Bintang Perak
Seperti air ... mengalir, menggenang ataupun menetes, tetaplah air dengan segala kebaikannya.
Tidak!
Aku tidak seberguna itu.
Seperti gunung ... tinggi menjulang.
Meskipun meletus dan hancur, namun akan selalu dikenang.
Tidak!
Aku tidak setangguh dan sefenomenal itu.
Seperti rumput liar ... tumbuh berkembang di alam bebas, lalu kemudian mati tanpa ada yang menyadari.
ITU MUNGKIN AKU!
"BINTANG ANUGERAH"
Dua kata yang mengisi baris nama di kartu identitasku.
Aku terlahir dari sebuah ketidakadilan.
Aku tumbuh dengan cambukan kebencian.
***
Berangkat dari keterpurukan, kini usiaku mendekati angka 22 tahun. Saat ini aku tengah sibuk melakoni skripsi di semester tua kuliahku. Cukup lumayan untuk anak terbuang sepertiku bisa mencapai titik ini. Titik di mana segelintir orang, terjebak dalam ketidakmampuan.
Bicara tentang diriku, aku kini hanya tinggal seorang diri di sebuah kamar kost kecil yang berukuran 2,5 × 2,5 meter persegi di ujung jalan dekat kampusku.
Kenapa aku memilih demikian, sedangkan ayahku adalah seorang pebisnis kelas cemerlang bergelimang harta?
Untuk itu akan ku jelaskan nanti!
Untuk memperpanjang napas, aku bekerja paruh waktu. Mengajar les anak-anak yang memerlukan bantuanku. Lumayan, bisa untuk membayar sewa kost yang kadang nunggak.
Aku mengisi waktu kosong dengan narik ojek online selepas kegiatan kuliah dan mengajar. Ya, hanya cukup untuk membeli sebungkus nasi dan sedikit keperluan lain yang mendasar.
Alhamdulillah, aku masih bisa bernapas dan berdiri dengan tangguh!
Bicara kepahitan, ternyata hidupku tak sepahit empedu. Aku menambah tumpukan syukurku, karena ternyata aku tak sendirian di sini. Aku masih memiliki mereka.
Ya, mereka!
Hari ini, aku memarkirkan motor bututku di halaman sebuah rumah mewah bergaya kekinian. Rumah yang menyediakan makanan gratis, juga rumah yang bisa kujadikan penyangga tubuhku saat lelah.
Namun bila dibandingkan, rumah ini jauh lebih kecil dari rumah ayahku di pusat kota. Rumah mewah yang tak bisa aku nikmati segala fasilitasnya. Rumah neraka!
Aku bergerak menuju pintu yang menjulang beberapa puluh senti di atas kepalaku.
Pintu itu mulai kuketuk.
Satu dua kali ketukan tak ada sahutan. Namun pintu berhasil terbuka pada ketukan ke tiga.
Dan muncullah seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan, yang wajahnya sudah sangat kukenali. Bik Mumun. "Siang, Bik," sapaku.
"Den Bintang." Bi Mumun tersenyum. Senyuman khas yang biasa ia sunggingkan setiap kali bertemu denganku. Untuk itu aku sadar, wajahku terlalu tampan untuk tak disenyumi siapa pun. "Langsung ke kamarnya aja, Den," katanya.
"Ok." Sekilas kutepuk pundaknya seraya melangkah memasuki rumah besar itu menuju lantai dua di mana kamar yang kutuju berada.
Tanpa kutoleh lagi, aku sudah tahu, Bik Mumun pasti sedang menatap punggungku dengan senyuman tersihir.
Ini bukan sebuah bentuk kepercayaan diri, namun kenyataan pasti yang tak bisa dipungkiri. Wanita mana yang bisa menolak pesonaku? Kukibaskan kerah bajuku yang abstrak, karena saat ini aku tak sedang memakai kemeja.
Sampai di depan pintu.
Sekedar memberitahu, untuk daun pintu yang satu ini, aku tak perlu mengetuknya, karena makhluk penghuni di dalamnya, adalah seorang yang kekurangan asupan akhlak!
Setelah menerobos masuk, tanpa berkata, aku langsung merebut toples camilan yang bertengger cantik di tangan sang pemilik kamar. Dia yang tengah asyik dengan tontonan di ponselnya, cukup tersentak dengan ulahku.
"Balikin, Setan!" serunya seraya menyambar toples itu kembali dari tanganku. Namun tak berhasil, karena aku lebih dulu menghindar dengan tawa keras di bibirku.
Dia akhirnya diam dan berpasrah, karena ada hal yang membuat geraknya terbatas.
"Tar gue ambilin lagi," ujarku.
"Balikin, Bin. Tar dia mewek lagi." Nah, suara itu milik Jibril, sahabatku si Arabian face, yang sedang asyik berselonjor kaki di atas sofa pojok ruangan. Tak tinggal, buku bergambar manga disibaknya halaman demi halaman, selalu menjadi lakon wajib baginya ketika berada di ruangan ini.
Aku mendudukkan tubuhku di sebuah kursi setelan meja belajar dengan posisi miring. Toples camilan manis dengan rasa kacang itu masih tak lepas di genggamanku, sambil terus kurogoh isinya dan kulempar ke dalam mulutku berulang.
"Abis ngapain lu? Kelaparan banget kayaknya?"
Pertanyaan itu terlontar dari mulut si pemilik rumah, lelaki bertubuh tinggi bermata sipit yang tidak terlalu sipit, dengan kulit putih dan pucat seperti adonan bakwan.
Kenma! Kozume Kenma, begitulah orang tuanya memberi nama.
Nama yang menjengkelkan!
Jadi kupastikan, di dalam kamar ini, ada aku dan kedua sahabat gasrakku itu. Ya, mereka adalah temanku melepas tawa, juga berlatih tinju.
Tinju tanpa ring dan sarung tangan.
Tinju tanpa ronde dan sabuk emas.
Tinju yang mendasar pada dendam dan kerusuhan.
GELUD!
"Gue abis narik. Sepi," jawabku menyahuti pertanyaan Kenma.
"Lo gak ngajar?" lanjutnya bertanya.
"Libur. Bocahnya sakit."
"Hmm."
Kenma manggut-manggut menanggapi ucapanku. Kulihat wajah dan telapak tangannya mulai sibuk mencari sesuatu.
"Nyari apaan, lu?" tanyaku.
"Kipas."
"Buat?"
"Ngipasin anuan gue," jawabnya seraya terus mengedar pandang dan tangan yang sibuk menyibak sekelilingnya.
"Di bawah bantal lo, Kenma." Jibril memberitahu tanpa mengalihkan pandangan dari komik yang dia baca.
"Oiya!" Kenma tersenyum setelah mendapatkan apa yang dicarinya. Dan terlihat ia menyibak sedikit ke atas sarung yang melingkar dari pinggang hingga ke lututnya itu. Lalu mulai mengibaskan kipas itu ke arah sensitif.
"Panas banget emang?" tanyaku.
"Iya, ampe keringetan gini. Sakit lagi," balasnya meringis dengan kepala tertunduk, fokus pada apa yang dikipasinya.
"Masa?" tanyaku lagi, seraya mendekat ke arahnya. Dan ....
"Astaghfirullah!" pekikku setelah melihat pemandangan buluk di balik sarung Kenma. "Ini kelamaan lu ungkep, ampe ngeces gitu!"
Jibril bangkit mulai tertarik. "Masa iya, sih? Coba gue pengen liat!" Dan ia mulai mendekat. Menundukan kepalanya dengan sebelah telapak tangan menyibak sarung yang sedikit menutupi pusat perhatian. "Anjimm! Ini mah harus di sunat ulang, Kenma!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Hades Riyadi
Lanjutkan Thor 😛😀💪👍👍
2023-08-11
0
Hades Riyadi
Lumayan bikin ngakak...😛😀🤣💪👍👍
2023-08-11
0
ZaZa
dua kali baca....masih bikin ngakak....karya yg mempertemukan kita beb❤❤❤
polinginlope
2021-07-31
1