Dua hari berlalu. Menodai harga dirinya, Rania terus menerima laporan terbaru dari Alya, hasil mengintai insta story, Mikaila. Jadi, Raavero dan wanita beserta puterinya menginap di hotel yang sama. Mereka lumayan bersenang - senang. Itu terlihat dari postingan hari ini. Tiga pasang sepatu, sepatu seorang pria dewasa, high heels cokelat dan sepatu boot seorang balita. Caption-nya, never ending love.
Rania mengurut kening. Mengapa Rania terganggu? Mengapa mood - nya langsung berubah buruk? Raavero bahkan tak menelpon sama sekali.
"Apa yang kamu harapkan Rania?"
Hatinya berguman risih. Mereka sedang rapat untuk membahas konsep pernikahan Andrew Darwin. Bang Hamish dan bang Ivan mengajukan banyak keberatan. Seperti dugaan Rania.
"Kita harus lihat lokasinya, Nona. Anda bisa memberitahu Pak Darwin, agar kita bisa menyiapkan propertinya." Hamish berkata serius.
"Beliau hanya ingin, Nona Rania sendirian untuk memeriksa lokasi," ujar Alya.
"Menurut Abang, pria itu agak aneh," cela bang Ivan. "Kenapa dia tidak ingin orang lain ke lokasi pesta? Mengapa beliau meminta dua orang saja dari kru dekorasi? Ini temanya negeri dongeng, ribetlah nanti urusannya."
"Aku yakin bisa meng-handle, jika beliau mengijinkanku untuk memeriksa lokasi pesta," sahut bang Hamish.
"Beliau masih keluar kota dan meminta waktu empat hari lagi untuk bertemu," lapor Alya.
"Kita persiapkan prewedding - nya dulu," usul Ivan.
"Kamu bisa lakukan, Rania?"
Rania terkejut ketika namanya disebut. Pikirannya telah berterbangan entah ke mana. Ia menghela napas panjang, menggaruk keningnya pelan. Konsentrasinya hilang.
"Aku belum minta ijin pada Raav. Aku tak yakin diijinkan."
"Rania, tentang ini tak begitu sulit. Kita akan memakai metode ... back light... pencahayaan dari belakang obyek. Di jenis pencahayaan ini, sumber cahaya berada tepat di depan fotografer, sehingga bagian depan objek terlihat gelap. Teknik pencahayaan back light biasanya digunakan oleh mereka yang ingin menghasilkan objek foto berupa siluet. Jadi, objek berdiri membelakangi matahari atau sumber cahaya, dan fotografer bisa mengambil gambar siluet dengan menghadap ke objek," terang Ivan memberi pemahaman pada Rania dan semua peserta rapat.
"Masalahnya beliau menginginkan Nona Rania," celetuk Alya tidak suka. "Padahal kita bisa mencari model pengganti."
"Mungkin karena Rania adalah kandidat sempurna. Foto-foto kekasihnya memang mirip Rania. Jika dilihat dari samping dan dari belakang. Mungkin itulah yang membuat keduanya menyepakati untuk 'meminjam' Rania. Beliau, seorang pewaris supermarket waralaba. Bisnis itu diberikan kepadanya hanya jika dia menikahi seorang wanita, bernama Elena. Sayangnya Elena menderita sejenis penyakit. Pak Darwin tidak ingin penyakit istrinya diketahui oleh saingan bisnis. Bicarakan pada Raav! Ini situasi urgent, kita sedang menolong seorang client di sini."
Bang Ivan angkat bicara. Nama Raav telah menyumbat pikirannya.
"Aku akan bicara pada Raavero. Atau kita akan melakukannya tanpa memberitahu Raavero karena ini tentang pekerjaanku. Kita hanya mencoba profesional. Apa tema prewedding-nya, Bang?
"Aku siapkan beberapa tema, karena beliau menginginkan privasi. Sepertinya beliau tidak ingin kondisi istrinya yang sakit diketahui publik. Kita bisa gunakan tema romantis blur. Wajah pak Darwin yang akan kelihatan, wajahmu disembunyikan. Bisa diatur."
"Baiklah. Lakukan yang terbaik. Rapat selesai. Kita akan bertemu lagi nanti. Terima kasih untuk kerja kerasnya."
Rania berkata tanpa semangat. Ivan mengerutkan kening melihat atasan yang sudah seperti adik perempuannya itu, muram sepanjang waktu. Dia menghampirinya.
"Mau makan siang denganku? Aku ingin memberitahumu sesuatu."
"Abang tak sibuk?"
"Ada apa denganmu? Kamu tampak kehilangan selera setelah pernikahan? Kamu seharusnya tak usah ke kantor."
"Abang bohong padaku. Katamu Raavero tak pernah berkencan dengan wanita manapun di dunia ini?" sergah Rania emosional. Dia mencibir.
"Mikaila?" tembak Ivan langsung ke sasaran.
Rania tidak terkejut, Ivan dan Raav cukup dekat.
"Raavero memang mengencani banyak wanita, tetapi dia hanya memikirkanmu. Percaya padaku. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Dia menunggumu selama dua tahun ini, sampai Bridalmu mandiri untuk langsung menyerangmu."
"Berhentilah berbohong, Bang! Aku benar-benar akan kecewa padamu."
"Bukannya kamu tak begitu menyukainya?"
"Lupakan! Apa yang ingin Abang sampaikan padaku?"
"Aku mungkin akan berhenti karena mengejar impianku ke New York," katanya menghentikan langkah Rania. Rania menatap Ivan galau.
"Apakah aku tidak cukup baik jadi partnermu kak?"
"Bukan tentang uang. Kamu tahu, aku memimpikan ini dalam hidupku. My dream comes true. Aku didapuk jadi salah satu juri untuk acara eksklusif 'the photographer'. Aku akan jadi mentor juga di sana. Ini kesempatan langka."
"Kapan, Abang pergi?" tanya Rania lirih.
"Dua bulan lagi. Aku sedang mempersiapkan Mateo untuk Bridal, you know, aku akan kembali jika kamu butuh aku," ujarnya seraya meraih tangan Rania dan menggenggamnya.
"Jadi, bang Ivan ingin makan siang denganku untuk memberitahuku tentang hal ini?"
Ivan mengangguk.
"Bisakah Abang menyelesaikan semua proyek selama dua bulan sebelum pergi dan Mateo akan mengurus proyek baru? Aku harap Abang ada di sini saat Andara menikah.
Ivan mengangguk dan melepaskan tangannya bertepatan saat Septi muncul di hadapannya.
"Untuk saat ini, kita akan bekerja bersama. Jadi, tolong semangat lah!"
Ivan memamerkan otot lengan. Mau tak maubRania tersenyum. Bang Ivan akan pergi. Mood-nya bertambah buruk kini. Septi datang padanya dan bertanya pelan.
"Nyonya, hari ini Pak Raavero pulang. Bisakah anda memasak sesuatu?"
"Aku tak bisa masak, Septi. Aku lama tidak memasak," jawab Rania jujur.
"Nona Alya menyiapkan beberapa resep masakan sederhana. Ayo, kita coba! Mungkin saja berhasil. Aku kebetulan tamat dari sekolah tata boga. Jadi, saya bisa membantu anda," ujar Septi menyemangati Alya.
"Benarkah?"
"Yah, ayo Nyonya!"
Keduanya kembali lebih awal dari Bridal. Rania mengganti baju dan keduanya beriringan menuju dapur. Langkah Rania lantas tertahan di pintu dapur. Ibu Margareth sedang berada di dapur, memberi perintah untuk memasak "ini dan itu". Suara wanita itu terdengar jelas dari luar. Suasana dapur sangat ramai. Mereka seakan-akan mempersiapkan makanan untuk tamu istimewa.
"Betapa sayangnya beliau pada Raav," guman Rania kagum.
"Ayo kita kembali," ajak Rania dan hendak berbalik ketika bunda Hana memegang tangannya lembut.
"Pergilah, bantu beliau! Beliau mungkin akan dingin pada anda, Nyonya. Maklumi saja," nasihat wanita separuh baya sembari tersenyum menenangkan.
Rania berpikir sejenak sebelum mengangguk setuju. Dia mengumpulkan keberanian sebelum masuk ke dapur. Mulai hari ini, sebaiknya jangan menghindari ibu Margareth.
"Adakah yang bisa saya bantu, Ibu?" tanya Rania ragu.
Margareth sedang memotong bawang bombai, saat mendengar suara Rania, dia berhenti sejenak dan mengangkat wajahnya. Wanita bermata indah itu mengamati Rania datar.
"Kamu bisa buat sup iga sapi?" tanyanya tajam.
"Eemm... Tidak, Bu."
"Bisa buat rendang?"
"Tidak, Bu."
"Bisa buat sambal ijo?"
Rania menatap lurus. "Tidak, Bu. Aku tidak yakin ...."
"Kalau begitu kembalilah ke kamarmu dan bersantailah!" ujar Margareth dingin.
"Aku bisa mencuci piring kotor atau menata meja," tawar Rania cepat. Kedua ide itu terlihat bagus untuk saat ini.
Margareth menganggukkan kepalanya ke dapur kotor dan tak ada barang kotor saat ini. Beberapa karyawati siap sedia di sana.
"Pergilah ke ruang makan, keluarkan peralatan makan terbaik. Siapkan untuk enam orang!"
"Baiklah ... " jawab Rania cepat. Ia hendak pergi, tetapi langkahnya terhenti dan dia bertanya ragu. "Enam orang?"
"Yah, enam orang. Kamu tak ikut makan malam? Sebab kita kedatangan tamu istimewa," kata Margareth dengan senyum merekah di bibirnya.
"Baiklah, Bu."
Rania menyahut dan pergi. Gadis itu penasaran, tetapi tidak berani bertanya.
"Apakah Summer dan saudara lainnya akan berkunjung?" tanya Rania pada Septi.
"Entahlah, Nyonya. Mungkin beberapa tamu asing butuh penginapan, Nyonya."
"Mungkin ...."
Dibantu Bunda Hana, Rania menghabiskan sisa harinya itu untuk menyiapkan ruangan makan. Rania berpikir untuk mendekorasi ulang ruangan makan, akan tetapi ruangan itu terlihat indah tanpa sentuhan-sentuhan lainnya. Rania hanya menaruh beberapa pot bunga berisi kembang matahari dan beberapa ikat alamg-alang, sehingga jadi lebih hidup dan istimewa. Dia merapikan piring-piring ceper, cangkir, mangkuk, Sendok, garfu dan tempat lilin penuh ukiran di tengah meja bundar. Sementara Ibu Margareth sibuk memasak di dapur.
Menjelang malam, mobil Raavero masuk pekarangan rumah. Penantiannya seakan berakhir.
"Ada apa denganku? Mengapa aku merindukannya?"
Rania ingin mengintip. Suara-suara ribut terdengar memecah keheningan.
"Yah ampun, Selena. Lihatlah dirimu! Cantiknya kamu, sayang," seru Margareth bahagia.
Suaranya terdengar sumringah di telinga Rania. Rania penasaran dan terkejut saat Septi mengetuk pintu.
"Nyonya, Pak Raavero datang."
Rania membuka pintu kamar. "Septi, siapa mereka?"
"Entahlah, Nyonya. Saya belum tahu pasti."
Rania menghela napas panjang. Instingnya terus berbunyi, memberi peringatan. Sesuatu akan terjadi. Rania menghela napas lagi.
Hari yang buruk...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
✨Susanti✨
lanjut... .
2023-01-18
0
Conny Radiansyah
ya...koq buruk
2021-04-11
0
Bayangan Ilusi
Q follow kak,,
followback yah,🤗
2021-04-08
0