4 Jangan menyentuhku!!!

"Nona Rania, Pak Raavero ada di sini."

Alya masuk setelah mengetuk pintu tiga kali. Wajahnya terlihat tidak nyaman ketika menyampaikan berita.

"Ada apa lagi sekarang?" keluh Rania.

Seminggu ini Raavero seperti jentik-jentik nyamuk, berkembang biak dalam diam. Berakibat fatal jika tidak segera disingkirkan. Raavero tiba-tiba menyerbu masuk dan menjawab pertanyaannya. Dia memang tidak butuh ijin siapapun untuk bertindak.

"Kita punya jadwal pagi ini dengan fotografer dan videografer. Lupa?"

"Raav, ini terlalu serius untuk seorang pria yang menikahi wanita karena masalah utang. Kamu membuatku berutang lebih banyak lagi," sergah Rania setelah Alya pergi.

"Jangan memulai perdebatan!"

"Bang Ivan punya jadwal hari ini. Jurnal Andara sudah dipending dua hari ... "

"Rania, aku akan menunggumu di parkiran," desak Raavero tidak ingin dengar alasan.

Rania benci situasi ini. Rania bukan saja owner dari sebuah bridal, tetapi dia juga seorang wedding planner. Raavero benar-benar sudah sangat mengacaukan jadwal kerjanya. Pernikahan konyol ini harusnya dihadiri oleh keluarga dan kerabat saja. Mengapa malah repot-repot mengundang satu kota? Apa maunya?

Melangkah gontai meninggalkan ruang kantor, Rania dikejutkan oleh Alya. Dia membawakan koper perlengkapan Rania.

"Non, ini perlengkapan perangmu. Bang Ivan dan Mateo sudah menunggu anda."

"Alya, bagaimana persiapan pernikahanku?" tanya Rania.

Dia terlihat tidak ingin ada pembahasan setelah emergency meeting dua hari lalu. Tetapi dia tidak bisa terus-menerus menghindar. Rania menghela napas panjang.

"Technical meeting besok sore, Non. Persiapannya hampir selesai. Anda akan ditemani Diana hari ini."

"Minta Puspa atau Ajeng ikut."

"Baiklah. Konsep prewedding anda bertema nostalgia. Jadi, saya menyiapkan wardrobe anda sesuai tema anda. Bawahan polkadot ... "

"Mengapa ribet?" potong Rania. "Mengapa tidak foto bridal? Kita bisa gunakan studio, ceklek - ceklek and done. Keuntungannya adalah kita bisa sekaligus promosikan gaun terbaru? Aku juga tidak harus keluar dan menghadapinya sendirian," tambahnya sambil memeriksa wardrobe yang akan dikenakan.

"Pak Raavero meminta konsep yang tidak serius, tidak kaku, tidak terlalu melibatkan banyak orang dan tidak terlalu stylish. Beliau ingin konsep foto yang menampilkan teaser hari pernikahan anda. Beliau bahkan ingin beberapa rangkaian foto anda sekuat Massimo dan Laura di 365 Day's," jelas Alya sedikit ragu.

"Apa itu? 365 Day's?"

Rania menunjuk buket bunga dan Alya segera mengambilnya. Rania menangkap senyuman geli di wajah asistennya. Wajah Alya memerah.

"Itu, emm ... "

"Apakah itu film romantis lawas dari 50 tahun lalu? Ada apa dengan wajahmu, Alya? Kamu alergi sesuatu?"

"Apakah film tentang psikopat?" tanya Rania lagi, tidak puas melihat Alya hanya diam dan tersenyum misterius. "Aku tak heran sih. Coba kirimkan aku trailer -nya, sinopsisnya! Aku jadi penasaran sekarang."

"Hmmm, Nona. Film itu romantis namun pesan sensualnya tinggi," jawab Alya akhirnya, tak tahan melihat ketidak- tahuan Rania.

Rania menghentikan langkahnya menuruni tangga.

"Apa maksudmu, Alya? Jadi bukan tentang psikopat?"

"Sebaiknya Nona mencari tahu sendiri."

"Baiklah."

Rania tak ingin ambil pusing. Ia melambai pada Alya dan keluar dari Bridal.

Raavero menunggu dengan sabar. Benar-benar terlihat seperti kekasih sungguhan. Rania berdecak antara kagum dan frustasi. Bang Ivan memberi tanda mereka siap berangkat dari balik setir minibus Bridal. Dia memberi tanda love untuk menyemangati Rania.

Perjalanan itu terasa lama dan menyebalkan. Raavero menyetir dalam diam. Ekspresi wajahnya datar seperti jalanan tanpa ujung ini. Teringat akan 365 Day's, Rania mengambil ponsel dan melakukan pencarian. Dia menemukan artikel, beberapa cuplikan dan menonton lalu segera mengeram. Gadis itu mencoba melihat review film tersebut. Hanya ada tiga kata untuk kesimpulan dari 365 Day's.

Vulgar

Psikopat

Tak bermoral

"Dasar bajingan mesum!!!"

Rania meradang, tiba-tiba memukuli lengan Raav yang sedang menyetir, membuat pria itu kaget luar biasa. Mobil sempat tak terkendali.

"Apa yang kau lakukan???!!!"

Raavero memberi sinyal pada minibus di belakang mereka sebelum mobilnya berhenti di tepian jalan. Pria itu turun penuh kemarahan, memutari bagian depan mobil dan berhadapan langsung dengan Rania yang sudah lebih dahulu turun dari mobil. Wajah Rania memerah seperti senja di ufuk barat.

"Apa lagi sekarang?" Rania mengamuk. Nada suaranya melengking di tengah jalanan.

"Aku yang harus tanya, apa yang kau ..."

"Ini? Konsep prewedding- mu? Mesum dan tak bermoral?" sambar Rania tak sabaran menghadapkan layar ponselnya pada Raavero.

Raavero meneliti layar ponsel, menemukan sebuah judul dengan figure seorang pria bertelanjang dada sedang memeluk seorang wanita posesif. Pria itu merebut ponsel Rania dan merapatkan tubuh gadis itu ke mobil.

"Aku hanya ingin pose wajar mereka. Apa yang ada di otakmu Rania?"

"Tidak ada pose wajar di film itu, isinya adalah pornografi dan ... "

Rania belum sempat menyelesaikan ucapannya ketika bibir Raav menyambarnya cepat. Di tepi jalan? Tidak heran dia psikopat, dia mengidolakan seorang pria mafia penyuka kekerasan. Pikir Rania. Ubun-ubunnya mendidih.

Beruntung jalanan lengang. Tentu saja lengang, ini jalanan menuju ke Kediaman Alves.

"Ka-mu ... gi-la!"

Raav menikmatinya tak peduli pada wajah sumpah serapah Rania. Pria itu terus saja melancarkan aksinya.

"Psikopat gila, hen-tikan!!!"

Rania terengah-engah kehabisan udara. Tangannya mendorong Raavero keras, namun posisi berdiri rapuhnya tidak menolong sama sekali. Ketika Raav selesai dengannya, pria itu mendengus kesal, kembali ke dalam mobil, membanting pintu mobil dan pergi tanpa pedulikan Rania.

Rania melepas sepatunya dan melempari mobil Raav marah.

"Psikopat!!! Arggghhh ... "

Wajahnya merah padam. Masimo dan Laura? Pria itu pasti sudah gila.

Pemandangan perseteruan antara Rania dan Raav, membuat semua yang ada dalam minibus berdecak heran. Jivan turun dari minibus, mendekati Rania yang masih penuh amarah, menyodorkan botol minuman dan mencoba menenangkannya.

"Ada apa dengan kalian dek? Hmmm? Kalian seperti sedang jadi pemeran 'kejar daku, kau ku gigit'? Tiap bertemu kulihat kalian berdua selalu buka jurus."

"Abang tahu tema prewedding kami?" sergah Rania.

"Emm, yah. Nostalgia, lawas, oldies? Any problem? Atau Massimo dan Laura?"

"Jadi Abang tahu?" Matanya terbelalak.

"Tentu saja. Raav menginginkan chemistry yang kuat seperti Massimo dan Laura?" jelas Ivan mengerutkan keningnya. "Jadi kamu marah karena itu? Raav menggambarkan hubungan kalian berdua, ... seperti itu ...."

"Tapi kan itu film vulgar, Bang," protes Rania.

"Tapi bukan vulgar atau tak bermoralnya mereka yang akan kita eksplore, Dek. Kita hanya mengambil chemistry mereka saja."

"Kok, Abang setuju? Abang sudah nonton filmnya kan? Hasil review-nya buruk."

"Filmnya memang vulgar. Anehnya aplikasi sehebat Netflix menayangkan film itu. Ini berarti ada alasannya. Alur ceritaya kental akan sindrom stolkom. Emm, kamu tahu kan sindrom stolkom? Reaksi psikologis seperti simpatik atau kasih sayang yang muncul dari korban penculikan terhadap pelaku penculikan. Agak psycho sih, but you know, Beauty & the Beast juga mengandung sindrom stolkom. Raavero hanya ingin chemistry di antara Massimo dan Laura. Itu saja. Karena pernikahan kalian digambarkan seperti itu," lanjut Ivan memberi pengertian.

"Tapi, Bang -"

"Dek, kita bersama sejak dulu. Kamu percaya padaku kan?"

Rania tetap belum bisa mengerti namun karena Bang Ivan sudah seperti kakaknya, dia percaya pria itu tak akan berencana buruk padanya.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan? Pria itu sedang marah. Oh yah ... Rania ... konsep nostalgia akan ditampilkan lebih banyak karena konsep itu yang akan jadi jurnal prewedding. Referensinya dari Pride and Prejudice. Aku ingat kamu sangat menyukai film itu kan?"

"Aku malu kalau harus bertemu dengannya, Bang."

"Tak perlu malu. Memang sih ... sulit untuk tidak berprasangka buruk pada 365 Day's. Namun, jika kamu menolak, kamu kan bisa bicara baik-baik. Mengapa saling berteriak? Itu tak akan menyelesaikan masalah."

Rania kembali tenang. Harusnya Raavero membahas konsep prewedding berdua dengannya. Tidak membuat keputusan sendiri.

"Kita tak punya waktu lagi, Rania. Kamu tahu kan, kita punya banyak kerjaan yang pending. Aku tak mengerti mengapa kalian berdua menjalani pernikahan tanpa dasar cinta? Kamu berhak menolak pernikahan karena itu hak-mu."

"Aku punya utang padanya, 1 triliun dan 300 hektar tanah."

Cerita polos Rania berhasil membuat Ivan tersedak lalu batuk-batuk. Rania memukul punggung Ivan pelan.

"Kami berutang padanya. Aku dibesarkan, disekolahkan dengan uangnya. Raavero membenciku. Abang tahu, properti yang susah payah aku dapatkan akan hilang dalam sekejap. Jadi, pernikahan ini memang penting, tapi sungguh menggelikan kalau harus dijalani sungguhan."

"Dia bukan pria jahat. Kami berteman baik, Rania. Dia tak pernah jatuh cinta pada wanita manapun di dunia ini. Dia hanya memikirkanmu."

Rania tertawa sumbang, "ada-ada saja. Tak usah menghiburku. Mana mungkin terjadi, pria se-buaya Raavero tak berkencan."

"Percayalah, tatapan buaya itu hanya tertuju padamu. Raav susah jatuh cinta. Pria itu seperti singa yang terlampau terluka. Kamu juga menyukainya kan?"

Tebakan Ivan membuat wajah Rania bersemu merah.

"Aku tidak ingin ada api asmara untuk saat ini. Aku hanya ingin karirku cemerlang. Belum terpikirkan di usiaku ini, harus mengurus sebuah keluarga. I hate this situation so much."

"Coba jalani saja! Kamu tak akan tahu masa depanmu. Bagaimana jika pernikahan ini melukis keberuntungan untukmu."

Ivan meneguhkannya menggunakan kalimat-kalimat bijak. Rania tak mampu berpikir saat ini. Dia hanya ingin sesi ini segera berakhir dan bisa kembali bekerja di kantor. Hanya itu saja yang menjaganya tetap waras.

"Ayo, Bang! Mari selesaikan ini!"

Mereka naik minibus setelah Rania memungut sepatunya. Pikiran Rania melayang jauh selama sisa perjalanan. Benar kata Ivan, Rania mungkin menyukai Raav. Tetapi menikahinya? Akh, ini membingungkan.

"Alya menelpon, Non. Dia memilihkan beberapa model gaun off shoulder, meminta anda dan Pak Raavero untuk fitting nanti,"

Suara Puspa membuyarkan semua lamunan Rania. Ponsel Rania masih disita Raavero tadi. Alya pasti bingung dan menelpon Puspa.

"Jika sesi ini bisa selesai dengan cepat, kita akan segera kembali ke kantor. Katakan padanya, aku tidak ingin A-line, mermaid, ballgown. Temukan sesuatu yang berbeda!"

"Baiklah, Non. Apakah kita perlu menghubungi hair stylish? Alya tidak ingin anda terlalu repot di hari pernikahan anda nanti."

"Kita akan bahas nanti, Puspa. Kita akan lihat gaunnya dan menentukan look untuk make up juga hair do," tegas Rania.

Cuaca begitu bagus pagi ini untuk melakukan pemotretan. Tidak terlalu banyak cahaya tapi tidak begitu gelap. Langit sepertinya merestui mereka. Minibus melaju perlahan sementara Rania mempersiapkan wajahnya. Rambutnya dibiarkan terurai sehingga pas untuk tema nostalgia 1970-an.

Raavero terlihat di balkon depan saat minibus sampai. Sekalipun wajah pria itu tak terbaca, namun Rania mampu menangkap pancaran aura gelisah dari tubuh pria itu.

"Pria-mu terlihat gelisah, Rania."

Ivan mencandai Rania bermaksud mengundang senyum di wajah kesal Rania. Rania tersenyum sinis, lebih pada dirinya, sebab Ivan baru saja membenarkan pikiran Rania.

"Nona Rania juga terlihat gelisah. Kalian memang sehati," timpal Puspa.

Ini semua tidak masuk akal. Kemudian nembayangkan akan berpose dekat dengan Raav berhasil buatnya gugup.

"Abang, konsep nostalgia tak harus berdekatan kan?"

"Kalian sepasang kekasih atau ... ? Sepasang merpati aja mau dekat," goda Ivan kesekian kalinya.

Rania menghela napas panjang saat melihat Raavero. Dia menyambut mereka di balkon. Pria itu terlihat jelas menghindari Rania.

"Briefing!!!" teriak Ivan.

Semuanya berkumpul. Tersisa Mateo, sibuk menyiapkan kamera.

"Butuh kerja sama untuk hasil yang bagus. Rania ... Raav ... tahu itu, kan? Jika terus bertengkar kita bisa akhiri sampai di sini?"

Jivan berbicara serius. Keduanya mengangguk menyepakati dan photoshoot pun dimulai.

"Maaf soal tadi, Raav. Aku berlebihan."

Rania berbisik tulus untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka. Ini seperti doa-nya ketika kecil. Rania sangat ingin berdekatan dengan Raav dan terkabul.

Mereka mengutip beberapa foto adegan Mr. Darcy dan Elizabeth saat di pesta dansa. Sebagai tambahan, konsep chemistry Massimo dan Laura-pun dibuat. Pose posesif seperti di film itu, akan tetapi lebih menonjolkan sisi dramatis, romantisme bukan vulgar.

"Hmmm yah ... harusnya kita bahas dulu," angguk Raav sambil memeluk Rania dari belakang. "Jantungmu berdebar."

"Tentu saja. Hanya wanita tidak normal yang tidak berdetak dipeluk seorang pria," sahut Rania jengkel. "Aku wanita normal."

"Aku pikir, kamu akan mati rasa."

Raav menunduk, wajahnya melayang dileher Rania. Napasnya hangat. Kulit sensitif Rania tanpa diperintah merespon. Rania mulai gelisah.

"Jangan berlebihan, Raav!"

Sementara Mateo fokus menyoroti keintiman mereka dan Raav pandai membaca situasi. Dia berbisik parau di ujung kuping Rania.

"Bagaimana dengan pose I Love You?"

"Kamu jatuh cinta pada-ku? Aku benarkan, Raav? Akui saja!"

"Aku suka bermain-main dengan wanita angkuh," ejek Raav.

"Aku meyakini itu, mari kita bermain, siapa lebih cepat jatuh cinta?" tantang Rania.

"Ide bagus."

"Jika kamu jatuh cinta padaku lebih dulu maka hutangku lunas. Karena aku tak begitu ijinkan karirku tamat hanya karena seorang pria. Harga diriku tak mengijinkan itu."

"Bagaimana jika kamu duluan jatuh cinta padaku?"

Mata cokelat Raav pekat. Keduanya begitu dekat kini, mempermudah pekerjaan Ivan dan Mateo. Hanya orang buta yang tak bisa melihat gairah di mata mereka. Ivan menggelengkan kepalanya.

"Mereka banyak tingkah padahal sama-sama jatuh cinta," ujar Puspa keheranan.

Raav menunggu jawaban. Pria itu menahan napasnya. Rania mengangkat tangannya ingin menyentuh wajah Raav, namun diurungkan. Pria itu benci disentuh. Sebelum tangannya jatuh, Raav meraihnya, membiarkan tangan Rania tetap di wajahnya.

"Jika aku jatuh cinta padamu?"

Pertanyaan Rania mengapung di udara, jemari mungilnya menelusuri alis mata Raav. Alis Raavero tebal menaungi kelopak mata yang sempurna. Bulu matanya panjang, bola matanya cokelat dan tajam. Jemarinya terus bergerak ke sudut mata Raav, rahangnya yang kokoh dan berakhir di bibir pria itu.

"Aku akan tinggal di sisimu dengan sukarela."

Intensitas debaran, mata Raav yang memabukkan dan getaran di sekujur hatinya, mendorong Rania mengucap janji tanpa dasar.

"Akan ku simpan kata-katamu."

Raav mengecup puncak kepala Rania di akhir sesi itu.

"Sampai hari itu tiba, Raav. Jangan menyentuhku!"

Terpopuler

Comments

Ibunya Haderra 🤩

Ibunya Haderra 🤩

sukaaaaa 💐🍉

2023-06-11

0

✨Susanti✨

✨Susanti✨

next...

2023-01-17

1

anie

anie

wowwwwww

2021-09-21

1

lihat semua
Episodes
1 1 Raavero Alves ...
2 2 Bagaimana jika aku menginginkanmu?
3 3 Di Mana Jantungku Berdetak???
4 4 Jangan menyentuhku!!!
5 5 Stay With Me...
6 6 Mungkinkah Aku Menyukaimu?
7 7 Ketika Curiga itu Tak Pergi...
8 Akhirnya Aku Menemukanmu...
9 9 Derita Segera Dimulai...
10 10 Gelisah Hati...
11 11 Jangan Jatuh Cinta Padanya...
12 12 Hari yang Buruk...
13 13 Cinta Perih...
14 14 Ketika Mertua Bertingkah...
15 15 Selena Puteri Raavero dan Serbuk Bunga...
16 16 Pernikahan Semu...
17 17 Di Antara Dua Wanita...
18 18 Apakah Mungkin Mengalah Pada Selena???
19 19 Awal Perseteruan...
20 20 Kebencian menjadi Obsesi...
21 21 Bisikan Iblis...
22 22 Ciuman dan Kecupan, Mimpi Indah Raav...
23 23 Wanita yang Harus Pergi!
24 24 Jus Penyubur Kandungan...
25 25 Malam Penuh Tragedi...
26 26 Mudah Berapi-api, Mudah menjadi Abu...
27 27 Menikahimu adalah Sebuah Kesalahan...
28 28 Kebencian di atas Kebencian...
29 29 Pangeran dan Puteri Penyihir...
30 30 Menghapus Jejak...
31 31 Memikat Seseorang...
32 32 Aroma Raavero...
33 33 Raavero Tertembak...
34 34 Mengakhiri Mimpi Buruk...
35 35 Mengubah Kelam jadi Manis...
36 36 Ksatria Rania...
37 37 Real Psikopat ...
38 38 James Alves ...
39 39 Ketika Kekasihmu Sekarat...
40 40 Menukar Kebahagiaan...
41 41 Entah di Mana Dia???
42 42 Ciuman Dari Cinta Sejati...
43 43 Di Ujung Sepi...
44 44 Suamiku Sayang ...
45 45 Anomali Ingatan Tentangmu...
46 46 Ciuman Penuh Penyesalan ...
47 47 So Sexy ...
48 48 Wanita dalam Ingatan atau dalam Insting???
Episodes

Updated 48 Episodes

1
1 Raavero Alves ...
2
2 Bagaimana jika aku menginginkanmu?
3
3 Di Mana Jantungku Berdetak???
4
4 Jangan menyentuhku!!!
5
5 Stay With Me...
6
6 Mungkinkah Aku Menyukaimu?
7
7 Ketika Curiga itu Tak Pergi...
8
Akhirnya Aku Menemukanmu...
9
9 Derita Segera Dimulai...
10
10 Gelisah Hati...
11
11 Jangan Jatuh Cinta Padanya...
12
12 Hari yang Buruk...
13
13 Cinta Perih...
14
14 Ketika Mertua Bertingkah...
15
15 Selena Puteri Raavero dan Serbuk Bunga...
16
16 Pernikahan Semu...
17
17 Di Antara Dua Wanita...
18
18 Apakah Mungkin Mengalah Pada Selena???
19
19 Awal Perseteruan...
20
20 Kebencian menjadi Obsesi...
21
21 Bisikan Iblis...
22
22 Ciuman dan Kecupan, Mimpi Indah Raav...
23
23 Wanita yang Harus Pergi!
24
24 Jus Penyubur Kandungan...
25
25 Malam Penuh Tragedi...
26
26 Mudah Berapi-api, Mudah menjadi Abu...
27
27 Menikahimu adalah Sebuah Kesalahan...
28
28 Kebencian di atas Kebencian...
29
29 Pangeran dan Puteri Penyihir...
30
30 Menghapus Jejak...
31
31 Memikat Seseorang...
32
32 Aroma Raavero...
33
33 Raavero Tertembak...
34
34 Mengakhiri Mimpi Buruk...
35
35 Mengubah Kelam jadi Manis...
36
36 Ksatria Rania...
37
37 Real Psikopat ...
38
38 James Alves ...
39
39 Ketika Kekasihmu Sekarat...
40
40 Menukar Kebahagiaan...
41
41 Entah di Mana Dia???
42
42 Ciuman Dari Cinta Sejati...
43
43 Di Ujung Sepi...
44
44 Suamiku Sayang ...
45
45 Anomali Ingatan Tentangmu...
46
46 Ciuman Penuh Penyesalan ...
47
47 So Sexy ...
48
48 Wanita dalam Ingatan atau dalam Insting???

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!