Beberapa bulan kemudian.
Tak terasa hari berganti hari dan Kak Rio pun sudah tidak ada di kota ini bersama ku. Ia sudah berada di Singapura untuk melanjutkan kuliah dan bekerja sebagai anak magang di salah satu cabang perusahaan Ayah Kiral.
Sementara itu, hubungan ku dan Kiral berjalan lancar. Kami sepakat untuk merahasiakan nya dari siapapun kecuali keluarga inti. Di sekolah, kami tetap bersikap seperti biasanya tanpa membuat seorang pun tahu.
Aku juga mulai sering diundang ke rumah Kiral untuk makan malam bersama Ayah nya atau sekedar menghabiskan waktu di perpustakaan pribadi nya sambil membaca buku bersama.
"Akh! Aku menyerah!" ucapku frustasi dan melemparkan buku tugas ku ke sembarang arah.
Sore itu, aku menghabiskan waktu ku lagi bersama Kiral di rumah nya.
Kiral yang sedang membaca buku di samping ku menunduk lalu memungut buku tadi dan memeriksa soal-soal matematika yang sedang Aku kerjakan.
"Kamu sudah menyerah hanya karena soal-soal seperti ini?" dia duduk di sebelah ku dan meletakkan kembali buku itu tepat di hadapan ku.
"Singkirkan buku itu Kak, Aku tidak mau melihatnya lagi"
"Kalau kamu seperti itu terus kamu harus ikut kelas tambahan. Kamu tidak mau kan?"
"huhu.." Aku hanya meringis mendengar nya. Sebenarnya Aku bukanlah siswa yang lambat dalam urusan pelajaran. Semua pelajaran oke untuk ku kecuali satu hal, Matematika.
Beberapa hari yang lalu, Kak Kiral baru mengetahui soal hal ini. Dan sontak dari mulai hari itu juga dia mencecar ku dengan soal-soal Matematika setiap kali kita bertemu seperti ini.
Duh.. kenapa hubungan kami tiba-tiba berubah jadi seperti guru les privat dengan murid nya sih?
Apakah ini yang dilakukan oleh pasangan di luar sana untuk saling mengenal satu sama lain?
Ku rasa tidak.
"Cepat selesaikan soal yang ini" Kiral menunjuk satu soal.
"Kak, Aku lapar, kita istirahat dulu ya.." rayu ku.
Kiral menatapku sebentar lalu melirik arloji nya.
"Hmm.. kamu benar. sudah jam segini juga ya Baiklah.. " Dia bangkit lalu berjalan ke arah meja kecil yang berada tak jauh dari tempat kami belajar.
Di sana, sudah terhidang berbagai macam cake, buah, dan jus yang di bawa oleh salah satu pelayan rumah sesaat setelah Aku datang ke rumah ini tadi.
"asikk.." Aku melompat mendekati nya dan langsung meneguk segelas jus.
Kiral duduk di dekat ku lalu mencomot satu buah dan memasukkan nya ke dalam mulutnya.
"Kak.."
"Hmm.."
"Sebelum Aku sering main ke rumah ini, apakah yang kakak lakukan setiap hari di sini hanya belajar?"
"Heem"
"Benarkah? Kakak tidak pernah bermain ke luar dengan teman-teman Kakak?"
"Kadang Aku ke luar bersama teman-teman club basket. Tapi tidak terlalu sering. Aku sibuk dan punya sekian banyak ekspektasi yang diberikan oleh orang-orang di sekitar ku. Jadi Aku tidak bisa berlama-lama membuang waktu"
Ah.. benar juga.. setelah beberapa kali mampir ke rumah ini dan berinteraksi lebih banyak dengan Ayahnya Kiral, Aku mulai melihat adanya sifat otoriter dalam diri pria paruh baya itu.
Karena Kiral adalah putra satu-satunya, semua beban pasti di limpahkan kepada nya.
Dan walaupun latar belakang keluarga kami itu mirip-mirip, tapi cara mendidik kedua orang tua kami benar-benar berbeda. Ayah Kiral cenderung lebih disiplin dan memberikan banyak aturan kepada anaknya.
"Oh.. begitu ya..apakah Aku mengganggu waktu luang Kakak?" entah kenapa tiba-tiba Aku ingin menanyakan hal ini.
Kiral tersenyum kepadaku lalu mengacak-acak rambutku.
"Iya. Kamu merepotkan"
"Ishhhh" Aku menyesal menanyakan hal itu tadi.
"Kalau begitu ini hari terakhir Aku datang kesini ya.." gumam ku sekecil mungkin. Tapi sepertinya Kiral tetap bisa mendengar ku.
"Oi! Apa katamu barusan?"
"Aku tidak mengatakan apapun"
"Kamu pikir Aku tidak dengar?"
Aku bangkit dan berlari ke ruang lain di rumah ini. Kiral mengejarku dari belakang.
"Oi mau kemana kamu?" ucapnya setengah berteriak.
Kami masuk ke sebuah ruangan dengan sebuah piano putih di tengah-tengah nya.
"Woah.. ruangan apa ini?"
Selain piano putih, aksen dan juga warna keseluruhan ruangan ini juga bernuansa putih.
Cantik sekali.
"Ini adalah ruangan kesukaan mendiang Ibu ku." Ucap Kiral pelan.
Dia melangkah lebih dalam ke tengah ruangan. Aku mengikuti nya dari belakang.
"Apakah Ibu Kakak suka bermain piano?"
Kiral mengangguk.
"Ibu ku sangat pandai memainkan nya"
"Kalau begitu, apa Kakak juga bisa bermain piano?"
Tanpa menjawab pertanyaan ku, dia berjalan mendekati piano putih itu dan duduk. Lalu memberi isyarat pada ku untuk duduk juga di sampingnya.
Setelah Aku duduk, dia memulai memainkan sebuah lagu.
Seketika seluruh ruangan di penuhi oleh lantunan musik yang lembut.
Ku perhatikan jari jemari yang sedang menari di atas tuts piano itu.
Woah.. bahkan bermain musik pun dia pandai sekali. Apakah ada satu hal saja yang tidak bisa dia lakukan di dunia ini?
Setelah musik itu berhenti, Kiral menatapku dengan tatapan yang sulit di jelaskan.
Aku membalas tatapan itu dengan senyuman.
Yang akhirnya memunculkan senyuman manis di bibir laki-laki ini.
"Indah sekali.. permainan Kakak.. bagus" ucapku tulus.
Senyum di bibirnya semakin lebar mendengar perkataan ku.
"Saat Ibuku masih ada, kami berdua sering bermain piano bersama di ruangan ini. Waktu itu, bahkan Aku sempat berpikir untuk menjadi pianis profesional. Tapi suatu hari Ibu ku bilang kalau dia sangat ingin anak laki-laki nya menonjol di bidang olahraga. Lalu dia mengenalkan ku dengan basket. Sejak saat itulah Aku jadi lebih sering bermain basket dari pada piano."
Woah.. Aku baru tahu soal itu.
"Benarkah? sepertinya Ibu Kakak adalah orang yang paling berpengaruh dalam hidup Kakak ya?.. hmm.. Aku jadi penasaran seperti apa dirinya"
Kiral bangkit lalu mendekat ke sebuah lemari kaca. Lalu berkata.
"Ibuku.. dia cantik. sangat cantik. wanita paling cantik yang pernah Aku lihat"
Aku kembali mendekati nya untuk melihat apa yang sedang dia lakukan.
Dia sedang menatap sebuah foto di dalam lemari kaca itu.
Aku mengikuti tatapannya.
Di dalam foto itu, terlihat seorang perempuan anggun memakai baju putih sedang memainkan piano dengan seorang anak kecil yang mungkin usianya baru 7/8 tahun.
Foto Kiral dengan Ibunya.
Dan ya. Aku setuju. Wanita itu memang cantik sekali. Garis wajah dan kulit sawo matangnya khas orang Indonesia tapi dengan senyuman dan aura yang berkelas.
Cantiknya..
Tok..tok..
Tiba-tiba pintu di belakang kami yang sejak tadi memang terbuka di ketuk oleh salah seorang pelayan.
"Tuan Muda.. maaf mengganggu. Tapi Tuan Besar baru saja datang"
"Ah.. baiklah kami berdua akan segera turun ke bawah" jawab Kiral pada pelayan itu.
Lalu, kami berdua turun untuk menyambut Ayah Kiral.
.
.
.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments