Rania terbangun oleh suara gaduh di sekelilingnya. Saat mata terbuka, Alya, Puspa dan Diana sedang berdebat tentang sesuatu. Mereka memegang undangan cokelat bernuansa black white.
"Mengapa ribut sepagi ini?"
Rania bangun dan menyipitkan mata ketika mentari pagi menerobos kaca jendela kantor, menikam langsung ke manik mata. Tangannya refleks terangkat berusaha menghalau cahaya itu.
"Anda menginap di kantor semalam, Nona? Mengapa tidak beri kabar? Aku pasti akan menemanimu."
Alya bertanya sembari menaruh nampan teko teh dan beberapa potong roti panggang di hadapannya.
"Aku ketiduran saat memeriksa file Andara," jawab Rania.
Rania meneguk sedikit teh dan mengunyah roti panggang. Dia melirik jam dinding lalu terperanjat.
"Astaga, ini sudah sangat siang. Mengapa tak bangunkan aku sedari tadi? Hari ini ada prewedding session, Dioyoga dan Andara. Apakah bagian dokumentasi sudah siap untuk pemotretan? Hubungi bang Ivan, cek persiapannya!"
Ia memberi perintah sambil tergesa menuju kamar mandi. Seakan teringat sesuatu, gadis itu berbalik.
"Kalian terlihat aneh? Seakan menyembunyikan sesuatu? Undangan siapa itu?"
Dia mendatangi ketiga bawahannya, lalu merenggut kartu undangan dari tangan Puspa dan mengamati. Alisnya terangkat tinggi. Alya terlihat ragu sebelum memberi komentar.
"Undangan pernikahan anda telah tersebar, Nona. Ini benar-benar tak terduga dan menghebohkan."
Ketiganya menahan napas menunggu respon atasan mereka. Rania menatap ketiganya sesaat. Dia meredam kejutan itu ke balik tulang-tulang rusuk.
"Kalian tersenyum simpul, apakah kalian bahagia aku akan menikah? Aku akan punya bayi dan mungkin terkena sindrom baby blues. Apa kalian pikir aku akan mengurus sebuah keluarga sementara La Belle sedang bertumbuh?"
Rania mengoceh tidak jelas menyisakan kebingungan ketiga orang di depannya.
"Jika tidak senang menikah mengapa menikah?" tanya Puspa. Gadis itu terkenal suka ceplas - ceplos.
"Awwwhhhh!" jerit Puspa tertahan saat kaki Alya menginjak kakinya keras. Gadis lugu itu layangkan protes. "Apa aku salah? Foto prewedding Nona sangat intim."
Rania miringkan leher sedikit, membaca undangan, mengangkat bahu lalu melemparkan benda itu ke tempat sampah. Ketiga gadis terperanjat dibuatnya. Tersadar celotehan Puspa, ia kembali memungut kartu undangan dan berdecak saat melihat fotonya dan Raav di balkon. Dia mengamati sekali lagi. Benar-benar terlihat sangat intim seakan mereka baru habiskan satu malam bersama. Rania mengibaskan kartu undangan itu dan menggerutu.
Ini kebetulan? Ataukah terencana apik?
"Aku akan menikah Jumat nanti dan karena itu bukan prioritas, tidak usah dipermasalahkan! Okay?"
Ketiga pegawainya saling melempar pandang. Atasan mereka terlihat santai dan penuh percaya diri. Timbul iba padanya.
"Nona, anda telah keliru. Calon suami anda mendaftarkan diri sebagai VIP Customer tadi pagi. Beliau telah mengajukan emergency meeting untuk persiapan pernikahan lima hari lagi. Beliau menghubungi seluruh tim."
Diana membuat laporan yang lebih mirip sebuah deklarasi perang.
"Apa itu mungkin? Persiapan pernikahan hanya dalam lima hari? Tamu undangan diperkirakan satu kota. Sedangkan kita punya EMPAT jadwal dengan klien VIP dalam tiga hari ke depan," sahut Puspa.
"Mari jernihkan pikiran dan temukan solusi!" tegur Alya.
Situasi Rania terpantau buruk. Alya berkewajiban menolongnya. Ketika karirmu sedang melesat naik dan kamu tiba-tiba harus menikah hanya dalam hitungan hari. Bukankah itu buruk?
"Benar. Kita bisa jadwalkan ulang segalanya," usul Diana, lantas Puspa dan Alya mengangguk setuju.
"Maaf, semua ini salahku karena tidak memberitahu kalian lebih awal. Aku pikir bisa handle semuanya tanpa merepotkan dan membingungkan kalian," ujar Rania.
Tidak terpikirkan olehnya, Raavero akan mengambil sikap tegas dalam kurun waktu 72 jam.
"Psikopat itu ... " rutuk Rania. "Alya, tolong reschedule semua job desk! Penuhi permintaan Pak Raavero untuk emergency meeting dengan semua tim. Kita berkumpul tiga jam lagi. No question, please! Beritahu tiap tim untuk siap presentasi! Clue - nya, Tuan Raavero Alves adalah pria perfeksionis!" serunya tepat sebelum pintu kamar mandi tertutup keras.
Ketika semua berkumpul di ruang rapat dan menunggu Raavero, suasana menjadi begitu hening. Rania bahkan bisa mendengar jantungnya berdetak.
"Kita berkumpul pagi ini, aku pikir kalian sudah tahu alasannya. Saya berharap kalian melakukan yang terbaik. La Belle menangani pernikahan pelanggan VIP sejauh ini, dan sekarang kalian akan membantuku, merancang pesta pernikahan dalam lima hari ke depan. I don't know how to telling you, just do your best for me! Ini permohonan."
Rania berusaha santai, sekalipun nada suaranya seperti sedang tercekik. Beberapa orang berbisik-bisik, mengangguk-angguk dan beberapa lainnya mencermati situasi Rania. Alya muncul di pintu ruang rapat. Napasnya ngos-ngosan seakan baru saja melihat hantu.
"Pak Raavero tiba, Non."
Rania menghembuskan napas tertahan, melangkah keluar meninggalkan ruang rapat dan menuruni tangga untuk menyambut Raav di ruang resepsionis.
Pria itu mengenakan jaket kulit cokelat gelap, kemeja berkerah merah tua dan celana jeans butut. Dia terlihat santai. Ketika melihat Rania, kaca mata gelapnya dilepas. Jaketnya dilepas dan disodorkan pada Rania.
"Tak bisakah kamu memberiku ruang dan waktu untuk mengurusnya," sambut Rania datar, sedikit enggan menerima jaket Raavero.
"Tidak ada pertanda. Jam terbangmu tinggi. Kamu sibuk mengurusi pernikahan client sampai lupa kalau kamu sendiri akan menikah beberapa hari lagi," sergah Raavero. "Aku yakin, para pegawaimu bersedia lakukan terbaik untuk pernikahan bos mereka. Ketidak-yakinanku adalah mereka tidak tahu pasti, kapan tepatnya pernikahan itu akan berlangsung kecuali pengantin prianya datang sebagai pelanggan VIP."
Raavero mendekat, Rania melangkah mundur. Pria itu suka mengintimidasi orang.
"Menjauh dariku, Raav!!!"
Melirik ke ruangan rapat. Para pegawainya hanya manusia biasa. Jiwa mereka juga berisi roh penasaran. Dugaan tepat, mereka sedang mengintip. Ini akan menciptakan bibit gosip baru.
"Pakailah atasan yang lebih tertutup, Rania! Lelaki pada umumnya tertarik pada gadis berpenampilan seksi," ucapnya dalam.
Raavero mengambil jaketnya dari tangan Rania, memutar tubuh gadis itu, memakaikan jaket lalu menarik resleting hingga menyentuh dagu Rania. Pria itu lantas mengusap kepala Rania lembut.
"Ini lebih pantas."
Wajah mereka begitu dekat. Aroma parfum Raav merengsek di ujung hidung Rania.
"Nona, bisakah rapat segera dimulai?" Alya menyelamatkannya tepat waktu.
Terdengar dengungan bernada kecewa dari ruangan rapat. Mungkin lantaran tayangan dramatis itu berlangsung hanya dua menit dan keburu terpotong iklan.
Raavero menjauh, tetapi tatapan pada Rania melekat bak perangko menempeli kertas amplop. Rania memberi tanda agar pria itu menghentikan ide gila yang mungkin berkeliaran di langit otaknya.
Mereka akhirnya berhadap-hadapan di ruang rapat. Raav berdiri dan memperkenalkan diri.
"Saya tahu ini terdengar aneh. Tetapi saya akan menikahi Rania hari Sabtu nanti pukul 9.30 pagi di Kapela Biara. Resepsi setelah pemberkatan di kediaman Alves. Kami mengundang semua orang tanpa terkecuali untuk bergabung di hari bahagia kami." Raavero mulai pidatonya.
"Calon istri saya sibuk mengurusi sahabat dekatnya yang akan menikah beberapa minggu lagi dan lupa bahwa beliau sendiri akan menikah dalam minggu ini. Oleh sebab itu, saya mohon bantuan dan partisipasi dari semua keluarga besar La Belle," tambahnya santai.
Raavero sengaja menyudutkannya. Pikir Rania jengkel. Ketika Rania mencuri pandang, ia tersenyum aneh pada Rania. Atau itu bukanlah senyuman tapi sejenis auman tanpa suara.
"Terima kasih sebelumnya telah percayakan hari penting anda pada La Belle, Pak Raavero. Saya Alya, asisten nona Rania. Kami telah mempersiapkan hal-hal untuk pernikahan anda. Anda bisa melihat ceklist yang sudah kami buatkan dan Puspa akan mulai untuk presentasi."
"Raav, kita bisa bahas ini tanpa harus melibatkan semua pegawai," protes Rania tiba-tiba mengundang atensi. Ini tidak benar. Jadwal kerja mereka kacau gara-gara Raavero.
Semua mata kini tertuju pada keduanya. Mereka menahan napas dengan wajah tegang berharap tayangan langsung ini ... lagi ... tanpa jeda iklan. Raavero memperbaiki duduknya, menatap Rania misterius. Keduanya terlihat terlalu banyak memendam rasa. Antara amarah dan asmara.
"Kapan kita akan membahasnya, Rania? Apakah maksudmu, kita akan bahas nanti malam di atas ranjang dan berakhir tanpa solusi?"
Beberapa orang di ruangan itu berpaling, tak mampu menahan senyum geli. Wajah Rania memerah jambu. Diana menutupi wajah bengong Puspa dengan materi presentasi. Para pekerja seni di ruangan ini bisa saja berimajinasi liar berkat Raavero. Dia terlalu bar-bar.
"Bolehkah aku bertanya, Rania? Apakah ada yang tahu kita akan menikah? Apakah kamu memberi komando untuk membuat persiapan pernikahan? Kamu bahkan tidak peduli bagaimana nanti? Siapa yang akan kamu undang nanti?Apakah kamu akan menikahiku, disaksikan burung gagak dan burung hantu?"
Beberapa orang spontan terkekeh geli. Rania terpekur pada meja di hadapannya. Lagi-lagi wajahnya memerah.
"Bisakah kita mulai? Atau kita akan berdebat dan biarkan pegawaimu menonton sampai mengantuk?"
Raavero mengalihkan perhatiannya pada Puspa, memohon Puspa untuk segera mulai. Alya mengedipkan sebelah mata pada Rania. Mengirimkan pesan, "trust me, everything it's okay."
Ketika akhirnya Puspa mulai membahas konsep dan tema pernikahan, Rania sibuk memecahkan teka-teki. Mengapa Raavero antusias? Apakah pria ini menyusun rencana jahat dalam kepala besarnya itu? Itu pasti. Rania yakin.
Venue
"Mengapa aku setuju untuk menikahinya? Tepatnya, apakah aku setuju menikahinya? Ataukah aku tak diberikan pilihan?"
Fotografer
"Apa yang dia inginkan dariku?"
"Melunasi utang hanya kamuflase."
Konsep
"Apakah pria ini menikahinya untuk mengacaukan hidupnya? Bukankah Raavero sangat dendam pada Rania atas penderitaan kedua orang tuanya?"
"Jangan-jangan, dia jatuh cinta sungguhan?"
Daftar tamu
"Apa maunya dengan mengundang satu kota?"
Rania berharap pernikahan mereka dirayakan dengan sederhana. Rania tidak begitu siap sedia bermesraan seharian antero dengan Raavero di hadapan khayalak ramai.
Jumlah undangan
"Foto intim di balkon, pria itu sudah merencanakannya? Fix, itu bukan kebetulan."
Catering
"Ini membuatku gila."
Panitia
Rania mencuri pandang pada Raavero dan pria itu menyeringai padanya. Rania tertunduk lemas.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku bisa gila."
Souvenir
"Apa maunya???"
MUA
"Apa???"
Rapat selesai dan Rania tak menangkap satu hal pun dalam ingatannya. Raavero menjulang di depannya tanpa dosa. Semua orang telah pergi tanpa Rania sadari.
"Mau makan siang denganku? Kamu melamun sepanjang rapat. Kamu seakan-akan hendak merancang pernikahan mantan kekasihmu."
"Apa niatmu, Raav?" sergah Rania.
"Menikahimu dan membuatmu membayar utang," sahut Raav ketus. "Mau makan siang denganku?" tanya Raav lagi mulai tak sabaran.
"Aku kenyang. Terlebih setelah menelan satu gentong omong - kosongmu.Terima kasih sebelumnya." Rania berdiri. Sebaiknya dia pergi dan tidak meladeni Raavero Alves.
Raavero tertawa berat. Pertama kali, Rania melihat pria itu tertawa. Beruntung pegawainya telah kembali bekerja. Tersisa mereka berdua saja di ruang rapat. Mungkin bersama para arwah hantu penasaran, sebab ruangan tiba-tiba menjadi terlalu dingin.
"Jika tak ingin makan siang denganku hari ini, aku akan kembali besok."
"Apa kamu jatuh cinta padaku?"
Raavero terlihat berpikir. Tatapan mereka lantas bertemu lama. Mata itu semisterius planet Mars. Semakin digali semakin tak terpecahkan.
"Terlalu percaya diri bisa menempatkanmu dalam masalah!" Raavero tersenyum mengejek. "Apakah menikahi seseorang begitu sulit untukmu? Kamu punya kekasih di suatu tempat?"
"Aku akan menikahimu, tapi berjanjilah tak boleh menyentuhku," ucap Rania mengabaikan keingin- tahuan Raav.
"Kamu tahu alasan kita menikah?" Raav bertanya dan terlihat menahan jawabannya. Dia menimbang. "Ayahmu memohon pengampunan dariku. Dia akan persembahkan miliknya yang paling berharga sebagai permohonan maaf dan semacam penghapusan utang. Namun, aku tidak melihat, dia punya barang berharga kecuali anak gadisnya yang angkuh. Jadi, aku bersedia menghapus utangnya, jika anak gadisnya menikah denganku. Sekalipun tak cukup adil bagiku, tapi bukankah aku dermawan?"
"Aku akan menikahimu, tapi berjanjilah tak boleh menyentuhku," ulang Rania lagi.
Rania tak mengindahkan penghinaan pada Ayahnya. Ingin rasanya punya kekuatan supranatural agar bisa mencekik Raav sampai pria itu kehabisan udara.
"Apakah seorang suami bisa berjanji untuk tidak menyentuh istrinya? Berhentilah untuk memancing amarahku, Rania!"
"Aku akan menikahimu, tapi berjanjilah tak boleh menyentuhku," paksa Rania lagi. Lebih tegas.
"Persis Ayahmu. Licik," ejek Raav.
"Mau ku beritahu satu hal, Raavero Alves?"
Raavero Alves butuh diberi pelajaran. Jika Rania terus diam, Raav akan senang hati menindasnya. Berdiri dan tengadah menantang Raav. Matanya berkilat emosional. Dia membalas Raav berapi-api.
"Ayahmu tidaklah se-heroik bayanganmu. Ayahmu juga seorang penjahat yang memeras orang lain untuk keuntungannya sendiri."
"Jaga ucapanmu, Rania!" Raav berusaha tidak terpancing.
"Ayahmu melakukan banyak pekerjaan kotor dan ayahku, yang kau sebut licik, dialah yang terus saja membersihkan kotoran itu."
"Rania, jangan lewati batasmu!" Dia Menahan diri.
"Ayahmu punya rahasia, Raav. Jika saja bukan karena ayahku, kamu tak akan dapatkan hakmu sekarang. Kamu tahu, ayahmu punya banyak wanita di luar sana? Kamu beruntung diakui."
Rania menggigit bibirnya setelah itu. Mata Raav berkilat tergugah oleh amarah. Pria itu mencengkeram lengan Rania.
"Hentikan!"
"Jika bukan karena ayahku, kamu hanyalah anak jalanan tanpa nama, tanpa martabat."
Terlanjur basah mengapa tak berenang sekalian? Raavero mengangkat dagu Rania lalu mencengkeram dagu lancip Rania.
"Oh yah? Lantas? Apakah aku harus berlutut pada keluargamu dan berterima kasih? Berterima kasih karena telah menipuku?"
Rania meringis kesakitan. Tangan Raav besar dan kuat.
"Kamu akan menyesalinya, Rania!"
"Aku tak akan datang ke pernikahan sialanmu itu kecuali kamu berjanji tak akan menyentuhku!" Rania balas mengancam. "Nikahi saja burung hantu!" tambahnya setengah berteriak.
"Coba saja, Rania! La Belle - mu yang berharga ini ... tak susah untuk memilikinya. Coba saja! Kita lihat nanti! Aku bahkan tahu di mana jantungmu berdetak." Pria itu menyeringai jahat, lalu menghempaskan dagu Rania kuat. Bekas jemarinya terukir di sudut-sudut rahang Rania. Wajah gadis itu memerah laksana bara api. Dia meniup bara amarahnya.
Di mana jantungku berdetak?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
✨Susanti✨
next..
2023-01-17
1
Lilis Ferdinan
novel yang berkelas,,,, yg mmbawa pembacanya, masuk dlm alur ceritanya,trbuai dlm imajinsai ceritanya,,,kerennnnnn,,, lanjut baca lg,,,
2022-01-29
1
MAMa Muda
nyesal bru baca sekrng
2021-12-16
1