"Bunda Hana membuatkan anda bubur sum-sum," sapa Septi pagi berikutnya saat Rania bangun tidur.
Rania tersenyum hambar. Tamparan Margareth kemarin, sebabkan sudut bibir pecah dan gusi bagian dalam bengkak. Apa tangan mertuanya itu terbuat dari baja? Tamparannya cuma sekali tetapi bawa dampak mencengangkan. Malas-malasan Rania bangun.
"Terima kasih, Septi. Aku akan sarapan dan berangkat ke kantor."
"Nyonya Margareth menyuruh saya menemani nona Selena bermain. Bolehkah?"
"Ke mana ibunya?"
"Pak Raavero dan Nyonya Mikaila, keluar pagi-pagi sekali. Hari ini mereka akan mengikuti persidangan," jawab Septi. "Saya dengarnya begitu, Nyonya," sambungnya.
"Jauhi Selena dari bunga-bunga dan binatang berbulu. Apa Selena baik-baik saja?"
"Yah, Nyonya. Nona Selena sedang bermain di bawah ditemani Nyonya Margareth."
"Baiklah. Aku harus bersiap-siap."
Rania beringsut ke kamar mandi membersihkan diri. Gemercik air dari shower menyentuh luka di sudut bibirnya dia meringis.
Dia memilih menghabiskan sarapannya di kamar. Rania ingin sekali tahu kasus apa yang menimpa Mikaila. Namun, diurungkan niatnya itu. Jangan buang waktu dan energi sibuk dengan urusan orang lain. Mikaila akan bisa melewati masalah seberat apapun sebab ada Raavero di sisinya. Rania mencibir. Selesai bersiap, Rania bergegas menemui Septi di lantai bawah. Margareth menunggunya di bawah.
"Septi akan tinggal di sini dan menjaga Selena. Kamu sudah terlalu tua untuk diurusi oleh seseorang."
Ia mengawasi Rania, memuji diri sendiri untuk tamparan keras di wajah Rania. Kelihatannya dia sangat puas.
"Aku heran mengapa Raavero memperlakukanmu dengan baik? Apa Puteraku itu lupa pada masa lalunya?"
Margareth sengaja menggerutu agak keras agar Rania mendengarnya. Napas Rania terhempas keras.
"Tidak, Bu. Aku keberatan ijinkan Septi mengasuh Selena. Maaf ... Selena harus diawasi oleh pengasuh profesional yang mengenal seluk beluk anak dengan baik. Septi tak akan sanggup melakukannya. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Selena dan Septi disalahkan?"
Margareth berdecak. "Sekarang aku mengerti, mengapa Septi berani membangkang padaku. Kamu mengajarinya untuk kurang ajar."
"Aku tak ingin berdebat, Ibu. Septi akan ikut aku ke kantor. Aku tidak ingin ada masalah," tegas Rania.
"Septi digaji oleh puteraku, bukan olehmu!"
Rania menahan diri dari gejolak tak menentu dalam dirinya. Menghadapi orang tua harus banyak sabar, begitu nasihat Bunda Hana kemarin.
"Ibu, Septi digaji oleh suamiku. Tugas Septi menjadi asisten pribadi Istri Putera Anda," ralat Rania.
Rania menjaga intonasi suaranya tetap pada level pelan. Raavero tak suka Rania bicara kasar pada ibunya.
"Ada banyak Asisten Rumah Tangga di rumah ini, mengapa harus Septi? Lagipula, aku tak yakin Mikaila mengijinkan Septi mengawasi Selena setelah kejadian kemarin. Tanyakan pada Mikaila, siapa yang dimintai tolong untuk menjaga Selena saat dia tak ada di sini?"
"Wah ... Wah ... Wah ... Lihatlah menantuku ini! Pandai sekali dia membantahku. Apa aku perlu melaporkannya pada Raavero?" gertak Margareth mulai gusar. "Lalu kita lihat apa jawabannya?" sambungnya menimpali sambil mengambil ponsel dari saku jaketnya.
Rania membuang pandangnya muak. "Baiklah, Bu. Jangan ganggu Raavero! Raavero tidak harus mengurusi hal sepele seperti ini. Aku akan tanya Septi, apakah dia ingin tinggal untuk menjaga Rania atau ikut aku ke kantor?"
Rania tidak ingin hal buruk menimpa Selena, karena ketidak pahaman Septi mengurus anak-anak. Jika hal itu terjadi, Septi akan jadi bulan-bulanan Mikaila. Bahkan Margareth.
"Aku akan menemani, Nona Selena. Nyonya Rania jangan kuatir! Anda harus segera ke kantor, nanti Anda telat!" ujar Septi yang tidak ingin Rania terus dirundung Margareth.
"Kalau dari tadi begini kan bagus, tidak capek buang tenaga untuk berdebat," seru Margareth kembali berdecak, menatap Rania bolak-balik dari ujung kaki sampai puncak kepalanya. Saldo kebencian di mata wanita separuh baya itu terus bertambah tiap hari. "Jagain Selena dengan benar! Saya harus ke Supermarket untuk berbelanja!" titahnya lagi pada Septi. "Banyak wanita muda di sini, punya menantu, tetapi aku yang setua ini harus pergi berbelanja. Dunia ini sudah terbalik," celotehnya penuh sindiran
Rania mengelus dadanya pelan. Margareth lantas pergi ke dapur. Selena berlari-lari kecil ke arah mereka. Sementara Septi mengekor dari belalang, ngos-ngosan.
"Selena? Kamu sudah sehat?" tanya Rania.
Semoga Selena tidak mewarisi tabiat jelek neneknya. Gadis sepolos ini, semoga selalu dijaga malaikat dan diberkati Tuhan. Doa Rania dalam hati sambil mengelus rambut halus Selena.
"Tentu saja, Tante. Aku kan, Anak kuat," jawab Selena memamerkan lengannya.
"Hari ini, kamu akan bermain bersama Kak Septi. Jangan nakal, yah! Pakai sweater tebal agar asmamu tak kambuh." suruh Rania geli melihat tingkah laku Selena.
"Baik, Tante," jawab Selena patuh. "Tante, kalau pulang lebih awal buatkan Selena roti abon yah, Selena pengen sekali makan roti abon," rengeknya manja.
"Emmm, Tante takut kejadiannya macam kemarin. Kamu harus minta sama Ibumu, kalau beliau ijinkan, Tante Rania baru akan buatkan!"
"Mommy lagi sibuk, Selena tak suka kalau Mommy sedih," jawabnya lirih.
Rania tersenyum. Anak baik.
"Baiklah, Tante akan buatkan nanti, asalkan Selana janji nggak nakal dan nggak bikin kakak Septi pusing. Gimana?"
Rania mengacungkan jari kelingking mengaitkan pada kelingking Selena.
"Janji?"
"Janji ... " jawab Rania.
Jempolnya menggelitik hidung Selena hingga gadis itu terkekeh geli.
Bunda Hana memperhatikan dua insan itu dari jauh. Selena lebih cocok jadi Puteri Rania. Mikaila sepertinya mendidik Selena dengan keras sehingga Selena tak begitu terbuka padanya. Namun, saat bersama Rania, Selena benar-benar membuka hatinya.
"Itu cuma muslihat! Rania tak akan mampu mengalahkan Ibunya," gerutu Margareth mengagetkan Bunda Hana. "Aku akan ke Supermarket dan berbelanja. Mohon awasi Septi!" tambah Margareth lagi. Bunda Hana mengangguk. Tatapannya kembali pada Rania dan Selena.
"Septi, jauhi Selena dari hal-hal berbahaya! Ingat, jangan memberinya sembarang makanan, kecuali atas perintah Nyonya Besar atau Bunda Hana. Ini tugas yang berat untukmu," ujar Rania kuatir. "Kamu tahu? Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Selena, kamu akan dituntut untuk bertanggung jawab," ingat Rania lagi.
"Aku akan ingat, Nyonya. Sebaiknya Anda segera pergi. Kami hanya akan menonton para pekerja memanen buah-buahan," kata Septi lebih lanjut.
"Baiklah."
Rania meninggalkan Septi dan Selena. Para pekerja beriringan menuju ladang stroberi sambil melempar gurauan. Mereka menyapa Rania ketika berpapasan di ujung setapak menuju garasi. Dari jauh, beberapa stroberi ranum terlihat menjulur keluar dari daun-daunnya. Suara pekik gembira Selena memenuhi udara.
Akhir dari kisah ini, Rania berharap Selena tak terpisahkan dari Raavero. Itu berarti, Rania harus mengalah pada Selena. Rania menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Saat ini, hati Rania mungkin telah jatuh cinta pada suaminya. Meskipun, sulit untuk mengakui. Berpikir bahwa Raavero akan memilih Mikaila menyisakan cemburu di lubuk hati terdalamnya. Namun, ketika mengingat Selena, Rania menjadi dilema. Dia butuh Ayahnya. Jalan hidupnya masih sangat panjang.
Apakah mungkin Rania mengalah pada Selena?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
✨Susanti✨
lanjuttt.
2023-01-18
0
Conny Radiansyah
bertahanlah Rania
2021-04-12
0
Kadek Pinkponk
like,like😍😍😍😍
2021-03-29
0