6 Mungkinkah Aku Menyukaimu?

Kedua mata Rania perlahan terbuka. Setelah menghabiskan segelas jus nanas, semangkok sup bayam, sepiring kerang balado lalu minum obat di bawah pengawasan Raav, Rania kembali jatuh terlelap. Energi tubuhnya terkuras habis selama tiga hari ini. Aneh, padahal biasanya Rania menangani banyak event dan tidak pernah se- terpuruk ini. Awalnya Rania menolak untuk makan. Namun, hidangan tadi sungguh menggugah selera. Pertama kali dalam hidupnya, Rania makan sebanyak itu.

Ekor mata Rania bergerak menyapu ruangan tempatnya berbaring. Ruangan ini asing, tak lagi sama. Raav telah memindahkannya ke ruangan lain. Terlintas di benak Rania, Raav menggendongnya, membuat jantung Rania berdebar ganjil. Semoga Rania tidak mabuk tidur dan mengatakan hal-hal di luar kesadarannya. Gadis berhidung tinggi mungil itu lantas menegur dirinya sendiri, bingung akan bentuk perasaannya pada Raav.

Aku menginginkannya? Atau tidak?

I wan't Raav sometimes and hate him at the same time. So doubt.

Tangan Rania terulur tak sengaja menyentuh sisi pembaringan. Ia bangkit dari ranjang. Tempat tidur besi ini, penuh ukiran di pinggirannya, dilengkapi dengan kelambu lace putih bermotif floral berhasil menuangkan kesan sederhana nan anggun. Refleksi sesungguhnya dari arti nyaman dan menenangkan. Pantas saja Rania tertidur lelap. Suasana tenang ini mendorong tubuhnya untuk berelaksasi. Nuansa vintage bercampur chic seperti ini memiliki kemampuan untuk membahagiakan tubuh yang penat.

Kalau tak salah kamar ini termasuk ruangan "terlarang" bagi Rania, sebab Rania tak pernah tahu ada ruangan seindah ini, dulu. Pasti milik Ibunda Raav. Kamar didominasi warna aquamarin, lembut dan feminim. Furniture pengisi ruangan berasal dari model-model populer dari masa lampau. Meja, kursi sofa dan lemari jengki. Di atas meja ada sebuah laptop yang masih terus berkedip. Itu berarti, Raav barusan pergi. Ada TV bergaya retro, cembung dan jadul. Di samping - nya sebuah vas bunga berbahan keramik berisi beberapa tangkai hydrangea berdiri menghidupkan ruangan. Menakjubkan.

Beberapa pigura dinding shabby chic berbagai ukuran tersusun tidak simetris, alih-alih berantakan, dinding kamar malah tampil begitu memikat. Rania memperhatikan jam bandul besar dan cermin berukiran unik, berharap memiliki satu untuk dirinya sendiri.

Tidak semua dinding dilapisi wallpaper motif floral. Ukuran kamar ini tidak begitu besar, pemiliknya mungkin ingin menghindari kesan sumpek. Di sisi tempat tidur terdapat lampu tidur dengan kap yang berukuran sedang dari kain berenda. Rania beringsut ke dinding. Daya tarik kolase foto di sana sungguh luar biasa. Terpampang potret keluarga Raavero dan kedua orang tuanya. Foto-fotosejak pernikahan kedua orang tua Raav, ketika Raav lahir, balita sampai dia dewasa. Tampan. Hidung tinggi dengan karakter rahang kokoh persegi dinaungi alis mata tebal dan mata teduh, pria itu sungguh tampan. Sebuah potret menarik perhatian Rania.

Raav .... Bisik Rania. Jari tangannya menyentuh wajah anak laki-laki dalam foto dan telunjuknya mengetuk kaca bingkai pelan. Pria itu memang tampan dan menyebalkan sedari kecil.

Ibunda Raav memiliki mata cokelat bening yang sangat indah. Mata Raav merupakan warisan dari ibunya. Sekalipun bola matanya memukau, wajah wanita itu terlihat kelam. Beliau seakan mengekspresikan situasi "aku melihat terlalu banyak hal buruk."

Telunjuk Rania beralih.

Ayahanda Raav adalah seorang pria besar dan tampan. Rania teringat pria itu sering menimangnya saat dia kecil. Rania sering menerima hadiah boneka dari ayahnya Raavero. Pria itu kadang suka menceritakan dongeng tentang Cinderella, para peri dan tentang hewan-hewan yang bisa bicara. Jadi, tiap kali ayah Raav berkunjung, Rania akan menyambutnya dengan riang.

Bayi perempuan dalam gendongan ini pasti Summer.

Namun, siapa ini? Rania memperhatikan seksama foto anak laki-laki kecil lain. Dia terlihat muram dan tak bahagia. Anak lelaki itu terlihat mirip Raav tapi ....

Bising suara mesin pemotong rumput mengejutkannya. Rania melihat jam dan baru sadar kalau ini sudah jam 3 sore. Itu berarti rapat mungkin sudah hampir berakhir. Telat lebih baik daripada tidak hadir. Sempat mematut dirinya di cermin, tergopoh-gopoh walaupun masih sempoyongan, Rania keluar dari kamar. Tidak ada seorang pun di luar kamar lantai dua maupun di lantai bawah. Rania bergegas menuruni anak tangga, menyusuri lorong, mengitari halaman dan langsung menuju mobilnya. Tangannya baru akan membuka pintu mobil ketika suara Raavero menghentikan aksinya.

"Mau ke mana kamu?"

Rania berbalik dan pasang wajah manis. Raavero berdiri tak jauh sedang mengamatinya tanpa berkedip. Seakan Rania termasuk sejenis amoeba yang mudah membelah diri dalam satu kedipan saja dan akan terbang lalu menguap di kedipan berikutnya.

"Ini sudah sore, aku harus pulang!" katanya gugup.

"Kamu akan menginap di sini malam ini."

"Bukan saran yang bagus. Kita belum menikah."

"Apa isi otakmu, Rania? Kamu akan menginap di sini bukan berarti kamu akan menginap dalam pelukanku." Raav menggerutu. Wajah Rania memerah.

"Aku ada banyak kerjaan," elak Rania menggaruk telinganya yang tidak gatal tapi telinganya mungkin telah terhimpit rasa malu.

"Kerjaanmu sudah ditangani oleh Alya dan seluruh pegawaimu. Kamu dipecat jadi Bos selama seminggu. Saat ini, kerjamu adalah istirahat dan makan teratur seperti kata dokter."

"Aku akan beristirahat di kantor."

"Ah, yang benar saja istirahat di kantor." gumamnya sarkasme. " Apa kita akan terus berdebat sepanjang waktu?"

"Selama dibutuhkan."

Rania memijat kepalanya pelan. Memikirkan cara terbaik melepaskan diri. Melihat tingkah Rania, Raavero mendekat. Dia bertanya pelan.

"Kamu baik-baik saja?"

"Aku akan baik-baik saja. Jangan cemas!"

Jawab Rania pelan dan mundur hingga punggungnya bersandar di pintu mobil. Dia tak takut pada Raav, tetapi tiap Raav mendekat tubuhnya merespon, menjauh.

"Aku tentu cemas. Pernikahan digelar dua hari lagi dan pengantin wanitanya tampak tak karuan. Kamu masih lemah dan terlihat sempoyongan! Bisakah kamu tidak keras kepala? Itu membuatku muak."

"Aku baik-baik saja, Raav! Jangan berlebihan!"

Intonasi Rania kian meninggi. Gadis itu mulai kesal. Dia berbalik hendak masuk ke mobil. Namun, tak terduga Raavero menarik tangannya kuat sehingga tubuh mereka bertubrukan cukup keras. Rania menjerit. Pria itu tanpa basa- basi membopong Rania yang terus meronta di atas pundak kekarnya.

"Heiii... Turunkan aku, Raav! Lepaskan aku! Turunkan aku!!! Heiiiiii ... Ini penculikan!"

Raavero melangkah cepat dan panjang tanpa mengindahkan teriakan Rania. Tubuh jangkung itu terus menaiki anak tangga, berbelok di ujung tangga dan membawa Rania masuk kembali ke kamar yang sama ketika Rania bangun. Rania dilemparkan begitu saja di atas tempat tidur. Pria itu berbalik pergi dan hendak keluar ketika Rania tiba-tiba melompat mengikutinya. Raav berbalik cepat, menutup pintu dengan kaki panjangnya lalu mengunci pintu kamar kasar. Saat berbalik, tubuh Rania menubruk Raav keras untuk kedua kalinya. Gadis itu mengerang kesakitan. Raav tak peduli padanya. Pria itu melemparkan kunci kamar keluar jendela, membuat Rania terbelalak. Bibirnya terbuka sempurna.

"Heiii.... Yah, Tuhan. Kamu memang ... " pekik Rania histeris.

"Psikopat? Terserahlah. Wanita sepertimu memang butuh pria psikopat sepertiku. Dunia kita baru akan berjalan dengan benar. Kamu harus istirahat! Istirahat berarti kamu harus berhenti pergi ke kantor," desaknya marah.

Raavero menarik lengan Rania dan mendorongnya hingga terjatuh di atas tempat tidur. Ketika melihat Rania meringis kesakitan, tatapannya berubah. Dia mendekat dan berkata selembut mungkin.

"Kamu belum benar-benar pulih. Kita akan buang-buang energi berkat keras kepalamu itu."

"Aku baik-baik saja!"

Rania terdengar yakin. Alya mampu meng - handle, okelah. Alya dan Rania bak sekeping uang logam. Rania di satu sisi, Alya di sisi lainnya.

"Alya memang dapat diandalkan. Alya mengerti dan memahami situasi sama baiknya dengan-ku. Gadis itu sensitif pada pekerjaan dan mampu menggantikan aku. Namun, aku juga harus bertanggung jawab, Raav."

Rania menatap Raav dan menerima sinyal 'tidak terima alasan" dan "jika kamu masih berisik, resikonya kamu tanggung sendiri."

"Baiklah...."

Rania mengalah. Raav akan menyentuhnya jika Rania terus memprovokasinya. Mereka terkunci di kamar, berdua. Raav selalu tak terduga dan Rania tidak mau mengambil resiko.

"Apa yang akan kita lakukan?" tanya Rania bangkit dari tempat tidur. "Aku baru bangun dari istirahat dan kata istirahat membuatku mual. Sekarang, bisakah kamu di luar saja? Aku akan istirahat, walaupun aku benci istirahat."

Rania mengulang kata istirahat dengan penekanan kuat karena kesal. Raavero menatapnya tanpa senyum.

"Apa kamu gugup berada di dekatku?"

"Bukan itu! Aku ... "

"Salahmu karena berusaha kabur."

"Oke, bisakah kamu pergi sekarang?"

"Sebelumnya kita berduaan saja di kamar. Aku menggendongmu kemari, kamu menyandarkan kepalamu di bahuku, memeluk leherku erat, mengerang padaku, seakan menggodaku untuk tidur bersama. Tak masalah. Ada apa sekarang, Rania?" ujar Raav dan seakan sangat menikmati ekspresi tak ingin percaya Rania. Wajah Rania merah. Pipinya menghangat.

"Aku? Mengerang padamu? Menggodamu? Selamat Raav, kamu lulus tes awal pelajaran halusinasi," sahut Rania menolak pernyataan Raav. Pria itu pandai membaca situasi dan memanfaatkan kesempatan.

"Yah, kamu mengerang tadi dan menggodaku bahkan dalam tidurmu!"

"Aku tak mungkin berperilaku begitu. Kamu salah paham. Tanggapanmu keliru. Aku mungkin hanya mabuk kerang," elak Rania merah padam. "Baiklah. Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanyanya mengubah topik. Jantungnya berdegup kecang menerima tatapan intens Raav.

"Wajahmu memerah ...,"

"Hentikan Raav!"

Rania mudah kesal pada Raav. Pria itu selalu memancing emosinya.

"Aku telah menyiapkan film untukmu," kata Raav akhirnya, menghindari tatapan jengkel Rania.

"365 Day's?" Pipi Rania memerah lagi.

"Aku ingin membedah kepalamu, Rania. Aku tidak menonton film yang merusak moral," tukas Raavero ketus. "Ka - mu? Serius mabuk kerang?"

Raav bangkit dan meneliti wajah Rania dengan seksama. Aroma parfum Raav tercium akurat di hidungnya. Memancing saraf Rania yang keruh, mengubahnya jadi memabukkan.

"Aku tidak mengerang padamu barusan kan? Atau Menggodamu?"

"Hmmm.... Itu lebih baik ketimbang kamu mabuk kerang yang sesungguhnya. Lantas mengapa wajahmu memerah sedari tadi?"

Raav menggelengkan kepalanya seakan Rania adalah seorang badut. Raavero menepuk sofa di sebelahnya sambil menyalakan laptop.

"Sudahlah! Kemari, duduk di sini!"

Rania menghembuskan napas yang tertahan sejak tadi. Dia selalu salah paham pada Raav.

"Pride and Prejudice?"

"Yeah ...."

Rania sedikit tergugah. Wanita itu duduk di samping Raav sementara Raav menyodorkan beberapa jenis camilan. Sofa di kamar ini terlalu mungil untuk mereka berdua.

"Ini camilan sehat. Menurut Bunda Hana."

"Emmm, asisten yang waktu itu bicara denganku?"

"Yeaah, beliau seperti ibuku. Aku pikir kamu mengenalnya, Rania. Beliau sering buatkan kamu keripik bayam. Hmmm?"

"Entahlah, aku terlalu kecil untuk mengingat."

Beruntung pembahasan tentang mabuk kerang telah berakhir. Rania merenung, mungkinkah tubuhnya punya dua jiwa. Semacam alter ego. Ego satunya merespon Raav dan lainnya menolak Raav. Entahlah ....

"Tapi kamu mengingatku dengan baik kan? Apa karena aku tampan?"

"Aku tak mengingatmu, sampai hari ini aku tak mampu mengingat wajahmu," tolak Rania tidak

sudi.

"Yah betul. Kamu hanya ingat uangku," sahut Raav pahit.

Rania tidak ingin memancing Raavero dengan percakapan lain yang akan menimbulkan adu mulut di antara mereka. Jadi, mereka hanya menonton film itu dalam diam.

"Mengapa kamu suka film ini?" tanya Raav.

"Aku ingin punya kakak perempuan seperti, Jane atau Elizabeth."

"Aku pikir karena kamu suka Mr. Darcy,"

"Aku benci pria introvert seperti Mr. Darcy."

"Dia ambivert. Jika dia menutup diri dari dunia luar, kekayaannya tak mungkin melebihi Mr. Bingley."

"Bukankan kekayaannya Mr. Darcy adalah warisan orang tuanya? Aih ... Aih ..., terserahlah," ujar Rania terganggu.

Mereka bahkan berdebat di segala aspek. Itu meresahkan. Mereka akan ada di kapal yang sama melewati samudera. Jika mereka terus berselisih, kapal mereka nanti mungkin akan kocar - kacir. Apakah pernikahan mereka seperti itu nanti?

"Raav, aku tak pernah melihat Summer?" tanya Rania mengganti topik.

Sejak di balkon Rania tak pernah bertemu Summer. Bicara soal Summer, hati Rania menghangat.

"Dia sedang ujian akhir semester."

Pria itu mendadak berpaling dari layar laptop. Tangannya menekan tombol "pause" pada keyboard laptop.

"Serius, kamu tak mengingatku walau sekali saja?"

Dia mulai lagi. Pikir Rania muram. Rania mendesah jengkel.

"Aku mengingatmu tiap hari, saat aku tidur, makan, mandi bahkan saat aku bernapas, bayanganmu tak lekang oleh waktu. Puas?"

"Senang mendengarnya," perhatian Raav kembali ke laptop.

Semburat emosi terlintas di wajahnya, entah emosi jenis mana. Rania tidak ingin mencari tahu. Bisa berdampak buruk.

"Namun, ketika hampir diperkosa, aku memutuskan melemparmu dari ingatanku," pernyataan mendadak Rania itu membuat Raav terpana. Rania menggigit lidahnya kuat. Inilah akibat jika lidah lebih cepat dari otak.

Pria itu menutup laptop agak kasar dan berpaling pada Rania. Wajahnya begitu serius hingga Rania menyesal telah bicara tanpa berpikir panjang.

"Siapa yang berani menyentuhmu! Apakah saat kamu jadi pramusaji? Babysitter? Terapis di spa? Guru les? Atau saat kamu di Soneta?"

"Lupakan! Aku bicara sembarangan."

Rania gagu. Wajahnya beralih. Tak kuat menahan tatapan penuh interogasi Raav. Harusnya Rania curiga, mengapa Raav tahu semua tempat-tempat itu.

"Katakan padaku!" perintah Raav hampir seperti berbisik. Matanya berubah gelap dan kalut. Rania berusaha menghindar. "Siapa yang berani menyentuhmu?" tuntutnya marah.

Rania pasti sedang mengkhayal. Mata Raav berubah menakutkan.

"Kamu tak kenal mereka. Aku pantas menerimanya."

"Baiklah."

"Apakah kamu menimbang pernikahan kita hanya karena aku punya masa lalu buruk?"

Raav menghela napasnya. "Aku tak peduli, kita hanya menikah karena kamu harus melunasi utangmu."

"Kapan aku bebas?"

"Setelah utangmu lunas."

"Utangku tak akan lunas dalam 10 tahun pernikahan."

"Aku memangkas utangmu 3 juta perbulan untuk jadi istriku."

"Cuma 3 juta???" pekik Rania. "Tega sekali."

Tiga jari Raav tegak di depan Rania. " Tepat sekali, 3 juta. Jadi, jangan cemas! Utangmu akan lunas sebelum usia-mu 50 tahun," lanjutnya tak bisa menahan geli.

"Sebelum 50 TAHUN???" Rania kembali histeris.

"Hei, kamu mendapat rumah yang layak, makanan dan snack, juga suami tampan. Kamu tidak perlu memasak, mencuci dan melakukan pekerjaan semestinya? Kamu hanya jadi istriku saja. Aku bahkan tak boleh menyentuhmu. Siapa yang lebih beruntung?"

"Tetap saja ... "

"Kamu kan juga tiap bulan menyicil utangmu ke rekeningku. Jadi akan cepat selesai. Selain itu kamu akan menikmati popularitas dengan jadi istriku. Itu bonus."

"Popularitas?" seru Rania tak percaya. Dia menatap Raav sambil mengurut keningnya kuat. "Kamu aktor legenda? Siapa yang mau membina hubungan rumah tangga dengan nenek-nenek peyot berusia 50 tahun?" tukas Rania kesal memikirkan nasibnya. Terlampau buruk.

"Oh, ayolah. Bukankah kamu tidak ingin berumah tangga? Karirmu bisa berakhir."

"Tetap saja ... "

"Jika aku 'menyentuhmu', aku akan memangkas utangmu juga, kecuali tanpa sengaja," ujarnya lagi.

"Yah Tuhan. Hentikan celoteh tak bermoral-mu, Raav. Ini sama saja dengan penyanderaan terhadap makhluk hidup dan ... "

"Lalu bagaimana dengan bocah 8 tahun yang disandera dan hartanya dirampok?" sela Raav.

Rania terdiam menatap Raav.

"Aku tak mengerti maumu Rania. Aku menolak menikahimu, kamu datang dan memohon untuk menikahimu. Aku akan menikahimu kini, back to plan A, apa lagi?"

"Aih, terserahlah. Aku mau nonton filmnya. Kamu hanya memberiku banyak tekanan. Bukankah aku harus beristirahat?" sambar Rania pasrah pada situasi.

"Tentu, silahkan nikmati waktumu!"

Sofa jengki satu dudukan ini tidak cocok untuk mereka berdua. Itu karena tubuh Raav terlalu boros di segala sisi.

"Kamu tidak nyaman? Mau dipangku?"

"Aih, menyingkirlah dari sofa ini. Tubuhmu terlampau besar untuk sofa seimut ini," gerutu Rania mencoba mengalihkan pikirannya dari aroma Raav.

"Ok ... Ok... Okay... berhenti mengomel!" Raav duduk di lantai di atas karpet hijau.

Postur tubuh tingginya, bahkan saat duduk-pun kepala Raav hampir setinggi pundak Rania. Lengan Raav terkulai sekenanya pada Rania. Tubuhnya menghimpit sisi kaki Rania. Aroma Raav mencengangkan. Rania ingin bergeser menjauh sebelum sel sarafnya merasa terpanggil.

Tanpa disadari, film tak lagi menarik untuk ditonton. Ia sibuk mengawasi Raav dari belakang. Mengira-ngira isi kepala Raav. Rambutnya meminta tangan Rania untuk menyentuhnya. Leher pria itu kokoh bak anyaman beton. Rania mungkin mabuk kerang. Dia tiba-tiba ingin memeluk Raav dari belakang. Mendadak Raav berbalik dan terpaku pada wajah Rania. Rania diam membatu. Terlambat untuk kembali karena Raav seketika menarik lehernya mendekat. Wajah mereka bertemu. Mata Raav begitu indah. Ia seperti sepotong keju, meleleh dalam panggangan.

"Aku tidak berhalusinasi. Kamu memang menggodaku," bisiknya berat.

Rania seakan tersihir, berucap tanpa sadar ...

"Mungkinkah aku menyukaimu?"

Terpopuler

Comments

bunga cinta

bunga cinta

alurnya keren

2024-03-13

0

✨Susanti✨

✨Susanti✨

next.. ...

2023-01-17

0

Lilis Ferdinan

Lilis Ferdinan

sllu trsipu dengan adegan romantisnya,,,,😚

2022-01-30

0

lihat semua
Episodes
1 1 Raavero Alves ...
2 2 Bagaimana jika aku menginginkanmu?
3 3 Di Mana Jantungku Berdetak???
4 4 Jangan menyentuhku!!!
5 5 Stay With Me...
6 6 Mungkinkah Aku Menyukaimu?
7 7 Ketika Curiga itu Tak Pergi...
8 Akhirnya Aku Menemukanmu...
9 9 Derita Segera Dimulai...
10 10 Gelisah Hati...
11 11 Jangan Jatuh Cinta Padanya...
12 12 Hari yang Buruk...
13 13 Cinta Perih...
14 14 Ketika Mertua Bertingkah...
15 15 Selena Puteri Raavero dan Serbuk Bunga...
16 16 Pernikahan Semu...
17 17 Di Antara Dua Wanita...
18 18 Apakah Mungkin Mengalah Pada Selena???
19 19 Awal Perseteruan...
20 20 Kebencian menjadi Obsesi...
21 21 Bisikan Iblis...
22 22 Ciuman dan Kecupan, Mimpi Indah Raav...
23 23 Wanita yang Harus Pergi!
24 24 Jus Penyubur Kandungan...
25 25 Malam Penuh Tragedi...
26 26 Mudah Berapi-api, Mudah menjadi Abu...
27 27 Menikahimu adalah Sebuah Kesalahan...
28 28 Kebencian di atas Kebencian...
29 29 Pangeran dan Puteri Penyihir...
30 30 Menghapus Jejak...
31 31 Memikat Seseorang...
32 32 Aroma Raavero...
33 33 Raavero Tertembak...
34 34 Mengakhiri Mimpi Buruk...
35 35 Mengubah Kelam jadi Manis...
36 36 Ksatria Rania...
37 37 Real Psikopat ...
38 38 James Alves ...
39 39 Ketika Kekasihmu Sekarat...
40 40 Menukar Kebahagiaan...
41 41 Entah di Mana Dia???
42 42 Ciuman Dari Cinta Sejati...
43 43 Di Ujung Sepi...
44 44 Suamiku Sayang ...
45 45 Anomali Ingatan Tentangmu...
46 46 Ciuman Penuh Penyesalan ...
47 47 So Sexy ...
48 48 Wanita dalam Ingatan atau dalam Insting???
Episodes

Updated 48 Episodes

1
1 Raavero Alves ...
2
2 Bagaimana jika aku menginginkanmu?
3
3 Di Mana Jantungku Berdetak???
4
4 Jangan menyentuhku!!!
5
5 Stay With Me...
6
6 Mungkinkah Aku Menyukaimu?
7
7 Ketika Curiga itu Tak Pergi...
8
Akhirnya Aku Menemukanmu...
9
9 Derita Segera Dimulai...
10
10 Gelisah Hati...
11
11 Jangan Jatuh Cinta Padanya...
12
12 Hari yang Buruk...
13
13 Cinta Perih...
14
14 Ketika Mertua Bertingkah...
15
15 Selena Puteri Raavero dan Serbuk Bunga...
16
16 Pernikahan Semu...
17
17 Di Antara Dua Wanita...
18
18 Apakah Mungkin Mengalah Pada Selena???
19
19 Awal Perseteruan...
20
20 Kebencian menjadi Obsesi...
21
21 Bisikan Iblis...
22
22 Ciuman dan Kecupan, Mimpi Indah Raav...
23
23 Wanita yang Harus Pergi!
24
24 Jus Penyubur Kandungan...
25
25 Malam Penuh Tragedi...
26
26 Mudah Berapi-api, Mudah menjadi Abu...
27
27 Menikahimu adalah Sebuah Kesalahan...
28
28 Kebencian di atas Kebencian...
29
29 Pangeran dan Puteri Penyihir...
30
30 Menghapus Jejak...
31
31 Memikat Seseorang...
32
32 Aroma Raavero...
33
33 Raavero Tertembak...
34
34 Mengakhiri Mimpi Buruk...
35
35 Mengubah Kelam jadi Manis...
36
36 Ksatria Rania...
37
37 Real Psikopat ...
38
38 James Alves ...
39
39 Ketika Kekasihmu Sekarat...
40
40 Menukar Kebahagiaan...
41
41 Entah di Mana Dia???
42
42 Ciuman Dari Cinta Sejati...
43
43 Di Ujung Sepi...
44
44 Suamiku Sayang ...
45
45 Anomali Ingatan Tentangmu...
46
46 Ciuman Penuh Penyesalan ...
47
47 So Sexy ...
48
48 Wanita dalam Ingatan atau dalam Insting???

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!