Mataku tak berhenti berkedip sesampainya kami di tempat ini.
Luar biasa! Lihatlah pemandangan itu. Woahh.. tempat ini benar-benar luar biasa!
Saat ini, kami berdua sedang berada di sebuah bukit di daerah pinggiran kota. Kami duduk di sebuah kursi ayunan yang menghadap ke arah pemandangan kota yang bersinar di malam hari. Tentu saja tidak ada seorang pun selain kami di sini. Hanya pepohonan yang melambai tertiup angin yang menyaksikan dua manusia yang sedang saling mencoba memahami satu sama lain.
"Woahh Kak.. kok Kakak bisa tahu tempat ini sih?" tanyaku masih tidak memalingkan wajahku dari pemandangan kota.
"Kamu lihat bangunan yang di sana itu?"
Alih-alih menjawab pertanyaan ku, Kiral malah menunjuk sebuah bangunan yang nampaknya terlihat seperti sebuah villa yang berada di bagian bukit yang lebih tinggi dari tempat kami berada.
Aku mengikuti arah telunjuk nya.
"Maksud Kakak villa yang lampunya berkedip itu?"
"Iya. Itu adalah salah satu villa keluarga ku. Saat Aku masih kecil, setiap akhir pekan keluarga ku selalu datang ke sana. Tapi sekarang sudah jarang sekali"
Kiral mengalihkan pandangannya dari villa kembali ke pemandangan kota.
"Karena dulu Aku sering menginap di villa itu, Aku jadi tahu tempat ini"
Ia menghela nafas lalu menghembuskan nya.
"Hah.. rasanya sudah lama sekali Aku tidak main ke sini"
Dari wajahnya Aku bisa tahu dia benar-benar merindukan tempat ini.
"Kenapa Kakak tidak pernah ke sini lagi?"
Jeda sebentar sebelum dia menjawab perkataan ku.
"Semenjak Ibu ku meninggal saat usia ku 12 tahun, Ayah dan Aku jadi jarang berkunjung ke tempat ini lagi"
Raut wajahnya berubah menjadi suram.
Oh tidak.. apa Aku salah bicara ya? Seharusnya Aku tidak memancing nya dengan pertanyaan soal mendiang Ibu nya.
Tapi, kekhawatiran ku memudar karena kesuraman di wajahnya hilang begitu dia melanjutkan perkataannya.
"Belakangan, Aku sibuk sekali belajar untuk ujian. Latihan basket pun tetap jalan karena meski Aku sudah duduk di kelas 12, Aku masih mempunyai satu turnamen lagi sebelum lulus. Tapi untunglah semuanya sudah selesai sekarang."
Kiral menatap ku sambil tersenyum.
Ah.. ya.. kemarin adalah hari terakhir ujiannya ya.. lalu turnamen terakhir nya di SMA juga sudah dia menangkan Minggu lalu.
"Oh iya Kak.. Minggu lalu, maafkan Aku karena tidak menonton pertandingan terakhir Kakak ya. Padahal itu adalah pertandingan yang sangat penting untuk Kakak. Tapi.. Aku-"
"Tidak usah di pikirkan. Aku tidak memaksa mu untuk menonton setiap pertandingan ku kok. Lagi pula kau sakit kan.. apa boleh buat" Ucapnya ringan.
"Semalam tiba-tiba Aku memimpikan tempat ini. Jadi, ku putuskan untuk mengajak kamu ke sini"
Aku tersenyum mendengarnya.
"Begitu kah?"
"Heem.."
Semilir angin membelai rambut ku halus. Wah. tempat ini cocok sekali untuk merenung. tiba-tiba Aku terpikirkan banyak hal.
Aku berpikir sambil mencerna hal-hal yang terjadi belakangan ini.
"Kenapa? kenapa tiba-tiba berpikir serius seperti itu?" tanyanya.
"Aku hanya berpikir.. waktu benar-benar terasa berlalu begitu saja. Rasanya baru kemarin kita makan malam bersama dengan kedua orang tua ku, Kak Rio dan Ayah Kakak. Lalu membahas perjodohan dan mulai sedikit-sedikit saling mengenal. Tiba-tiba sekarang Kakak sudah mau lulus saja"
Walaupun tidak sedang menatap wajahnya, Aku bisa merasakan kedua bibirnya sedang tersenyum ke arah ku.
"Kamu benar. Waktu berlalu dengan cepat" Ucap nya.
"Hah.. kalau Kakak nanti lulus dan lanjut kuliah, hanya akan tersisa Aku saja di kota ini. Masih ada teman ku Nurul sih.. tapi, rasanya pasti akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan punya sosok Kakak di samping ku"
Kiral membalikkan badan ku agar menatap nya.
"Jadi.. selama ini kamu menganggap ku sebagai Kakak mu?"
"...Heem" angguk ku mengiyakan.
"Maksud mu seperti kamu melihat Kakak laki-laki mu?"
Aku memiringkan kepala berpikir. Ya.. saat ini di mataku dia terlihat seperti seorang Kakak laki-laki sih.. sama seperti kak Rio. Tapi agak beda juga sih.. hmm.. bagaimana ya Aku mendeskripsikan nya?
"...Iya?"
Kiral tersenyum kecut.
"Haha..ternyata hanya Aku saja yang memandang mu dengan cara yang berbeda" ucapnya. Raut wajahnya berubah menjadi kecewa.
Aku merasa tidak enak.
Bukan begitu maksudku. Kiral terlihat seperti seorang kakak untuk ku.. tapi, tidak persis seperti Kak Rio juga sih.. bagaimana ya..
"Kakak.. Aku-"
"Kalau begitu bagaimana pendapatmu soal perjodohan kita?" Potong nya cepat.
"Pendapat apa?"
"Tak terasa sudah hampir dua tahun sejak kita sepakat dengan perjodohan ini. Kita menghabiskan banyak waktu selama dua tahun ini untuk mengenal satu sama lain. Setelah mengenalku, kesan kamu terhadap ku gimana?"
Aku berpikir sejenak sambil menatap nya.
Lalu, dengan mantap Aku berkata.
"Aku senang bisa mengenal Kakak"
Kedua mata itu menatapku dengan tatapan penuh makna. Ia tersenyum.
"Benarkah?"
Aku mengangguk.
"Ya. Aku senang. Sebelum Aku benar-benar mengenal Kakak, ku kira Kakak adalah seseorang yang sulit dijangkau. Aku tidak menyangka Kakak ternyata orang yang sangat ramah dan suka dengan hal-hal sederhana. Hal itu membuat Kakak terlihat lebih manusiawi"
"Terlihat lebih manusiawi?"
"Iya. Sebelum mengenal Kakak, Kakak terlihat seperti tokoh utama novel atau pangeran di negeri dongeng. Aura Kakak berbeda dengan orang lain dan sulit di jangkau. Begitu Aku tahu Kakak bisa bersikap normal seperti orang biasa, Aku merasa lega dan nyaman berada di dekat Kakak"
Lama. Kiral menatap lurus ke kedua mataku.
"Kalau begitu.. apakah kamu akan menikah dengan ku?" ucap nya dengan suara pelan seperti takut akan sesuatu.
Apakah dia takut dengan jawaban ku? Apa dia takut Aku menjawab tidak ingin menikahi nya?
Aku berpikir sejenak.
"Aku.."
Jujur Aku tidak tahu. Walaupun sudah hampir dua tahun kami mengenal satu sama lain, tapi Aku masih anak sekolahan. Menurut ku masih terlalu cepat untuk membahas pernikahan.
"Aku.."
Seperti bisa membaca pikiran ku, Kiral buru-buru berkata.
"Aku menyukai mu"
Apa? apa katanya barusan?
"Aku tahu kita berdua masih sangat muda. Aku baru akan lulus sebentar lagi dan kamu masih harus sekolah setahun lagi. Ya. Memang benar masih terlalu cepat untuk membahas soal pernikahan, tapi.. Aku sudah yakin. Aku yakin kamu adalah orang yang tepat untuk ku nikahi"
Kiral menggenggam tangan ku erat.
"Aku akan menunggu. Aku akan menunggu mu sampai kamu yakin juga seperti ku"
Dada ku berdebar.
Tatapan matanya, nada suaranya, gerakan tubuhnya. Tak satupun berkata bohong. Ia tulus dan jujur dengan kata-kata nya.
Entah kenapa mataku memanas.
Setetes air mata turun tanpa bisa di cegah.
Aku mengangguk sambil tersenyum padanya.
.
.
.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments