Di hari itu, seperti hari-hari biasanya aku menuju sebuah toko kelontong sehabis pulang sekolah untuk bekerja.
Aku masih sangat muda. Saat itu usiaku baru menginjak 15 tahun dan sedang duduk di bangku SMA tahun pertama.
Sebenarnya aku berasal dari keluarga berada. Kedua orangtuaku sangat mampu untuk menghidupi seluruh kebutuhanku bahkan lebih. Mereka berdua adalah salah satu pengusaha besar di negeri ini.
Namun, ada yang unik dari cara mereka mendidik anak-anaknya.
Sejak kecil kami diajarkan untuk mandiri dan bekerja keras dalam hal apapun. Kami diajarkan untuk tidak mengeluh, mensyukuri apa yang kami miliki dan berusaha dengan sungguh-sungguh atas segala sesuatu yang kami lakukan.
Demi mendidik ku untuk menjadi wanita yang kuat dan mandiri, Orangtuaku dengan sengaja mengirim Aku keluar kota dan menyuruh ku untuk belajar menghidupi diri sendiri.
Saat itu Aku hanya di modali sepetak kamar kos yang biaya sewanya hanya dibayar setengahnya dan juga sebuah sepeda. Mereka juga tidak memberiku uang jajan. Semuanya harus Aku pikirkan sendiri bagaimana cara untuk membayarnya. Belum lagi untuk makan dan lain-lain.
Lalu Aku mencoba bekerja serabutan ini itu untuk menafkahi diriku sendiri.
Karena itulah Aku pergi hampir setiap hari sepulang sekolah ke toko kelontong ini.
Toko ini adalah pilihan terakhirku setelah mencoba bekerja ini itu. Pekerjaannya tidak terlalu sulit, pemiliknya ramah dan upah ku lumayan besar untuk ukuran anak SMA.
Selain membantu berjualan di toko kelontong ini, Aku juga mendapatkan uang dari berbagai lomba yang Aku ikuti. Untungnya Aku juga anak yang cukup berprestasi di sekolah. Sejak Aku masih SMP, Aku sering mengikuti lomba bidang akademik seperti debat bahasa Inggris dan Olimpiade Biologi. Lalu, Aku juga mempelajari karate sejak berusia delapan tahun. Oleh karena itu, di SMA Aku juga aktif di ekskul karate dan sering mengikuti kejuaraan Karate tingkat sekolah.
"Aku datang.." ucapku sambil berjalan masuk ke toko lewat pintu belakang. Pak Burhan, majikan ku sedang duduk di belakang kasir seperti biasanya. Ia menyambut ku dengan senyum lebar.
"Ana! Akhirnya kamu datang juga. Cepat bantu Sari. Dia kewalahan dari tadi" matanya mengarah kepada Sari yang sedang melayani beberapa pelanggan. Wajah Sari terlihat letih. Tidak sepertiku dia bekerja full time dari pagi sekali sampai malam. Setelah Aku ikut membantu disini, dia bisa pulang lebih dulu sebelum matahari terbenam.
"Baik pak." Aku langsung mendekati Sari dan membantunya.
Beberapa jam kemudian sesaat sebelum pekerjaanku selesai, tiba-tiba ponsel ku berbunyi.
Ada sebuah pesan dari Kakak laki-laki ku Rio.
'Kamu masih kerja? Aku akan menjemputmu. Malam ini ada acara keluarga. Ayah dan Ibu datang.'
Kak Rio juga sama sepertiku. Dia juga dikirim ke kota ini saat masuk SMA dan disuruh belajar menafkahi dirinya sendiri. Sekarang, dia sudah kelas tiga SMA dan tempat kos nya tidak jauh dari tempat ku. Sekolah kami juga sama. Jadi, sebenarnya Aku tidak benar-benar sendiri di kota ini. Masih ada seseorang yang sangat bisa Aku andalkan jika terjadi sesuatu.
'Sebentar lagi pulang. Oke, Aku akan tunggu'
Jawabku singkat.
Kenapa tiba-tiba ada acara keluarga? Selama ini Ayah dan Ibu cukup jarang menjenguk kami berdua. Alasannya tentu saja agar kami tidak terlalu bergantung pada mereka. Namun, kami berdua tahu entah dengan cara apa, mereka selalu memantau kehidupan kami dan mengetahui keadaan kami.
Beberapa saat kemudian Kak Rio sampai. Dengan pakaian rapih dan wangi.
Aku memandangnya takjub dan berjalan keluar mendekati nya sambil menuntun sepeda.
"Wah wah.. kenapa penampilan Kakak seperti itu?" Tanyaku
"Aku juga gak tahu. Ayah dan Ibu menyuruhku seperti ini. Katanya kita akan makan malam di sebuah hotel."
"Makan malam di hotel??? Asikk!"
Aku senang sekali. Tentu saja. Sehari-hari bisanya Aku hanya makan di warteg dekat kosan atau memasak menu seadanya di kosan jika sempat. Makan malam di hotel akan menjadi acara perbaikan gizi untukku.
"Hahaha kamu senang ya?" goda kak Rio.
"Tentu saja! Kita mau makan enak Aku pasti senang!"
"Kalau begitu ayo cepat" Kak Rio mengambil sepedaku dan menaikinya. Aku dengan sigap duduk di belakang dan kami pun berboncengan menuju tempat kos ku.
"Jam berapa acaranya kak?" Tanyaku ketika kami sampai di depan gerbang kosan.
"Jam delapan. Masih ada waktu. Cepat mandi dan ganti baju. Aku tunggu di depan."
Karena ini adalah kosan Putri, Kak Rio tidak bisa masuk. Jadi dia menunggu di lantai bawah di ruang tunggu.
"Okeee"
Lalu Aku berlari kedalam dan menaiki tangga ke kamarku di lantai 2.
20 menit kemudian Aku turun dengan penampilan yang lebih rapih.
Kak Rio sedang duduk mengobrol bersama laki-laki yang tidak asing lagi untuk ku.
"Pak Agus!" Aku langsung mendekati nya sambil tersenyum lebar. Dia adalah supir keluarga kami yang sudah bekerja selama bertahun-tahun. Bahkan sejak Aku bisa mengingat.
"Halo Non Khiana. Maaf tadi tidak bisa menjemput di toko. Saya baru saja pulang mengurus pesanan Nyonya."
"Gapapa kok Pak. Ada kak Rio kok. Tadi kita naik sepeda lagian tokonya juga gak jauh hehe" jawabku sambil menepuk pundak Pak Agus.
"Yuk ah berangkat.. takut telat" Kak Rio menatap jam di tangan kirinya dan menyuruhku masuk kedalam mobil yang sudah terparkir di depan gerbang. Lalu kami bertiga melaju menuju hotel, melewati jalan yang lumayan panjang dengan kemacetan malam khas kota besar.
Sepanjang perjalanan kami bertiga bercerita ini itu. Mengoceh dan tertawa. Kami memang dekat. Pak Agus sudah seperti keluarga sendiri. Kami melepas rindu karena memang sudah lama juga sejak terakhir kali kami bertemu.
Sesampainya di hotel, aku terkesima dengan bangunan itu. Ini adalah hotel termewah di kota ini dan salah satu terbaik di negeri ini.
Waahhh keren sekali. Akhirnya aku bisa makan enak. Hotel sebesar ini pasti makannya enak-enak pikirku.
Saat itu, Aku belum menyadari tujuan kedua orangtuaku mengajak makan malam bersama di hotel itu.
Saat itu, aku masih belum menyadari bahwa hari itu adalah awal dimana kisah ku dengannya dimulai.
Seorang pelayan hotel yang datang entah darimana menyambut kedatangan kami dan mengantarkan Aku dengan kak Rio ke sebuah ruangan makan private. Sedangkan pak Agus menghilang entah kemana tidak ikut masuk ke ruang makan.
Dan ketika aku memasuki ruangan itu, saat itulah aku melihatnya. Orang itu, laki-laki yang kelak akan menjadi suamiku sedang duduk bersama dengan kedua orangtuaku dan Ayahnya. Orang yang sebenarnya tidak asing juga bagiku. Karena Aku sering berpapasan dengannya di sekolah dan mendengar namanya dari teman-temanku.
Si pangeran sekolah. Bintang yang di puja dan dikagumi oleh seisi sekolah karena kejeniusannya, ketampanan, bakat serta segudang prestasi yang dimiliki.
Seniorku di sekolah, Kiral Raya Adipati.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Lala
Ihh sukaaa.. vibes nya beda sama novel-novel lainnya
2021-06-14
1