Berpacu beriringan, membelah jalanan dengan udara yang mulai merayap senja. Meskipun motorku dan motor Jibril berlainan kasta, tapi ia tetap mengimbangi kecepatan laju rongsokku yang sudah jelas beberapa puluh CC kalah telak di bawah Ninja miliknya.
Solidaritas harga lepas!
Tak lama, tempat yang kami tuju pun sudah berdadah di depan mata. Kutepikan motorku di samping motor Jibril yang sudah lebih dulu terparkir di halaman kecil sebuah bangunan yang memiliki luas sekitar 60 meter persegi itu.
Sekedar info, bangunan ini mulanya adalah sebuah toko kelontong milik salah satu anggota kami, Ardhan. Namun karena suatu hal yang entah apa, akhirnya tempat ini dikosongkan keluarganya.
Karena seringnya tempat ini kami gunakan untuk nongkrong dan berkumpul ria sesama anggota geng, akhirnya Ardhan berinisiatif menjadikan tempat ini sebagai basecamp. Entah perizinan seperti apa yang dilayangkannya pada kedua orang tuanya, biarlah cukup jadi urusannya.
Basecamp Gaijin!
Gaijin adalah nama geng yang ku bentuk bersama Kenma, Jibril dan beberapa anggota lainnya. Nama itu sendiri kucetuskan dari sebuah keisengan, yang tiba-tiba saja disetujui teman-temanku.
Sungguh aneh!
Kembali pada anggota. Jika dihitung, keseluruhan dari kami mungkin berjumlah sekitar lima belas orang yang mengisi basecamp utama. Yaitu tempat yang kini kami jejaki sekarang.
Entah apa mulanya, kini anggota Geng ini sudah menjamur hingga ratusan pemuda. Mereka tersebar di beberapa titik daerah dengan beberepa basecamp, namun masih berada di kota yang sama.
Oke cukup! Kembali pada tujuan utama kami.
Dengan langkah tergesa, aku dan Jibril memasuki bangunan itu.
"Bussreet!!! Anjenggg!!" seru Jibril dengan ekspresi kagetnya.
Aku langsung memposisikan diriku di sampingnya yang kini berdiri di ambang pintu. "Bener-bener ngajak perang ni bocah," timpalku geram.
"Bintang, Jibril."
Sontak, mendengar suara itu, kami serentak menoleh ke arahnya.
"Mang Adul." Aku membalik tubuhku menghadapnya. "Ini gimana ceritanya?"
"Mamang juga kagak tau, Bin. Pas Mamang balik dari pasar, tu gerombolan ude pade naik ke motornya masing-masing, nyang diparkirin serampangan di depan warung Mamang, siap lari," terangnya.
"Mamang yakin kalau itu anak-anak Rotal?" Jibril memajukan sedikit tubuhnya ke sampingku.
"Iye, Mamang masih inget itu beungeut si Yono."
"Yono?" Aku dan Jibril saling melempar tatap dengan wajah mengernyit.
"Iye, itu si Yono nyang dulu sempet berantem ame elu di depan warung Mamang gegara perempuan."
"Yongkiiiii ...!" ujarku dan Jibril bersamaan.
"Elaah ... ngapa jadi Yono?" sambungku.
"Hehe ... Mamang kagak nyaho, Bin." Mang Adul menggaruk kepalanya yang mungkin berkutu itu dengan wajah cengengesan.
"Tapi mereka gak rusakin warung Mamang, kan?" Jibril mengambil pertanyaan.
"Alhamdulillah kagak, Jie. Warung Mamang masih mulus rahayu," balas pria 43 tahun blasteran Sunda Betawi itu.
"Syukur deh kalo gitu."
Aku mulai melangkah memasuki bangunan itu. Dengan wajah memerah penuh kegeraman, kutatap sekeliling tempat yang kini porak poranda.
Grafiti bertuliskan "Gaijin" hasil desain grafis Buyung temanku, telah dirusak dengan pilokan-pilokan tak jelas anak-anak Rotal sialan itu.
Bangku-bangku kayu hasil daur ulang yang tertata apik melingkar di tengah ruangan, telah hancur tak berbentuk. Bahkan dua matras lesehan tempat kami bersantaipun, terlihat amburadul dengan sayatan-sayatan lebar hingga terlihat seperti lumbrukan sampah konfeksi.
Kusentuh partikel-partikel yang telah hancur itu dengan hati memanas. Lalu sejurus kemudian perhatianku jatuh pada sebuah benda. Kutatap dan ku putar-putar benda berayun itu, sampai akhirnya kuselipkan ke balik baju di punggungku.
"Bangsaaatt!!!" teriak Jibril seraya berputar mengelilingi ruangan. "Gak bisa dialem ini!"
"Kita cabut, Jie." Tanpa melihat apapun lagi, dengan potongan kecil busa kasur yang kuremas keras di kepalanku, aku melenggang keluar dari tempat itu.
"Tunggu, Bin!" Jibril menghentikan laju gerakku yang baru saja hendak menstarter motor bututku.
"Apaan?!" tanyaku ngegas.
"Gue kirim pesan dulu ke anak-anak di group. Biar mereka nyusul."
"Terserah lu!" Aku mulai menghidupkan mesin kuda besiku itu.
"Bin!"
"Ape lagi, Jiiii?" Disaat semangat juangku menggebu seperti ini, rasanya ingin sekali kutampol wajah Jibril yang imut itu sampai penyok.
"Lu ikut motor gue aja. Biar gak kelamaan. Gue khawatir motor lu tetiba ngadat di jalanan." Jibril menyarankan.
Aku berpikir senjenak.
Benar juga! Aku menyadari, bahwa kudaku ini memang tidak akan mampu menembus jalanan seperti turbo. Hehe ... Tidak jadilah kutampol wajah glowingmu itu, Jie, batinku cengengesan. "Bener juga lu," sahutku dengan menurunkan gebu suaraku. "Mang, titip motor gue, yak?!"
"Iya, Bin." Pria paruh waktu itu menghampiri cepat seraya menangkap bandul kunci yang kulempar ke arahnya. "Ati-ati dah lu pade."
"Iya, Mang," sahutku yang kini sudah bertengger manis di belakang boncengan Jibril. Kupeluk tubuh rampingnya yang berisi itu erat, namun tak cukup menimbulkan reaksi apapun pada kelelakianku.
Dikira gue Uyuy suka sesama pedang. Amit-amit!
"Siap, Bin?" tanya Jibril memastikan.
"Oke, goooo...!!!!"
Tanpa babibeh, mesin yang sudah menyala itu dipaut Jibril dengan sekali hentakan dan langsung meluncur dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang mulai temaram.
Tak butuh waktu lama, seperti mendapat dukungan alam, karpet merah terbentang memberi jalan. Tanpa melewati untaian kemacetan, kami sudah sampai di kawasan kekuasaan Rotal yang terletak di sekitar area pabrik-pabrik skala besar di jantung kota.
Jibril memarkirkan Ninjanya di halaman sebuah minimarket bertuliskan 'Alamart' yang letaknya sedikit jauh dari kawasan. Kulihat diselipkannya sehelai pecahan lima puluh ribu ke telapak tangan seorang lelaki penjaga parkir. "Gue titip motor gue, Bang. Jagain baek-baek," pintanya.
"Siap, Gan!" Pria krempeng itu menyahuti tegas.
Dan kami pun mulai berjalan memasuki sebuah gang kecil dengan pencahayaan minim yang dihimpit tembok-tembok besar pabrik di kedua sisinya.
"Lu yakin mereka ada di tempat?" tanya Jibril seraya menggerakkan kepalanya ke depan dan belakang, penuh antisipasi.
"Gue yakin," sahutku.
Namun saat kaki kami mulai menjejak ujung gang yang mulai melebar ....
"Hoooyyy ... ada Bintang dan Jibril dari Gaijin!!"
Suara keras itu cukup membuat kami terlonjak kaget.
"Mereka beneran ada, Bin." Jibril mulai sigap dengan kuda-kudanya. Sepertinya kepalan tangannya mulai dirayapi gatal. Gatal untuk segera melayangkan tinjunya.
Atau mungkin ... kena kutu air. Hmm....
Aku hanya memasang senyuman simpul. "Sabar, Jie." Kusentuh pundaknya sekilas.
Baru beberapa menit bertimpal kata, kulihat di depan kami sudah berjejer sekitar lima orang lelaki dengan usia hampir setara dengan kami. Namun tak terlihat ada Yongki di antara mereka. "Mau apa kalian kemari?" tanya salah satu di antaranya.
Aku memajukan tubuhku beberapa langkah. "Gue cuma mau ngajakin ngopi. Bos lu mane?" tanyaku santai.
"Gak usah pake bohong kalian! Lagian Yongki gak ada di sini." Dengan ringan salah satu dari jejeran lelaki itu menyahuti.
"Gue bukan pembohong. Apalagi pengecut seperti kalian. Yang berani ngobrak-ngabrik basecamp kita di waktu kosong!" ujarku masih berlagak adem.
"Kita cuma mo minta pertanggung jawaban!" Jibril maju mendekat kearah mereka dengan kedua lengan terlipat di depan dada.
"Hahaha ...." Tawa ejekan mereka meledak menggema. "Tanggung jawab lo bilang?!"
"Ogahhhh!!!" Lainnya menyahuti bersamaan diakhiri tawa setan yang sumpah demi apapun membuat aliran darahku bergolak semakin panas.
"Oke! Kalau gitu silahkan pilih, bagian tubuh kalian yang mana, yang pengen gue patahin lebih dulu?!" Sarkas Jibril menantang.
Aku menyeringai menanggapi kicauan sahabatku itu. Ajip, Jie!
Mereka mulai saling beradu pandang. Aura pertempuran sudah kental mengudara di tempat ini.
Tak ada ketakutan!
Daaann....
^^^Bersambung .....^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Alexza Sri
setiap katanya mengandung gelak tawa....
sumpah perutku kaku donkkk
ngakak teros🤣🤣🤣🤣
2021-06-26
1
Yeni Eka
Semoga author semakin sukses
2021-02-08
1
Machan
astaga. baca sambil ketawa mulu di omelin tetangga ini
2021-02-06
1