Rania pandangi Margareth tak percaya. Wanita itu terang saja limpahkan semua kesalahan pada Septi. Sebelumnya Rania telah menduga ini akan terjadi, tetapi tetap tak percaya ketika sungguhan terjadi. Sebegitu bencinya Margareth pada dirinya, hingga beliau berubah sangat picik.
"Mengapa membawanya ke Klinik kecil? Apakah kamu tak bisa bawa Selena ke Rumah Sakit, sehingga Selena bisa dapatkan perawatan terbaik? Apa karena Selena bukan Puteri-mu? Kamu membencinya? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada cucu-ku?" cecar Margareth tidak bersahabat. "Yah Tuhan, harusnya aku tak meninggalkan cucuku pada orang-orang seperti kalian?" ujarnya lagi penuh penyesalan.
Napas Rania tercekat di ujung tenggorokkan. Betapa beracunnya kata-kata Margareth. Rania coba abaikan dan berpikir sebaiknya kembali ke kantor. Selena telah kembali pulih perlahan dan Deasy akan memeriksanya lagi nanti malam. Lagipula, orang tuanya telah kembali. Tidak ada guna Rania ladeni ibu Mertuanya. Tak akan ada akhir.
"Ayo Septi, kita kembali!" ajak Rania.
Namun, Mikaila kembali ke ruang depan di mana mereka berkumpul. Mencegah mereka pergi. Rania muak. Sejak kedatangannya, rumah ini seperti tempat syuting serial drama.
"Septi aku ingin bicara padamu. Mengapa kamu beri Selena stroberi tanpa bertanya pada Bunda Hana atau Nyonya Margareth?"
"Itu, Nyonya ... A - ku -,"
Septi terbata-bata. Rania tidak tahan Septi disalahkan. Ibu harusnya tidak memaksa Septi mengasuh Selena.
"Septi, pergilah!" perintah Rania pada Septi. Mikaila tidak senang. Dia tak tinggal diam.
"Diam di tempatmu, Septi! Jangan coba-coba pergi! Kamu harus bertanggung - jawab. Aku ingin dengar penjelasannya, Rania! Jangan mulai pertengkaran denganku. Aku berterima kasih sebelumnya, karena kamu temani Selena saat di Klinik, tetapi ini urusanku dengan Septi. Aku hampir kehilangan Puteriku ..." desis Mikaila mulai berkaca-kaca.
Rania mendongak menatap langit-langit rumah. Dia tersenyum sinis. Muaknya bertambah. Mikaila tampak pura-pura menderita untuk menarik simpatisan. Mestinya dia berpikir seribu kali sebelum buat keputusan untuk meninggalkan Selena.
"Maaf Mika. Ini akan jadi urusanku juga, karena Septi asistenku. Dia mendadak harus 'mengasuh' Selena hari ini atas kehendak Ibu," jawab Rania cepat. Margareth menggigit bibirnya menerima tatapan jengkel Raavero.
"Mengapa Septi perlu jelaskan padamu, Mikaila? Septi bukan pengasuh profesional. Septi hanya diminta mengawasi Selena tanpa diberitahu bahwa Selena menderita alergi, asma dan sebagainya. Asisten mana di rumah ini yang kamu tunjuk untuk menjaga Selena sebelum kamu pergi? Septi? Tidak kan?" semprot Rania marah. "Kamu sungguh tak mampu menyewa pengasuh profesional untuk mengurus Selena selama kamu bepergian?" serang Rania lagi.
"Rania ..." panggil Raavero tertahan.
Raavero cukup kenali Rania. Saat gadis itu marah, seluruh cakarnya akan diperlihatkan. Ini akan jadi semakin rumit.
"Kamu ibunya kan? Apa kamu memberitahu kami, bahwa Selena harus menghindari beberapa hal agar alergi-nya tak kambuh? Aku bahkan hampir jadi seorang pembunuh karena tak tahu bahwa Selena alergi serbuk sari," lanjut Rania kesal.
"Rania!" panggil Raavero sekali lagi agak keras dan terperangah ketika Rania menatapnya penuh amarah?
"Apa masalahmu Raav? Aku tahu kalian sedang hadapi masalah sulit. Oh entahlah, no body knows. Setidaknya biarkan ponselmu hidup agar kamu tak susah dihubungi!" sergah Rania benci pada tatapan Raavero untuknya.
Goresan-goresan penuh emosional terucap dari bibirnya tanpa mampu dikendalikan. "Selena baik-baik saja-kan sekarang? Apa itu tidak cukup?" serunya sedikit berteriak.
"Rania???!!!"
Margareth mengangkat tangannya dan menampar Rania.
Plakkkkkk...
"Nyonya!!!" jerit Septi.
Don Huan bergerak cepat menahan tubuh Rania yang agak limbung.
"Kamu yah, makin hari makin kurang ajar sama saya," sembur Margareth marah.
Rania menatap terluka pada Margareth. Sepertinya menampar Rania jadi kebiasaan mertuanya sekarang.
"Aku tak bisa membawanya ke Rumah Sakit Umum, karena satu kediaman ini akan jadi bahan gunjingan. Selena mungkin akan di-bully. Apa pikir Ibu, tidak akan masalah jika orang tahu tentang Selena saat ini?"
Suara Rania berakhir penuh kebencian pada Margareth. Air matanya mekar dan jatuh mengaliri pipinya. Gadis itu tak lagi peduli pada nyeri di sudut bibirnya yang kembali mengeluarkan darah. Rania menyeka darah di sudut bibirnya dengan punggung tangannya.
"Hentikan, Rania! Mika kembali ke kamarmu dan urus Selena! Ibu, tolong hentikan!" bentak Raavero menyela pertikaian mulut di antara ketiga wanita itu.
Raavero melangkah dan menarik paksa tangan Rania, menapaki anak tangga menuju kamar. Pria itu kemudian menutup pintu kamar di belakangnya keras. Semua orang begitu terkejut.
"Jangan berteriak pada Ibuku!" sergah Raavero saat mereka dalam kamar, berdua. "Kamu boleh marah tetapi jagalah nada suaramu," lanjutnya sambil menyeka bekas darah di bibir Rania hati-hati.
Rania terdiam. Dia mulai bosan pada situasi ini. Dia salah dan selalu salah.
"Aku akan meninggalkan rumah ini! Lakukan apapun yang kamu sukai. Carilah seseorang yang bisa menjaga dan merawat Selena!"
"Kamu tak boleh kemanapun! Kamu istriku, Rania!" tangan pria itu menyusuri pipi Rania, pada bekas lelehan air mata. Jempolnya menghapus sisa-sisa air mata Rania lembut.
"Apakah aku harus duduk menunggui suamiku sementara dia sibuk bepergian dengan mantan kekasihnya? Apakah aku harus terlibat dengan urusan cinta kalian yang belum kelar?"
"Aku tak mampu melihat sejumlah sandiwara dan terseret di dalamnya! Selesaikan urusanmu dan Mikaila! Beri aku keputusanmu! Aku akan menunggu. Aku berharap kamu memikirkan Selena. Puterimu itu tidak harus terluka hanya karena ulah orang dewasa. Dia tidak harus melihat keegoisan orang tuanya dan perseteruan kita."
"Mengapa kamu begitu peduli pada Selena?"
Raavero memandanginya takjub, namun Rania penuh kebencian hingga mengabaikan suaminya. Tangan Raavero membelai rambutnya perlahan.
"Aku hanya tidak ingin dia berakhir seperti kita, Raav. Dendam berlapis-lapis, turun - temurun dan akhirnya kebencian yang tak terbendung itu berubah menjadi obsesi," sinis Rania. "Itu mengerikan! Jangan wariskan pada Selena, sifat-sifat seperti itu."
Dia melepaskan diri dari Raavero. Pria itu telah membuatnya jatuh cinta tanpa dia sadari. Rania memilih menjauh saat ini selagi belum jatuh terlalu dalam. Namun, Raavero menarik kedua tangannya dan menggenggamnya erat.
"Selena tak boleh merekam kemarahan kita. Peduli pada Puterimu bukan hanya tentang melimpahinya materi, tetapi membentuk karakternya Raavero."
Gadis itu melepaskan paksa tangan Raavero dan melangkah lunglai menuju pintu kamar. Pria yang beberapa hari lalu begitu gigih mengejarnya, tak disangka berubah tak berdaya. Raavero seperti kehilangan taringnya. Rania memahami posisi sulit Raavero. Selena - lah pemicu Raavero tak mampu mengambil keputusan. Pria itu jelas memikirkan psikologi Selena. Rania memejamkan matanya perlahan.
"Aku akan jadi istrimu seperti kesepakatan kita di awal. Tidak ada gunanya aku tinggal di sini! Pekerjaanku kacau, kehidupan pribadiku terguncang. Aku akan membayar hutang Ayahku! Jadilah Ayah yang baik untuk Selena," pungkas Rania.
Rania meraih gagang pintu. Tak disangka, Raavero melangkah, menarik pinggangnya dan memeluk erat dari belakang.
"Jangan Pergi, Rania. Aku mohon ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Nurlaela
paling benci dg karakter laki2 yg plin plan...
2024-03-22
0
✨Susanti✨
mengaduk aduk emosi,, bener" ya
2023-01-18
0
Meela
mr. plin plan raveero😡
2022-10-07
0