"Selamat datang Ayah.." Ucap Kiral.
Ayahnya hanya menjawab dengan anggukkan.
Aku juga ikut menyapa Ayah Kiral sambil tersenyum.
"Halo Om"
"Wah.. kamu lagi ada di sini ya Khiana?" Ayah Kiral mendekat dan mengelus kepala ku. Ini adalah kebiasaan baru yang dia lakukan setiap kali kami bertemu.
Kami bertiga lalu berjalan masuk ke area makan. Para pelayan sudah selesai menyiapkan meja makan untuk makan malam kami malam ini.
Kami bertiga duduk. Ayah Kiral di kursi paling ujung yang biasanya di duduki kepala keluarga. Kiral di kanan dan Aku di kiri. Ini juga adalah formasi yang menjadi kebiasaan sejak Aku sering mampir ke rumah ini.
"Bagaimana sekolah mu Khiana? Om dengar beberapa waktu lalu kamu memenangkan turnamen karate ya?"
"Ah.. iya om.. " jawabku malu-malu. Ku tatap Kiral yang sedang sibuk mengambil lauk pauk. Dia menatap ku balik sambil menyeringai.
Saat pertama kali Kiral tahu Aku memenangkan turnamen karate, dia mengejek ku dengan sebutan cewek galak berotot. Apa coba? harusnya kan dia ikut senang dan bangga. Padahal Aku sering memberi dia pujian setiap kali memenangkan pertandingan basket atau saat mendapat juara satu di kelas.
"Syukurlah.. sepertinya Om tidak perlu khawatir membiarkan mu kemana-mana sendiri sekarang karena kamu seorang ahli beladiri"
"Hahaha tidak juga kok Om.. berkelahi di kehidupan nyata itu agak berbeda.. "
"Kenapa? bukankah sama saja? kapan-kapan, ajak Kiral untuk latihan bersama mu. Ajarkan dia juga cara berkelahi."
Hahaha.. tidak. maaf Om tapi Aku tidak mau membawa anak mu yang mengejek kemampuan beladiri ku ke tempat latihan.
Lagi pula bisa gawat jadinya kalau orang-orang mengetahui hubungan kami berdua.
"Bagaimana dengan mu nak? sekolah mu lancar?" Nada bicara Lelaki paruh baya itu jadi berbeda saat berbicara dengan anaknya.
Raut wajah Kiral juga tiba-tiba berubah.
"Iya.. semuanya baik-baik saja" jawab Kiral.
"Baguslah.. sudah sepantasnya bagi mu agar terus berada di atas dalam hal apapun. Pertahankan semuanya seperti sekarang"
"Baik. Ayah"
Untuk pertama kalinya Aku melihat ekspresi itu pada wajah kedua Ayah dan anak ini. Apa-apaan itu? biasanya mereka tidak pernah terlihat seperti itu setidaknya selama Aku berada di sini.
Suasana jadi agak canggung.
"Kau sudah kelas tiga sekarang. Persiapan juga ujian akhir dan seleksi perguruan tinggi mulai sekarang"
Kiral mengangguk sekali lagi. Ekspresi nya semakin suram.
"Kakak sudah tahu akan lanjut kuliah di mana?" Aku melontarkan pertanyaan untuk mencairkan suasana tapi sebenarnya penasaran juga. Kira-kira apa yang menarik minat seorang Kiral untuk kuliah.
"Hmm.. sepertinya Bisnis atau Teknik" jawabannya ringan.
Woah.. sudah ku kuduga.. kedua itu memang cocok sih untuk nya..
"Apapun yang akan kamu ambil nanti, kamu tetap harus jadi yang terbaik" Ucap Ayahnya
"Iya Yah.."
"Bagaimana dengan kamu Khiana? kamu memang masih kelas dua. Tapi apakah kamu sudah punya gambaran akan kuliah apa?"
"Hmm.. Aku sepertinya belum menentukan akan kuliah apa Om.." jawab ku jujur.
"Ah.. begitu ya.. tidak apa-apa. Kau masih punya waktu untuk berfikir"
Aku mengangguk setuju.
"Kemarin Om mendengar kabar tentang Kakak mu. Rio ternyata anak yang sangat berbakat di bidang IT ya. Supervisor nya di cabang perusahaan Om sering sekali memuji pekerjaan nya"
"Ah.. iya.. Kak Rio memang dari kecil sudah terlihat memiliki bakat di bidang IT." sahut ku bangga.
"Ya.. betul sekali. Dia akan menjadi aset yang luar biasa di kemudian hari. Om jadi berfikir untuk merekrut nya kalau dia sudah lulus kuliah nanti. Tapi, itupun kalau Ayah mu tidak mem-booking nya duluan" ucap Ayah Kiral sambil tersenyum.
Mendengar berita yang membanggakan soal Kakak ku seperti ini membuat ku senang. Akhirnya si pemalas jenius itu sukses juga.
Tapi, kenapa dia memilih magang di cabang perusahaan Ayah Kiral ya? Kakakku itu tidak pernah menjelaskan apapun kepada ku soal itu.
Setelah itu, acara makan malam hari ini berlangsung lebih lama dari biasanya. Kami akhirnya membicarakan soal keseharian ku di sekolah serta toko dan tidak membahas soal Kiral ataupun Kak Rio lagi.
Selepas makan malam, seperti biasa Aku pamit untuk pulang. Dan seperti biasanya Aku menunggu di depan rumah karena Kiral dan supir pribadi nya akan mengantar ku pulang.
Tapi, alih-alih mendapati mobil yang biasanya di pakai untuk mengantar ku, sebuah sepeda motor besar berwarna hitam tiba-tiba berhenti tepat di hadapan ku.
Pengemudinya tak lain dan tak bukan adalah Kiral sendiri.
Ia memberi ku sebuah helm dan menyuruh ku naik.
Aku menerimanya. Tapi, sebelum naik, Aku berkata.
"Sebentar-sebentar.. sejak kapan kakak naik motor?" ucapku.
"Kenapa memangnya?"
"Aku tidak tahu Kakak bisa mengemudi"
Seringai muncul lagi di kedua bibirnya. Kenapa akhir-akhir ini Aku sering melihat seringai itu ya?
"Heh.. memangnya ada sesuatu yang tidak bisa Aku lakukan?"
Apa-apaan jawabannya itu? ishhhh.. sombong sekali manusia ini.
"Ayo cepat naik" Ucap nya tak sabar.
"Tapi.. kita kan masih di bawah umur.. memang boleh mengemudi sendiri?"
"Yang di bawah umur itu kamu saja. Aku sudah 17 tahun sekarang. Aku sudah punya SIM dan KTP jadi jangan banyak bicara lagi. Cepat naik"
Dengan keras kepala Aku tetap diam di tempat.
"Kita mau kemana? Kakak akan mengantar ku pulang kan?" tiba-tiba Aku teringat dengan nasehat Kak Rio untuk tidak pergi berduaan dengan laki-laki. Kalau seandainya Kak Rio masih ada dan melihat ku berboncengan dengan Kiral, kira-kira seperti apa reaksinya ya?
Kiral menghela nafas berat.
"Khiana.. cepat naiklah.." gawat. Nada bicara nya sudah terdengar menghawatirkan.
Akhirnya Aku naik.
Ia meraih tangan ku dan melingkarkan keduanya di pinggang.
Aku terkejut dan merontak.
"Gak usah memikirkan yang aneh-aneh. Kalau kamu tidak pegangan yang benar bisa bahaya" Ucap nya.
Akhirnya Aku menurut dan melingkarkan kedua tanganku di pinggang nya. Lalu motor pun melaju. Diluar dugaan, Kiral mengemudi dengan sangat baik.
Namun, alih-alih mengantar ku pulang, dia malah berhenti di sebuah pasar malam.
"Kak? kenapa berhenti di sini?" Tanyaku heran.
"Belakangan, Aku sering lewat daerah ini. Sudah lama Aku penasaran dengan pasar malam. Jadi Aku ingin mencoba nya"
Hah? Kok tiba-tiba?
"Tunggu dulu, apa maksud nya.. Kakak tidak pernah ke pasar malam sebelumnya?"
Dia mengangguk.
Apa? Dia manusia dari mana sih?
Lalu, dia memegang tangan ku dan menarik ku untuk melihat lihat. Aku terhenyak. Tapi tidak bisa melepaskan tangan ku juga dari genggamannya yang kuat.
"Aku takut kau hilang. Jadi biarkan Aku memegang tangan mu seperti ini" ucapnya.
Malam itu, untuk pertama kalinya kami 'berkencan' berdua.
.
.
.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments