Sesampainya dirumah besar, Naina ternganga melihat rumah itu. Rumah yang sangat besar dan juga mewah.
Ia sama sekali tak pernah melihat rumah yang sebesar ini. Karena memang Naina tidak pernah kemana-mana selain rumah, kebun dan pasar. Bahkan sekolahnya pun tak berada jauh dari perkampungannya.
"Sini ikuti Ibu... " kata bu Lastri sambil menggandeng tangan Naina dan membawanya ke belakang rumah menuju dapur utama.
Sesampainya di dapur utama Naina kembali tercengang meliat dapur yang begitu luas entah berapa kali lipat dari rumahnya.
Mereka menghampiri Bu Juli yang sedang mengatur tugas para pelayan.
" Bu... Bu Juli, ini Naina yang saya ceritakan kepada Bu Juli kemarin" kata bu Lastri seraya memperkenalkan Naina kepada Bu Juli.
Bu Juli memperhatikan Naina secara detail mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Naina hanya bisa tersenyum kepada Bu Juli yang terus menatapnya dengan tatapan sinis.
Bu Juli melihat ke arah Naina sambil memutari tubuh mungilnya. "Apa kau yakin mau bekerja disini? Disini peraturannya sangat ketat dan sedikit saja kau membuat kesalahan, aku tidak akan sedikitpun mengampuni kesalahan mu. Aku juga tak akan segan-segan menendang mu dari rumahmu ini!" tutur Bu Juli sambil memandang remeh kepada gadis kampung itu.
Naina pun mengangguk sambil menundukkan kepalanya.
"Kalau aku ngomong liat kearah ku!!!" bentak bu Juli membuat Naina gelagapan.
"Iy-iya, Bu..." sahut Naina ketakutan.
"Bagus! Dan kau Bu Lastri, jelaskan semua pekerjaan yang harus dilakukannya!" ucapnya seraya berlalu dengan gaya angkuhnya.
"Ya Tuhan, dia menakutkan sekali..." batin Naina.
Bu Lastri menghampiri Naina yang wajahnya terlihat pucat.
"Sudah, jangan di ambil hati. Nanti kamu bakal terbiasa, kok dengan sikap angkuhnya itu... " ucap Bu Juli seraya tersenyum sambil merengkuh bahu Naina.
Naina pun mengangguk dan membalas senyuman Bu Lastri.
Naina melakukan tugas nya dengan baik hari ini. Dia membersihkan rumah besar itu tidak sendiri masih ada beberapa pelayan yang juga sama seperti dirinya. Namun diantara banyaknya pelayan yang ada dirumah itu tak ada satupun yang mau berteman dengannya.
Beberapa kali Naina mencoba menyapa mereka, namun tak ada satupun yang merespon. Mereka terlihat enggan bahkan tersenyum pun tidak.
Waktu istirahat siangpun tiba, Ia dan bu Lastri beristirahat di rumah belakang sambil memakan jatah makan yang dibagikan oleh Bu Juli.
Rumah belakang adalah rumah yang khusus disediakan untuk para Pelayan, Sopir pribadi Tuan Muda dan juga tukang kebun.
Mereka yang rumah nya jauh dari rumah besar bisa menginap disana. Tetapi tidak buat Naina dan Bu Lastri, mereka lebih memilih untuk pulang kerumah mereka masing-masing.
Setelah selesai makan siang dan beristirahat, mereka pun kembali pada kesibukan mereka masing-masing.
Naina masih berjibaku dengan pekerjaannya walaupun dengan keringat yang bercucuran di keningnya, ia tetap semangat mengerjakannya.
Sesekali Bu Juli mengawasi pekerjaannya, Ia tidak ingin gadis itu melakukan kesalahan. Namun Bu Juli tidak menemukan satu kesalahan pun yang bisa menjadi alasan untuk memarahi gadis kampung itu.
Entah kenapa Bu Juli merasa sangat tidak suka dengan gadis kampung itu, wajahnya yang terlihat polos dan lugu itu membuat ia berpikir jangan-jangan semua itu hanya kedok saja.
Tak terasa matahari sudah mulai menyembunyikan sinarnya. Saatnya mereka pulang, dengan semangat Naina berjalan menghampiri Bu Lastri.
"Bu, mari kita pulang!" ajak Naina dengan senyum yang selalu menempel di bibir mungilnya.
Bu Lastri menggandeng tangan Naina dan berjalan bersamanya. Bu Lastri sudah menganggap Naina seperti anaknya sendiri. Karena Bu Lastri juga memiliki seorang anak gadis yang seumuran dengan Naina, yang sedang kuliah di sebuah Universitas di Kota XX.
Anak bu Lastri menyewa tempat tinggal di sebuah kos-kosan di kota itu, itulah sebabnya mengapa Bu Lastri harus bekerja keras mencukupi kebutuhan anaknya yang memerlukan biaya tidak sedikit. Sedangkan suaminya hanya seorang petugas kebersihan di sebuah sekolahan di kampungnya.
Akhirnya Naina sampai dirumahnya. Di depan rumah sudah ada ibunya yang sedang menunggu kedatangannya. Naina langsung berlari kecil kearah Ibunya dan mereka pun saling berpelukan. Maklumlah Ibunya tidak pernah berpisah dengan anak gadisnya itu sekalipun. Lagipula hari ini adalah hari pertama anak nya bekerja di rumah besar itu.
Mereka masuk kedalam rumah yang sudah terang bercahayakan lampu tembok. Keadaan mereka yang hanya mengandalkan kebun kecil itu untuk kebutuhan hidup, sangat tidak memungkinkan mereka untuk memasang listrik di rumah itu. Apalagi untuk membayar iuran tiap bulannya.
Naina masuk ke kamar mandi yang hanya berdindingkan anyaman bambu. Iapun segera mandi dan membersihkan dirinya.
Setelah selesai mandi, ia masuk kedalam kamarnya dan berpakaian kemudian segera sholat.
Malam itu mereka makan malam lauk pauk seadanya namun begitu mereka tetap menikmatinya dengan rasa syukur.
Mereka berpikir masih banyak yang hidup lebih susah dari mereka. Beruntung bagi mereka masih bisa makan dua atau tiga kali sehari sama seperti orang pada umumnya. Walaupun makanan yang mereka makan tak seenak orang lain.
Setelah selesai makan mereka berbagi cerita hari ini. Apalagi Naina yang dengan antusiasnya menceritakan pengalaman pertama ia bekerja dirumah itu. Ia menceritakan betapa besar dan megahnya rumah majikannya.
Banyaknya orang yang bekerja disana. Ada yang sebagai pelayan, Tukang kebun, Sopir pribadi dan para petugas keamanan di rumah itu. Ia juga tidak lupa menceritakan tentang Bu Juli yang angkuh dan sombong juga galak itu. Semua pelayan tak ada yang berani membantah perintahnya.
Bu Sumi hanya tersenyum melihat anaknya bercerita panjang lebar. Ia sebenarnya sedih karena tak bisa menyekolahkan Naina hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Seandainya Naina mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, mungkin gadis itu akan menjadi orang yang sukses, bukan malah menjadi seorang pelayan seperti sekarang ini.
Bu Sumi memandangi anaknya dengan tatapan sedih sekaligus senang. Senang karena anak gadisnya itu terlihat begitu menikmati pekerjaannya barunya.
Tak terasa malam semakin larut, Naina yang tadinya bercerita dengan berapi api kini terlihat lelah dan mulai mengantuk.
Kemudian Naina pamit sama Ibunya karena besok ia harus bangun pagi lagi untuk bekerja.
"Bu, mata Naina sudah mengatuk..." sambil mengucek matanya. "Naina masuk duluan ya... Besok Naina harus kembali bekerja lagi."
Naina meraih tangan Ibunya kemudian ia mencium tangan yang sudah mulai keriput itu.
"Iya nak... tidurlah. Nanti kau bisa terlambat bangun kalau tidurnya kemalaman." sahut Bu Sumi sambik mengelus lembut kepala anaknya.
"Dah, Bu! Assalamualaikum." ucap Naina kemudian berjalan menuju kamarnya.
"Wa alaikum salam... " sahut Bu Sumi sambil memandangi anak gadisnya yang berjalan menjauh dan hilang dari pandangannya.
Bu Sumi kemudian berjalan menuju kamarnya dan Ia pun merebahkan tubuh rentanya ke kasur yang sudah menipis dan lusuh itu. Tak lama kemudian iapun tertidur dengan nyenyak nya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Nur Lizza
semangat naina
2023-07-02
0
Kendarsih Keken
masih nyimakkk thorrr
2021-11-15
0
Dwi Alviana
seru
2021-10-22
0