninggalkan meja resepsionis, tampak Arya yang baru saja muncul dari balik pintu lift tengah berjalan ke arah Rena.
Arya pun terlihat berbicara singkat dengan Rena, dan tak lama setelahnya ia pun berbalik dan langsung mengambil langkah menuju lift lalu masuk kedalamnya.
Indah yang penasaran kemudian bergegas ke meja resepsionis untuk menghampiri Rena .
" kamu " Indah menyapa perempuan yang belum ia tau namanya itu.
Rena yang merasa jika panggilan itu di tujukan padanya pun langsung mengangguk.
Tampak kedua tangannya bergerak cepat meletakan sesuatu dibawah meja resepsionis yang ada dihadapannya.
Dan hal itu sempat terlihat oleh Indah.
Rena tampak cemas. Ia yang merasa jika pasti ada sesuatu yang salah.
Karena dia tau, bahwa yang ada di hadapan adalah seorang manager sekaligus kandidat calon GM yang baru yang selalu mengawasi dan tak segan menegur karyawan yang kedapatan melakukan kesalahan.
" saya, bu " Rena menunjukan name tag yang ada disisi kanan dadanya.
" ah, Rena namamu ya .
Saya mau tanya kenapa dengan rekanmu tadi ?
Dia tadi terlihat tidak begitu melayani tamu, dan justru pergi begitu saja ? " Indah yang dengan percaya diri tak perlu memperkenalkan siapa dirinya.
Karena ia tau jika perempuan bernama Rena itu sudah mengetahui siapa dia dan apa jabatannya.
" oh, Lia namanya bu. Dia sedang mengalami kram karena hari pertama datang bulan bu.. "
" apa dia selalu seperti itu ? "
" em.. tidak bu. Sebelumnya dia selalu menjalankan tugasnya dengan baik.
Tapi tadi kayanya tadi dia benar-benar gak tahan,bu.
Wajahnya saja sampai pucat "
" ooo " Indah mengangguk. Namun itu tak cukup baginya. Karena ia masih penasaran akan hal lain.
" oh, ya tadi kenapa pak Arya ke sini ? Qda perlu apa dia ? "
Rena tampak ragu untuk menjawab. Karena hal itu sama sekali tak ada hubungannya dengan pekerjaan.
"hei, saya bertanya sama kamu, kenapa diam saja ? Ini juga sudah menjadi bagian dari tugas saya untuk memantau kinerja kalian semua " Indah dengan tegasnya.
" pak Arya cuma menanyakan kemana pergianya Lia karena ia tak terlihat di sini '' Rena menjawab dengan cepat.
''La..laaalu menitipkan sesuatu untuknya " sambungnya lagi dengan penuh keraguan, nada suaranya bahkan merendah dengan sendirinya.
" apa hubungannya Arya sampai menanyakan perempuan itu.
Dan apa memangnya yang Arya titipkan untuknya " Indah dengan rasa penasaran yang semakin memuncak.
" apa memangnya yang dititipkan untuk..siapa namanya tadi "
"Lia, bu.. pak Arya hanya menitipkan Kiranti untuk pereda nyeri perut Lia yang kram "
Rena menunjukan dua botol kiranti yang tadi ia coba sembunyikan dibawah meja.
Tanpa banyak bicara lagi.
Indah yang mulai menaruh curiga itupun segera berlalu.
* * *
Malamnya di rumah sederhana milik Lia.
Handuk yang masih melilit di tubuhnya, dengan rambut yang juga terbungkus handuk putih, menunjukkan jika gadis itu baru saja selesai mandi.
Dering tanda panggilan masuk dari handphonenya terdengar.
Lia meraihnya dan melihat pada layar yang tertera panggilan Video call dari Arya yang terlihat di sana.
" kenapa harus video call ,sih ? "
Lia memilih tak mengangkatnya karena memang kondisinya yang tak memungkinkan.
'ting' sebuah notif pesan masuk tak lama setelah panggilan itu berakhir.
* Lia *
Lia mengkerut kan dahi, heran karena isi pesan yang hanya tertulis namanya saja.
* ya *
Balas Lia, sambil mengenakan baju tidur terusannya yang tak berlengan.
1,2,3,4,5 menit berlalu dan tak ada jawaban.
Lia menggelengkan kepalanya.
Entah kenapa belakangan ini sikap Arya sedikit berubah. Ia menjadi lebih agresif dan terkesan protektif pada semua hal yang ia lakukan.
Padahal Arya sendiri yang meminta agar mereka menjaga jarak dan bersikap seolah-olah tak mengenal satu sama lain saat berada dilingkungan tempat kerja mereka.
Namun nyatanya, Arya sudah sering menghampirinya saat bertugas.
Ia juga yang kini lebih sering mengantar maupun menjemputnya berkerja.
Seperti tadi saat ia menerima pereda nyeri perutnya yang kram .
Rena pun menjadi begitu penasaran. Dan mau tak mau ia mengatakan yang sebenarnya jika ia masih berhubungan dengan Arya dari mereka masih duduk di bangku SMA hingga sekarang.
Masih ia ingat bagaimana ekspresi tak percaya Rena mendengar hal tersebut.
Kembali lagi pada perubahan sikap Arya.
Pria itu sering mengirimnya pesan hanya untuk sekedar menanyakan keberadaannya atau apa yang sedang ia lakukan.
Padahal mereka setiap hari bertemu.
Arya bahkan semakin sering bertandang kerumahnya dan mencoba membaur dengan anggota keluarganya.
Namun yang Lia justru merasa tak nyaman akan hal itu.
Pasalnya semua yang Arya lakukan sama sekali tak di sertai dengan penjelasan apa maksud dan tujuannya.
* * *
Di lain tempat.
Arya sedang duduk menatap layar handphonenya.
Sama sekali tak ada niatkah gadis itu untuk mulai duluan menghubunginya ? Arya kesal karena tak juga mendapat notif pesan dari sosok yang ia harapkan.
Ia biarkan saja handphone itu tetap diatas meja.
Sementara ia sudah beranjak dari kursi menuju ranjangnya.
Ia jatuhkan tubuhnya diatas kasur empuk dengan sprei berwarna biru langit .
" kenapa sulit sekali hanya untuk mengatakan kalau aku ingin melihat wajahnya sebelum tidur "
Arya membalikan tubuhnya, membenamkan wajah tanpa kacamata itu diantara dua bantal.
* * *
" Lia " sang emak menatap Lia yang tengah duduk diantara suami dan anak bungsunya .
Mereka semua tengah duduk menghadap TV 32 inci yang bergantung di dinding ruang yang sama yang juga dijadikan sebagai ruangan makan itu.
" dikasi apa lagi kamu sama Arya " tanya maknya yang memang selalu memperhatikan setiap hal yang anaknya lakukan, terutama Lia.
" hairdryer, mak " jawab Lia tanpa memalingkan pandangannya yang tertuju pada acara TV.
Sang emak mengkerutkan keningnya.
'' itu, lo yang buat ngeringkan rambut '' tangkas Mina menjelaskan.
" kalian semua.
Coba matikan dulu TV nya.
Ada yang mau bapak bicarain ke kalian "
Kini Lia mengalihkan pandangannya pada kedua orang tuanya, lalu berpindah pada Mina.
Kedua saudara itu saling bersitatap.
Pertanyaan yang ada di kepala mereka seperti sama.
TV pun di matikan.
Mereka yang sejak tadi duduk dilantai itupun lalu mengubah posisi untuk saling berhadapan.
" bapak sudah pensiun " sang bapak membuka pembicaraan, mengingatkan kembali jika tahun kemarin adalah akhir dari masa kerjanya sebagai seorang PNS di kantor ke kelurahan.
" bapak dan mamak sudah pernah bilang, kalau kami ingin kembali ke kampung halaman "
Lia dan Mina kembali menatap satu sama lain.
" kita tidak punya saudara di sini..
Semua keluarga kita ada di sana. Mereka juga menyarankan untuk kita semua pindah kesana.
Mereka sudah menyiapkan rumah untuk kita tinggali dan juga lahan yang bisa diolah " sambung maknya menatap satu persatu wajah kedua anak gadisnya.
Kedua orang tua mereka memang berasal dari daerah dan juga kampung yang sama.
" Mina sebenar lagi wisuda.
Dan kami sama sekali tidak memaksa kalian untuk ikut bersama kami.
Kalian sudah cukup dewasa untuk memutuskan jalan hidup kalian masing-masing .
Hanya saja ... " kini tatapan kedua orang tuanya itu tertuju pada Lia.
" Lia. Bagimana denganmu , nak ? usiamu tahun ini 25 tahun.
Sudah bukan lagi usia menunggu " sang bapak dengan lembut mencoba memberinya pengertian.
" maksudnya? " Lia masih butuh perincian yang lebih jelas.
Ia tau arti pertanyaan itu, namun ia ragu untuk menjawab. Karena ia memang belum memiliki jawabannya.
" kamu sama Arya gimana ? "maknya dengan lembut bertanya.
Diam. Lia tak tau harus berkata apa.
Ia sendiri dalam dilema akan hubungannya .
Hening sesaat.
" Mungkin Mina akan coba cari kerja disini.
Tapi kalau misalnya gak ada yang cocok,
Mina nyusul aja deh, kesana " Mina mencoba mengalihkan perhatian agar tertuju padanya.
Ia tau kakaknya belum siap akan pertanyaan yang dilontarkan kedua orang tuanya barusan.
" iya.. kalau disini kamu gak mendapatkan yang sesuai dengan yang kamu harapkan. Kamu bisa mencoba peruntungan disana.
Disana mungkin bukan kota besar seperti jakarta, tapi cukup menjanjikan pada beberapa aspek pekerjaan lainya " sang bapak tersenyum lembut pada anak bungsu yang sangat ia banggakan .
Hening lagi untuk sesaat saat mereka secara bersamaan melihat kepada Lia yang tertunduk masih diam tak bersuara.
" Lia juga. Lia akan nyusul kalau emang uda gak bisa bertahan disini " Lia menegakan kepalanya dengan mencoba tersenyum meyakinkan akan ucapannya barusan.
Padahal ia sendiri tak tau pasti apa maksud perkataannya tadi.
Namun entah mengapa ia merasa perlu memberi sedikit tanda bahwa ia dalam masa yang tak bisa memberi keputusan yang pasti saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments