Bocah kecil itu meringkuk dibalik selimut usang. Menangis tanpa suara.
Menangisi nasibnya yang malang.
Tubuh kecilnya sakit dan lelah.
Seharian berjalan keliling mengamen, Pulang ke rumah justru mendapat amukan dari bapak sampai Babak belur dan memar.
Seluruh tubuhnya merasakan sakit
Tapi hati Elang yang paling sakit. Bagaimana bisa seorang bapak kandung tega menganiaya anak sendiri.
" ibu..Elang kangen.." Dia memeluk tubuhnya sendiri. merintih dalam kesendirian sungguh terasa menyiksa. Berharap ada seseorang yang mau memeluk memberi harapan dan kekuatan baru untuk menjalani hari esok.
Air mata sudah mengering tapi luka di hati membuat Dada Elang sesak.
Elang Coba memejamkan mata, berharap tidak terbangun selamanya
Keesokan pagi, Sri mengantar sepiring Nasi pada Elang tentunya atas perintah Anton.
" Nih, makan!" Menghempas sepiring nasi berserta lauknya dihadapan Elang. Hingga beberapa butir nasi berceceran di atas meja.
Tangan Elang gemetar saat meraih piring.
karena menahan lapar semalaman.
Tak menggubris wajah jengkel Sri, Elang menyantap sarapannya penuh hasrat.
" Masih sakit..?" Tanya Sri, terbersit sedikit rasa kasihan di hati. Melihat pipi Elang memar kebiruan.
Elang melihat Ke arah Sri, Curiga. Wanita itu serius bertanya atau sekedar ingin membuat Elang mendongkol seperti biasa. Pura- pura perhatian padahal sama sekali tidak perduli.
Karena Sri masih menunggu jawaban. Elang
mengangguk polos.
Elang lebih perduli pada makanan yang ada di dalam piringnya. Makan dengan begitu tergesa
"Pelan-pelan saja makannya, nanti tersedak!Selesai makan kita obati lukamu" Sri berkata dengan suara yang lebih lunak.
" Loe juga Sich! jadi bocah keras kepala banget, disuruh kerja yang gampang, malah cari yang susah, pakai ngamen segala. Seandainya loe turuti kemauan bapak, pasti nggak bakal kena hajar kayak begini.."
Gumam Sri, entah ia menasehati atau memarahi Elang.
Di dalam hati Sri, sebenarnya merasa salut pada Elang, anak sekecil Elang sudah giat bekerja dengan cara yang benar.
" Elang nggak mau ngemis, apalagi nyopet. Dulu, Kata Ibu mencopet dan mengemis itu dosa."
" Terserah loe deh..! gue kasihan aja ngeliat loe kena hajar Mulu sama bapak loe yang gila itu"
Selesai makan sesuai janjinya l, Sri mengobati luka ditubuh Elang.
" Makasih Bu.." ucap Elang tulus setelah Sri selesai dengan pekerjaanya.
Wajah Sri merona, salah tingkah saat mata polos Elang menatapnya penuh rasa terima kasih.
"Udah sana pergi.. Sebelum bapak loe datang dan mengamuk kayak banteng gila" usir Sri menyembunyikan jengah di hati.
Baru kali ini dia bahagia, hanya karena diberi ucapan terima kasih.
Elang sudah tiba didepan pangkalan anak-anak pengamen berkumpul.
Sisi menghampiri. mengamati Detail wajah Elang yang membiru.
" Wajahmu kenapa? El...kok memar begitu?."
Elang tersenyum.
" Nggak kenapa-kenapa, kak, kecelakaan kecil kemarin." bohongnya.
Sisi mengerutkan Alis. Dia ragu dengan penjelasan Elang.
" Kamu dihajar bapak lagi!?"
Elang tak menyahut, tapi Wajahnya terlihat sedih.
" Masih sakit?" tanya sisi perhatian
" Sedikit." Elang meringis membuat wajah lucu, hingga sisi tertawa.
" Nanti kalau aku dapat uang kita beli obat ya?"
Elang mengangguk lalu tersenyum.
Sisi melihat tangan Elang
" kok, nggak bawa alat mengamen?.
" Aku nggak dibolehin ngamen lagi oleh bapak.."
" Apa!! lantas kamu disuruh nyopet, ngemis gitu?"
Pertanyaan Sisi langsung di iyakan oleh Elang.
" Astaga Elang... Mengemis dan Mencopet bukan pekerjaan yang baik. Apalagi mencopet itu sangat beresiko dan berbahaya"
" Aku tahu kak, tapi tidak punya pilihan atau bapak akan memukul lagi"
Sisi ikut merasakan kegalauan Elang.
Pasti sulit bagi anak sekecil Elang hidup dalam tekanan.
"Ayo! aku Antar kamu ke tempat yang cocok untuk mengemis,
Di sana banyak orang lewat dan selalu ramai. cukup aman juga."
Elang mengikuti jejak kaki Sisi yang menuntunnya pada sebuah jembatan penyebrangan yang tak terlalu jauh dari lokasi tempat biasa mereka mengamen.
" Kau bisa mengemis disini, cukup banyak orang hilir mudik di jembatan ini.."
" Baik kak, terimakasih !"
Setelah merasa Elang nyaman, Sisi pun pergi.
Elang memulai pekerjaan barunya menjadi mengemis.
Sosok Elang benar menarik para pejalan kaki, Tubuh kurus, pakaian lusuh, dengan wajah menarik, membuat orang- orang gampang jatuh iba.
Hanya dalam jangka waktu dua jam dia sudah mendapatkan uang yang sangat banyak.
Benar sekali dugaan Anton, wajah tampan serta kepolosan Elang mampu membuat orang orang simpati.
"Wah, ini baru Duit...." Menghitung lembaran kertas berharga tapi lusuh itu dengan Antusias. Anton duduk di sisi trotoar bersama Elang saat istirahat makan siang
Karena tak percaya dengan Elang, Anton menyusul dan mengawasi Elang bekerja.
Kini Anton merasa, Elang benar-benar membawa hoki untuknya.
Awalnya Elang kaget tiba- tiba Anton datang langsung merampas semua uang yang sudah susah payah ia kumpulkan.
Elang bahkan belum tahu berapa jumlahnya.
"Bagus, tapi ini semua masih kurang banyak" Kata Anton tak tahu diri.
Dengan pasrah Elang membiarkan semua perilaku Anton sembari melanjutkan makan.
Sisi melihat waspada dari kejauhan.
Selesai makan, Elang kembali ke jembatan penyebrangan.
Dia kembali duduk bersila di sana sambil meletakan sebuah mangkuk sebagai wadah tempat menaruh uang bagi pejalan kaki yang menyebrang.
Anton duduk dihadapan Elang mensejajarkan wajah mereka.
"Berkerjalah dengan sungguh-sungguh, ingat! aku mengawasi mu dari sana."
Menunjuk arah pagar pembatas jembatan penyebrangan disisi lain. jaraknya agak jauh tapi mereka masih bisa saling melihat.
" Aku akan mencari mangsa untuk kau copet. Jika kuberi kode, lakukan pekerjaanmu dengan benar. mengerti..!!"
" I-iya pak!" sahut Elang takut.
Apakah dia juga harus mencopet?.
Elang tidak mau
Belum melakukannya saja dia sudah gugup setengah mati.
" Kenapa diam? dengar tidak! lakukan seperti yang kusuruh"
Anton mencubit dagu Elang keras.
" I- iya,Pak!"
Setelah mendengar jawaban Elang, Anton pergi menjauh untuk mengawasi gerak gerik Elang seraya merokok.
Selama mengemis, Elang terus saja melirik Anton. menunggu kode darinya.
Setiap Orang yang melintas didepannya membuat dada Elang bergemuruh, jangan- jangan orang itu adakah targetnya
Menunggu kode dengan tegang.
Tangan Anton bergerak pelan hampir tak terlihat, dia menunjuk kepada seorang pria yang lewat didepan Elang.
Seorang Pria memakai kaos casual, topi pet dan celana jeans.
Terlihat dompet menyembul dikantong celana bagian belakang. Sungguh memancing.
Dengan jantung berdebar keras, Elang mengikuti target menunggu kesempatan.
Target Elang menuruni tangga.
Elang mengekor tepat dibelakang.
Dengan gerakan cepat serta penuh keyakinan menarik dompet yeng menyembul itu.
Rasa terkejut mendera, Saat Dompet itu tidak bisa terlepas dari pria itu. Seutas rantai mengikat Dompetnya di celana.
Elang terpaku dengan wajah tegang.
pria itu menoleh, Jelas wajahnya menyimpan amarah yang menakuti Elang.
Wajah Elang pucat pasi, tubuhya menggigil.
Menjadi maling yang tertangkap basah sungguh menakutkan.
" Hai..Kau mau mencopet!!" bentak pria itu marah. Melihat tangan Elang yang masih memegangi dompetnya.
"Bocah bodoh...! kenapa tidak lari.." batin Anton ikutan panik.
" Ma-maaf tTu-tuan..saya...saya..." Elang melirik Anton minta pertolongan.
Anton buru- buru memalingkan wajahnya. Pura- pura tak melihat apalagi mengakui mengenal Elang.
Bisa- bisa dia sendiri yang menjadi tertuduh.
Pria itu sudah mencekal lengan Elang dengan brutal tak perduli teriakan memilukan Elang yang menjerit minta ampun.
Pria itu berkata geram
" Kecil-kecil sudah berani mencuri, kau salah sasaran! berani sekali mencopet dompet Preman pasar."
Elang tak membantah, hanya bisa meminta maaf agar pria itu sedikit kasihan padanya melupakan peristiwa itu.
" Maaf bang, maaf.." Ia memelas.
"Pukul aja, bang, kalau dibiarin nggak akan kapok!" Terdengar sebuah suara yang mem.provokasi dari kerumunan.
Elang melihatnya.
" Bapak...." Elang benar- benar kecewa dengan Anton.
Air mata jatuh tanpa bisa Elang tahan.
Bibirnya mengatup rapat.
Kini Elang pasrah. Biar saja bila dia di pukuli sampai mati. Setidaknya dia bisa menyusul Ibu ke surga.
Saat kedua pria dewasa itu memukulinya tanpa belas kasihan sedikit pun.
Elang sudah tak merasakan sakit, dia pasrah jika mati saat itu juga.
Mereka menjambak, mencakar, mencubit, menempeleng, menendang dengan kesal, seolah Elang adalah sebuah benda yang tidak bernyawa.
pria pemilik Dompet mencekik Elang sambil tersenyum puas.
"Rasakan kau bocah pencuri!! mati saja kau!!
Mengetatkan cekikan di leher Elang
Setan sudah menguasainya hingga lupa diri tak sadar hampir membunuh nyawa manusia.
" Hentikan!!"
Sebuah suara berat berwibawa, memberi Efek yang sangat besar bagi para orang- orang yang berkerumun menonton Kekerasan itu tanpa punya niat menolong Elang sedikit pun.
Mereka jelas kecewa ketika ada yang menghentikan aksi seru yang sedang di pertunjukan.
Tapi suara itublah yang menghentikan penderitaan Elang.
" Lepaskan bocah malang itu, atau aku akan memanggil polisi." Ancam Pria asing yang baru datang ke lokasi.
Wajahnya datar dan tegas
" Cih! Jangan ikut campur, bocah ini sudah mencopet, biar saja dia mati, kecil-kecil sudah menjadi sampah"
Enggan melepas Elang.
"Bisa saya tahu, apa yang dicopet bocah malang itu?" Pancing pria asing dengan percaya diri.
Pria yang menjadi target Elang terlihat ragu-ragu.
Tentu saja dompetnya masih ada.
" Jika kau tak melepaskan anak itu, ku pastikan kau akan menginap disalah satu tempat. pilih saja, rumah sakit atau penjara?"
Pria itu bergerak mendekat.
Pria kejam itu bergetar karena takut.
Melihat dari gesture dan postur tubuh pria asing itu, Ia pasti bukan pria sembarangan.
Anton sudah pergi diam-diam, selanjutnya Pria itu menyusul, sebelum pergi masih sempat meludahi wajah Elang, sambil mengumpati bocah malang itu dengan kata- kata yang tak pantas di dengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Novita Sari
sedihnya thor😭
2022-09-14
0