"Danis, kamu bilang Anin beda dari gadis-gadis yang lain. Memang apa bedanya?" Tanya Dafa ingin tahu.
"Bedanya dia tidak tertarik dengan laki-laki kaya." Jawab Danis.
"Sungguh?"
"Sungguh makanya aku sangat tertarik padanya, biarpun kita kenal belum lama tapi ntahlah aku senang saja melihat dia." Danis membanting tubuhnya ke atas kasur.
Dafa masih belum percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu, dalam hatinya apa sungguh gadis itu bisa membuka hati Danis kembali, tapi ya sudahlah sekarang yang jadi masalah jika sampai gadis itu tahu jati diri Danis yang sebenarnya, pasti dia akan sangat kecewa.
"Geserlah, aku juga mau tidur!" Dafa mendorong tubuh Danis agar tidak menguasai kasurnya hanya sendirian.
Danis menggeser tubuhnya, sekarang mereka tidur satu ranjang dan hanya terbatas dengan satu bantal guling ditengah-tengah mereka tidur.
"Danis...." panggil Dafa.
"Apa?" Sahur Danis sambil tersenyum membayangkan wajah cantik Anin.
"Kamu sudah melupakan Fani?" Tanya Dafa, yang lagi-lagi menanyakan masa lalu Danis.
"Fani, dia datang hanya untuk menghancurkan hatiku, gara-gara dia juga aku jadi suka mabuk-mabukan. Haruskah aku terus mengingatnya? Hatiku sakit, setiap kali mengingat kenangan waktu itu." Jawab Danis dengan nada malas, raut wajah Danis juga berubah menjadi tidak bersemangat.
"Tidurlah sekarang sudah malam, bukankah kamu besok harus berangkat kerja." Dafa mengalihkan pembicaraan.
"Aku tahu, kamu menjadi suka mabuk-mabukan bukan hanya karena pergaulan waktu kuliah diluar negeri saja. Tapi juga gara-gara Fani, dan Om Denis dan Tante Risa tidak tahu soal Fani." Batin Dafa dalam hatinya.
Yang tahu tentang Fani hanya Dafa dan Aqila, karena Danis tidak pernah menceritakan tentang Fani pada kedua orang tuanya.
"Aku besok libur, oh iya besok belikan Aqila tas keluaran terbaru ya untuk dia tutup mulut sekalian aku mau ajak Anin jalan-jalan." Kata Danis sambil senyam-senyum.
Dafa paham akan senyuman sahabatnya itu pasti ada udang dibalik batu.
"Beli tas Aqila pake uang siapa? Lalu buat mengajak Anin jalan kamu punya uang?" Tanya Dafa dengan tatapan menyebalkan. Ia tahu pasti Danis tidak punya uang.
untuk membeli satu tas keluaran terbaru adiknya saja bisa sampai puluhan juta. Dafa tahu dimasa hukuman Danis pasti papanya tidak memberikan kartu kredit atau ATM pada Danis.
"Dafa, kan ada kamu." Danis tersenyum penuh makna, Dafa hanya menggelengkan kepala.
"Aku sudah tahu ujung-ujungnya aku yang akan menjadi kambing hitam." Batin Dafa dalam hatinya.
"Pasti aku yang di jadikan kambing hitam." Dafa tersenyum masam, tapi Danis malah membalasnya dengan senyum manisnya.
"Tidurlah, aku mengantuk." Kata Dafa yang membalikkan badannya, dan kini ia tidur membelakangi Danis.
Untung Danis punya sahabat seperti Dafa, ia tidak pernah perhitungan dan menyayangi Danis dengan tulus sebagai sahabatnya.
Dafa dan Danis akhirnya mereka sama-sama tertidur pulas.
.
.
.
Di rumah Anin.
Anin dan Aqila masih terjaga, kini mereka sedang asik mengobrol.
"Kak Anin, tinggal sama siapa disini?" Tanya Aqila dengan penasaran.
"Aku hanya tinggal sendiri Qila." Jawab Anin sambil menyelimuti tubuhnya dengan selimut yang ada di atas ranjang tempat tidurnya.
"Maaf, orang tua kakak kemana? Kalau Qila boleh tahu." Aqila tersenyum simpul.
Kini keduanya sudah sama-sama membaringkan tubuhnya, mereka sudah menyelimuti tubuh mereka dengan satu selimut.
"Mama aku sudah meninggal, sedangkan papaku dia sudah menikah lagi." Anin tiba-tiba terlihat, matanya sudah berkaca-kaca.
Aqila menjadi merasa tidak enak, gara-gara mulutnya yang terlalu bawel sekarang Anin menjadi sedih.
"Kak, maaf ya. Aku tidak bermaksud membuat kakak sedih." Aqila memeluk Anin sambil mengusap-usap punggungnya.
Anin menyeka air matanya sebelum sampai keluar dari matanya, ia tidak boleh menangis di hadapan Aqila.
"Aku tidak sedih, oh iya sudah malam ayo kita tidur." Anin tersenyum manis, ia berusaha menghilangkan rasa sedihnya.
"Kak, Anin boleh tanya sesuatu?" Aqila melepaskan pelukannya dari tubuh Anin.
"Tentu, kamu mau tanya apa?" Tanya Anin dengan nada lembut.
"Kak Anin sudah punya kekasih?" Tanya Aqila dengan penuh hati-hati.
Anin tertawa mendengar pertanyaan Aqila, Aqila jadi merasa karena Anin malah menertawakannya.
"Kakak..." Aqila sedikit memanyunkan bibirnya.
"Qila, aku belum punya kekasih." Jawab Anin dengan nada lembut.
Aqila yang tadinya manyun, sekarang tersenyum bahagia.
"Kak Danis, kamu masih punya kesempatan untuk mendapatkan hati Kak Anin." Batin Aqila dalam hatinya.
.
.
Malam semakin larut, akhirnya berdua tertidur begitu pulas.
Dirumah Alan...
Ayumi dan Alan masih terjaga karena menunggu Dafa yang belum pulang.
"Kemana anak itu?" Alan mondar-mandir tidak jelas, membuat kepala Ayumi pusing.
"Suamiku, duduklah! Biarkan saja paling juga Dafa pergi sama Danis." Kata Ayumi dengan nada lembut.
Disini yang lebih kawatir pada anaknya malah Alan, kalau Ayumi tenang-tenang saja karena ia percaya pada anaknya dan anaknya tidak akan berbuat macam-macam diluar sana.
"Tapi Dafa, belum pulang." Alan mulai kesal, Ayumi beranjak dari tempat tidurnya lalu memeluk suaminya dari belakang.
"Anak kita sudah besar, dia tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Sudah malam sebaiknya ayo kita tidur." Kata Ayumi disela-sela pelukannya.
Alan bahagia, biarpun pernikahannya sudah lama dan mereka sudah tidak muda lagi tapi mereka selalu menunjukkan cinta mereka dengan penuh cinta.
"Baiklah kita tidur." Alan membopong Ayumi ke ranjang tempat tidur.
Kini mereka sudah berada di tempat tidur, Alan membelai pipi Ayumi dengan lembut.
"Andai saja dulu kit punya anak banyak, pasti rumah kita akan rame." Kata Alan dengan senyum manisnya.
"Ayo buat lagi!" Goda Ayumi dengan jail.
Alan tersenyum, lalu mencium bibir Ayumi dengan lembut.
"Tidurlah, satu anak sudah cukup sayang." Alan tersenyum lalu membawa Ayumi masuk ke dalam pelukannya.
Bukan Alan yang tidak mau punya anak lagi, tapi karena sudah semakin tua jadi kalau masalah tempur di atas ranjang sudah tidak sehebat dulu lagi.
.
.
Jam menunjukkan pukul 7 pagi, tiba-tiba Dafa bangun dan berteriak karena Danis ternyata tidur sambil memeluknya.
"Ahhkk... dasar tidak ada ahklak." Teriak Dafa sambil mendorong tubuh kekar Danis hingga terjatuh.
Brukkkk..... ahhkk." anggap saja suara Danis terjatuh.
"Aish Dafa, kamu membuat pinggangku sakit." Danis marah-marah pada Dafa, tapi Dafa malah menyelimuti seluruh tubuhnya seperti habis di apakan saja sama Danis.
"Lagian kamu tidur peluk-peluk aku, aku kan takut di sangka jeruk makan jeruk." Dafa menatap kesal Danis.
"Sudahlah, aku mau mandi! Bukankah hari ini kita mau ke mall." Danis berlalu pergi ke kamar mandi.
Dafa menggelengkan kepalanya, dalam hatinya dasar Danis bisa-bisanya dia tidur sambil memelukku.
Setelah selesai mandi, gini gantian Dafa yang mandi.
.
.
Setelah mereka sudah mandi dan sudah sama-sama rapi, mereka langsung pergi ke rumah Anin.
Danis tersenyum begitu manis, sedangkan Dafa menatap Danis dengan tatapan jijik.
"Danis sudah mulai gila, dulu dia gila gara-gara ditinggal Fani. Sekarang dia gila gara-gara tetangganya." Batin Dafa dalam hatinya.
"Kenapa terus tersenyum? Ketuklah pintunya!" Kata Dafa dengan tatapan sinis.
Danis hendak mengetuk pintu, belum sempat ia menempelkan tangannya di pintu rumah Anin tiba-tiba Anin membuka pintu rumahnya.
Anin dan Aqila sama-sama terkejut.
"Kalian, ada apa pagi-pagi datang ke rumahku?" Tanya Anin dengan wajah terkejut.
"Kita....." Danis merasa gugup.
"Aish kenapa mulutku kaku sekali untuk berbicara dengan Anin?" Gumam Danis dalam hatinya.
"Kita apa?"
BERSAMBUNG 🙏
Terimakasih para pembaca setia 😊
Oh iya buat para pembaca setiaku, siapa tau mau saling kenal dengan Authornya. Boleh ya masuk grub GC WA Author, 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Intan Puspasari Sari
soooklh
2021-08-01
0
Qiza Khumaeroh
bner2 kturunn para org tuay sma2 somplakk,,,😁😁😁
2021-08-01
1
Nenk Khanaya
😂😂😂😂😂😂😂
2021-05-24
0