Naina merasakan tubuhnya yang mulai merasa enakan, rasa lelah itu sudah mulai berkurang. Naina masuk ke kamar mandi dan melakukan ritual mandinya.
Selesai mandi, Naina merasa benar-benar segar sekarang. Ia kemudian berjalan kearah dapur, menemui Ibunya yang sedang duduk di depan perapian. Ibunya terlihat sedang membersihkan sayuran yang ia petik dari kebun.
Naina melihat kearah ibunya. Ia menitikkan air matanya. Ibunya sudah tua dan sering sakit-sakitan. Naina merasa sangat bersalah hingga di usianya sekarang, ia belum bisa membahagiakan Ibunya.
Ia memeluk Bu Sumi dari belakang membuat Bu Sumi tersentak kaget apalagi anak gadisnya itu sedang terisak di punggungnya.
"Ada apa, Nak... Apa kamu punya masalah dengan pekerjaan mu di Rumah Besar?" tanya Bu Sumi sambil menatap lekat anak gadisnya.
"Tidak, Bu... tidak ada masalah apapun di Rumah besar. Hanya saja, Naina merasa sangat berdosa sama Ibu, sampai saat ini Naina tidak bisa membahagiakan Ibu. Lihat, Bu... bahkan Naina belum bisa membelikan Ibu sebuah kompor!" ucap Naina sambil menunjuk tungku yang biasa digunakannya untuk memasak.
Mereka memasak dengan kayu bakar. Tak ada kompor atau apapun itu, hanya sebuah tungku tua terbuat dari bata yang disusun sedemikian rupa dan beberapa alat masak yang sudah hitam legam akibat terkena api dari tungku. Mereka menggunakan ranting pohon yang berjatuhan dipinggir hutan sebagai bahan bakarnya.
Bu Sumi terkekeh ketika mendengar perkataan anak gadisnya.
"Kenapa kamu menangis, Nak? Ibu tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari mu. Melihat mu tumbuh besar saja sudah merupakan anugerah bagi Ibu. Ibu sangat menyayangi mu, Anak ku! Kaulah satu-satunya harta Ibu yang paling berharga di dunia ini." ucap Bu Sumi sambil menciumi kedua belah pipi Naina. Naina merasa terharu ia semakin mempererat pelukannya kepada Sang Ibu.
"Sudah, sudah sana! Masuk ke kamarmu dan tidurlah dengan nyenyak. Besok kan kerja lagi. Nanti kamu terlambat, loh." sambung Bu Sumi sambil menepuk lembut punggung anaknya.
Naina pun mengangguk, "Ibu juga lekas tidur ya! Jangan capek-capek! Naina gak mau Ibu sakit." sahut Naina sambil mencium punggung tangan Ibunya.
Iapun beranjak menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya yang lelah karena sudah bekerja seharian.
...***...
Naina terbangun dari tidurnya kemudian melihat ke arah jam di dinding kamarnya. Ternyata ia bangun terlambat dari biasanya. Ia bergegas bangkit kemudian segera membersihkan dirinya. Setelah itu ia memasak di dapur.
Ternyata sang Ibu juga sudah bangun sedari tadi. Melihat Naina tengah berkutat dengan masakannya, Bu Sumi pun segera membantunya.
Setelah semua kegiatan paginya selesai, ia segera pamit pada Bu Sumi kemudian mencium punggung tangan Ibunya.
"Assalamualaikum, Bu!" ucap Naina seraya melambaikan tangannya kearah Ibunya.
"Wa alaikum salam, hati-hati di jalan ya, Nak!" sahut Bu Sumi sambil menatapi anaknya yang berjalan semakin menjauh hingga menghilang dari penglihatannya.
Ia berjalan melewati lebatnya pepohonan di pinggir jalan. Udara pagi yang dingin terasa menusuk hingga ke tulang. Aroma khas di pagi hari terasa menyejukkan hati. Sesekali ia mengelus tangannya yang terasa sangat dingin.
Bu Lastri nampak tersenyum dari kejauhan melihat Naina yang berjalan sambil menahan rasa dingin di tubuhnya. Bu Lastri merangkul gadis itu dan berjalan beriringan.
Sesampainya dirumah besar, ia melihat beberapa pelayan yang sudah terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Tumben pagi-pagi begini sudah pada rajin " batin Naina dalam hati.
"Astaga, Nak! Ibu lupa memberitahumu!" ucap Bu Lastri sambil menatap lekat Naina
"Hari ini Tuan Muda ada dirumah. Jadi semua orang harus sudah bekerja pagi-pagi sekali! Dan hati-hati jika bertemu dengannya, selalu tundukan kepalamu dan jangan berani bicara apalagi menatapnya!" sambung Bu Lastri, ia sangat khawatir, ia takut Naina melakukan kesalahan fatal.
"Baik, Bu..." jawab Naina singkat
Dari jauh Bu Juli sudah bertolak pinggang sambil melotot melihat kearah Bu Lastri dan Naina.
"Hey, Bu Lastri! Bukankah sudah ku bilang, hari ini Tuan Muda ada dirumah. Kenapa kalian masih terlambat?!" hardik Bu Juli.
"Dan kau! Masih anak baru sudah belajar membangkang, ya?! Mau ku pecat sekarang, hah?!" sambungnya sambil menatap Naina dengan tatapan mautnya.
Naina menggeleng cepat, "Tidak, Bu! Jangan pecat saya." sahut Naina dengan wajah cemas.
"Ini semua salah saya, Bu Juli. Saya lupa mengatakan hal penting ini pada Naina. Naina benar-benar tidak tahu! Jangan pecat dia, Bu..." ucap Bu Lastri, mencoba meyakinkan Bu Juli yang terlihat sangat marah.
"Sudah, sana cepat! Kerjakan pekerjaan kalian, jangan sampai Tuan Muda marah karena ada satu kesalahan!" bentaknya sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
Naina gelagapan, namun dengan cepat ia meraih perlengkapan bersih-bersihnya dan langsung mengerjakan pekerjaannya.
Dikamar utama,
Ia menggeliat sambil mengusap matanya.
"Hmmm... Jam berapa sekarang?" gumamnya
Ia melirik jam di dinding kamarnya, ternyata sudah pukul 7 pagi. Ia segera bangun dan berjalan menuju kamar mandinya.
Ia menatap bayangan dirinya sendiri di dalam cermin yang terdapat di dinding kamar mandi. Nampak wajah seorang Pria kesepian. Pria yang pernah dikhianati kekasih hatinya sendiri.
Seketika, cerita bahagia yang pernah ia lalui bersama Celline kembali berputar di dalam otaknya. Senyuman manisnya, Tatapan sendu yang selalu menghiasi mata indahnya seakan terus menghantui jiwanya. Dengan seluruh jiwa raganya ia mencoba untuk membuang jauh-jauh kenangan itu, namun tetap tidak bisa.
Cerita itu terlalu indah untuk ia lupakan. Walau rasa sakit yang ditinggalkan oleh Wanita begitu dalam namun tetap tak bisa mengikis rasa cinta yang terpatri dalam hatinya.
Juna serasa baru terbangun dari mimpi buruk nya, Ia membasuh wajahnya dengan kasar. Kemudian menuju Bath up dan merendam seluruh tubuhnya.
Setelah selesai dengan ritual mandinya, ia berpakaian rapi dengan pakaian kasual yang sering dipakainya bila sedang berada dirumah. Walaupun diam dirumah, tapi tampil selalu rapi dan bersih itu wajib baginya.
Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang makan. Di atas meja sudah terlihat berbagai macam hidangan tertata rapi.
Dia duduk sambil menunggu pelayan meletakan makanan ke atas piringnya. Kemudian ia makan dengan lahapnya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Selesai makan ia berjalan menuju ruang utama dan duduk disana. Ia memainkan ponselnya sambil bersantai disana. Juna mengecek beberapa pesan masuk di ponsel itu, yang belum sempat ia baca. Juna memang jarang mengotak atik ponsel nya, kecuali sangat penting.
Tak berselang lama, Gabriel tiba dengan sebuah berkas ditangannya kemudian segera menghampiri Tuan Muda.
"Selamat pagi, Tuan Muda! Maaf, saya lancang datang kemari dan mengganggu akhir pekan anda." ucapnya seraya membungkuk hormat.
"Katakan," sahut Juna masih dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Saya hanya ingin Tuan menadatangani berkas ini. Karena berkas ini akan segera diserahkan hari ini juga, Tuan." sahutnya seraya memberikan berkas di tangannya kepada Tuan Muda.
Juna membaca berkas tersebut dan langsung berdiri. Ia melangkah menuju ruang kerjanya dan Gabriel mengikutinya dari belakang.
Juna berjalan sambil melihat kearah berkas penting di tangan nya dan tanpa sengaja ia merasa menabrak seseorang.
Bruugkkk...
Tuan Muda merasa menabrak seseorang.
" Awww...." seseorang menjerit di lantai.
Terlihat seorang Pelayan tersungkur di depannya. Ia melihat kearah gadis itu dengan tatapan datarnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Nur Lizza
duh pasti naina yg jtuh kena tabrak tuan muda
2023-07-02
0
վմղíα | HV💕
aku jadi takut kalau naina dapat masalah.
2023-03-15
0
Galen
lebih bagus nama asistennya...
2021-12-25
0