"Kak.. Rio.. "
Sontak ku tarik tangan ku. Tetapi, Kiral masih dengan kuat mencengkram tangan ku.
Ku tatap wajahnya. Dia sedang menatap Kak Rio tanpa berkedip. Kedua laki-laki ini kenapa sih? Keduanya memasang wajah datar tapi aura mereka sama-sama terasa berbahaya.
Ku tepuk punggung tangan milik orang yang sedang memegangi ku erat. Barulah pemilik tangan itu mau melepaskan tangannya sambil membuang muka ke arah lain.
"Loh.. Kak Rio kenapa di sini? Kakak belum pulang ya" Aku segera mendekat padanya sambil tersenyum lalu menggelayut manja di lengannya.
Sementara itu, Kak Rio menatap ku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan.
Takut dengan tatapannya, Aku menundukkan pandangan ku ke bawah.
"Kamu yang kenapa ada di sini? Kakak pulang telat karena ada kelas tambahan untuk ujian akhir. Lalu Kakak bertemu dengan teman mu Nurul yang sedang mencari mu karena kamu tiba-tiba menghilang."
"Ah.. hehe tadi Aku ke toilet, terus.. ada kucing-" Tak ku selesai kan kalimatku karena tatapan mata Kak Rio berubah seperti ingin membunuhku saat itu juga.
Maka Aku segera menutup mulut ku dan kembali menunduk.
"Kembalilah. Ganti bajumu."
Hanya dua kalimat pendek itu saja sudah menyihir tubuhku untuk bergerak. Aku segera berbalik dan melangkah cepat menuju sekre untuk mengganti baju. Meninggalkan kedua orang itu yang entah melakukan apa setelah Aku pergi.
Hah.. sudah lama rasanya sejak terakhir kali Aku melihat Kak Rio marah seperti itu.
Kakak laki-laki ku satu-satunya itu memiliki kepribadian cuek yang cenderung urakan. Biasanya dia tidak terlalu peduli dengan hal-hal yang terjadi di sekitar nya. Yang dia pedulikan adalah hal yang menyangkut orang-orang terdekatnya saja.
Dia jarang marah dan terprovokasi jika hal yang menyangkut dirinya sendiri terusik. Tetapi, untuk hal yang menyangkut orang-orang terdekatnya, hal kecil pun bisa membuat sumbu emosinya langsung terbakar.
Aku lebih baik melihat hantu dari pada melihat Kak Rio marah. Sungguh.
"Oi! Khiana dari mana aja sih?" Nurul menyambut ku sambil mendekap pinggang. Sudah seperti emak-emak yang memarahi anaknya yang pulang terlambat.
Ada dua anak kelas sebelas yang masih duduk santai di sekre. Aku menghiraukan perkataan Nurul dan segera masuk untuk mengganti baju.
Terdengar suara Nurul yang masih mengomel.
Setelah selesai mengganti baju dan mengucap salam kepada kedua senior, Aku segera keluar dari sekre sambil menarik tangan Nurul.
Kami berdua berjalan pelan menuju gerbang sekolah.
"Ah.. laparr.. pengen cepet-cepet sampai rumah terus makan" Ucap Nurul sambil memegangi perutnya.
Enaknya Nurul. Setiap hari sepulang sekolah pasti Mama nya memasakkan masakan yang enak.
Ahh.. kalau Aku, sepulang sekolah harus mampir ke warteg dekat kosan dulu untuk membeli sebungkus nasi untuk makan malam.
"Kalau bukan karena seseorang yang tiba-tiba menghilang, seharusnya Aku sedang duduk manis di meja makan sekarang.."
Ternyata Nurul masih dendam dengan kejadian tadi.
Aku segera merangkul nya dan berkata.
"Jangan gitu dongg.. lagian rumah mu kan dekat.. "
"Ishhhh.. dasar.. awas yaa kalau tiba-tiba hilang lagi.. Aku laporin lagi ke Kak Rio loh"
Anak ini. Sudah punya kartu as untuk menyerang ku rupanya.
Begitu kami tiba di gerbang sekolah, langkah kami terhenti karena seseorang sedang berdiri menunggu ku.
Kak Rio.
Tatapan matanya masih horor.
Aku segera mendekati nya dan memasang suara ter manis yang ku harap bisa sedikit memperbaiki suasana.
"Lohh.. Kakak nunggu Aku? Tumben.."
"Ayo pulang bareng." Jawabnya singkat.
"Ayooo" jawabku dengan nada semangat yang dibuat-buat.
Nurul sepertinya juga menangkap sinyal bahaya dari Kak Rio.
"Ah iya juga, Aku mau pulang naik ojek ajaa ya Khiana, laper ga kuat.. bye~" Dia lari ke salah satu tukang ojek yang memang sering mangkal di dekat gerbang sekolah di jam-jam segini. Begitu Nurul naik ke salah satu motor, dia melambaikan tangan nya padaku dan bergumam 'semangat'.
Aku hanya menatap nanar punggung nya sambil mengumpat kesal dalam hati. Dasar. Bisa-bisanya dia meninggalkan Aku sendirian.
"Ayo pulang"
Tanpa menunggu apa-apa lagi Kak Rio melangkah ke arah jalan pulang. Aku mengekor di belakangnya tak mau berjalan sejajar karena sepertinya akan berbahaya.
Jarak kosan kami berdua dari sekolah cukup dekat. Jadi biasanya kami berjalan kaki setiap hari. Terkadang naik sepeda sih kalau sedang buru-buru.
Ngomong-ngomong bagaimana keadaan Kiral ya? Mereka tadi tidak sampai baku hantam kan?
"Kenapa jalannya lama sekali sih. Cepat sini" lamunanku soal Kiral terhenti ketika orang yang ada di depanku ini berbalik sambil setengah berteriak. Aku segera mendekati nya dan berjalan beriringan.
"Hehe iya.. "
"Mau makan apa malam ini?" Tanya nya.
"Hmm.. nge bungkus aja di warteg Kak. Nanti Aku makan di kosan"
"Gak. Jangan di bungkus. Kita makan bareng."
"Oh iya.. oke.. "
Kak Rio berpindah ke sisi kanan ku sebelum kami menyebrang. Lalu lintas sore hari memang lumayan padat.
Tak lama kemudian kami tiba di sebuah warung makan yang menjadi langganan kami sehari-hari.
Bude Titis sang pemilik warung yang juga sudah akrab dengan kami berdua menyapa.
"Loh loh.. kok baru muncul jam segini? Tumben.."
"Hehe.. iya Bude, tadi ada ekskul" jawabku.
Sementara Kak Rio hanya diam.
"Oalah.. mau bungkus? pake apa?" Bude Titis langsung sigap mengambil selembar kertas nasi.
"Enggak Bude. Hari ini kita mau makan di sini saja. Gak di bungkus"
"Yowes.. kalau gitu kalian ambil saja sendiri pake piring." Lalu Bude meninggalkan kami berdua ke dapur belakang.
Ka Rio dan Aku mengambil sepiring makanan lalu duduk di bangku paling pojok. Warteg Bude Titis hari ini sepi. Padahal Aku berharap warteg ini seramai biasanya agar Aku punya alasan untuk makan di kosan.
Baru beberapa suap, Kak Rio mulai bertanya soal kejadian di sekolah tadi.
"Tadi kamu habis ngapain aja sama bocah itu?"
Bocah itu. Kak Rio memanggil Kiral dengan sebutan bocah. Entah kenapa Aku ingin tersenyum tapi sekuat tenaga menahan nya.
"Gak ngapa-ngapain kak" jawabku akhirnya.
"Kenapa pegangan tangan?"
"Ah.. itu.. tadi kita sembunyi"
"Sembunyi? Sembunyi kenapa?" Nada bicara Kak Rio semakin meninggi dari sebelumnya. Aku meletakkan sendok menghentikan gerakan makan ku.
"Tadi ada anak-anak kelas 12 yang ke situ untuk ngerokok. Terus Aku narik tangan Kak Kiral untuk sembunyi karena takut"
"Takut kenapa? Mereka hanya berandalan. Harusnya kamu diam saja di situ. Lagian kalau mereka lihat bocah itu, mereka akan kabur. Bocah itu kan ketua OSIS, mereka tidak akan berani merokok di hadapan nya" cecar Kak Rio. Nadanya kembali normal tapi tetap terdengar ketus.
Untung tidak ada orang di sini. Bisa-bisa kami jadi bahan tontonan. Sementara Bude Titis tak terdengar suara sama sekali dari belakang.
"Aku.. takut ketahuan berduaan bersama Kak Kiral Kak.. jadi.."
"Kenapa takut ketahuan? Memangnya kalian ngapain sebelum mereka datang?"
"Enggak, gak ngapa-ngapain.."
"Kalau enggak ngapa-ngapain kenapa takut?"
Aku hanya diam saja tak berani menimpali. Aku takut anak-anak menyebar gosip aneh soal Aku dan dia. Karena itulah Aku sembunyi.
"Hah.. dengarkan Aku Khiana, semua laki-laki di dunia ini itu berengsek. Kamu tidak boleh berduaan begitu dengan laki-laki manapun apapun alasannya. Bukankah hal itu sudah di ajarkan padamu sejak kecil?"
Aku hanya menunduk. Diam.
"Sekali lagi Aku melihat mu berduaan dengan laki-laki di tempat sepi, siapapun itu, Aku tidak akan cuma memarahimu saja nanti. Ingat baik-baik perkataan ku"
"Ya.. maafkan Aku Kak"
Lalu kami melanjutkan makan dalam diam. Masakan Bude Titis yang biasanya enak menjadi terasa hambar. Namun, Aku tetap menghabiskan semua yang ada di atas piring tanpa sisa.
.
.
.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments