The Brides Of Alves (Menikahi Tuan Arogan)
Tidak mudah bagi Rania Alexander, seorang Wedding Planner sekaligus Chief Executive sebuah Bridal untuk memuaskan para customer yang menggunakan layanan jasa Wedding Organizer mereka. Tidak mudah pula baginya harus bekerja di bawah tekanan penuh pihak lain hingga menambah beban dan mempengaruhi ritme kerjanya. Hal teraneh di sini, tekanan dan intimidasi justru dilakukan oleh seseorang berstatus Suaminya sendiri. Ya ... Rania Alexander telah terjebak pernikahan konyol bersama seorang pengacara manipulatif bernama Raavero Alves. Lebih menjengkelkan lagi, pernikahan mereka sesuai budaya leluhur turun-temurun, "tak terpisahkan dan tak terceraikan".
Pagi itu ....
Rania masuk ke ruang kerja diikuti Alya, sang asisten. Semenjak pagi, Rania meninjau langsung persiapan pernikahan Tuan Muda Yoga Angkasa Laurent Qenant dan seorang Banker cantik, Andhara Lourez. Gadis cantik itu ingin memastikan semua berjalan sempurna tanpa komplain. Ia harus lakukan terbaik yang dia bisa dan memberikan perhatian khusus pada klien satu ini dikarenakan Andara adalah sahabatnya.
"Besok pagi ada rapat welcome program untuk Februari." Alya menyodorkan berkas file yang harus dilihat Rania. "Beberapa pasang telah fitting hari ini dan dealing. Namun, beberapa dari mereka masih butuh banyak pertimbangan untuk menyeimbangkan konsep pernikahan dan keuangan," tambahnya memberi laporan.
"Bantu mereka mewujudkan mimpi. Tawarkan konsep-konsep rustic dan vintage. Pastikan sesuai keinginan mereka. Kepuasan pelanggan adalah hal terpenting dalam usaha ini."
Rania menghela napas panjang. Pikirannya bekerja dalam dua tempat terpisah. Menyangkut kerjaan dan lainnya melayang pada Summer. Dokter mendiagnosa penyakit adik iparnya tadi siang. Summer mengidap skizofrenia. Rania membaca pesan Raavero, tapi tak berani membalasnya.
"Isolasi sosial, agresif, kompulsif, gangguan pikiran, delusi, amnesia, kebingungan. Semuanya mengarah pada Skizofrenia."
"Shittt ...."
Rania mendadak melempar map berisi berkas ke meja dan seketika membuat Alya kaget dan bingung.
"Non?"
"Maaf, Alya."
Rania menatap Alya memohon maaf. Ia mengurut kening kuat.
"Ada apa?"
"Apakah aku melewatkan sesuatu ketika liburan kemarin? Sesuatu yang menyebabkan Summer menderita? Apakah dia pernah terjatuh dan terbentur tanpa sepengetahuanku? Apakah Summer menerima semacam pelecehan? Ada sesuatu yang tidak kuketahui? Ini tidak masuk akal."
Rania mengetuk ujung pena di meja mula-mula pelan, makin lama makin cepat dan berulang-ulang, seakan ingin membagi kegelisahan pada meja kerjanya. Ada begitu banyak pertanyaan dan semua itu tanpa jawaban.
"Apa maksud Anda, Nona?"
Rania menghela napas berat, "Summer sakit. Aku disalahkan karena membawanya ikut berlibur. Bisakah kamu menolongku, Alya? Cari tahu semua kegiatan Summer ketika di kampus. Teman dekat, kekasih, dosen ... siapapun yang bisa jadi petunjukku. Bisakah tolong lakukan secara diam-diam?"
Alya mengerutkan keningnya, "Tentu saja. Aku akan mengirimkan informasi sedetil mungkin pada anda, Nona."
"Baiklah, terima kasih. Terima kasih juga untuk hari ini. Pulanglah!"
"Anda masih di sini, Nona? Bukankah Anda harus pulang dan beristirahat? Sepertinya Anda sedang banyak pikiran."
"Aku harus menyelesaikan beberapa kerjaan. Gaun untuk Miss Bernadeth belum selesai dipola. Tim produksi sangat lamban mungkin karena terlalu banyak pesanan yang harus disiapkan. Harus segera dituntaskan agar kerjaan kita tidak menumpuk. Tolong pastikan kita tidak menerima keluhan untuk acara besok, Alya. Beberapa hari ini aku merasa cukup buruk dan tertekan."
"Baiklah, Nona."
Alya berbalik hendak pergi. Namun ....
"Non, sepertinya Pak Raavero di sini. Dia terdeteksi penuh amarah."
Alya mengangguk ke arah parkiran Bridal. Saat kembali dan mendapati wajah suram Rania, Alya hanya mampu mengirimkan tatapan turut sedih.
Dari balik kaca lantai dua, terlihat seorang pria mengenakan setelan jas biru tua, berkaca mata hitam tergesa-gesa masuk Bridal.
"Bisakah kosongkan lantai dua untukku? Minta semua teman-teman pulang lebih awal."
Rania menghela napas berat untuk kesekian kali. Alya sangat kasihan pada Nona-nya itu. Raavero Alves selalu berhasil mengacaukannya.
"Jangan cemas, Non. Ajeng dan Puspa sudah stand by di tempat resepsi sedari tadi. Kru dekorasi sedang bekerja saat ini. Bridal sudah kosong sejak pukul 5 sore. Anda dan Pak Alves bisa bicara dengan santai."
"Tolong dipantau terus, Alya. Pastikan sesuai konsep presentasi. Aku meragukan ketua tim dekorasi dan ide improvisasinya. Saat mood bagus, hasilnya akan bagus. Sebaliknya, kamu tahu akhirnya kan? Jadi, jika terlalu lelah ... rapat besok bisa ditunda dulu. Lagipula, kita harus briefing sebelum pemberkatan dimulai. Bukankah akan sangat mepet sekali waktunya?"
"Tidak akan berpengaruh, Non. Rapat diadakan dengan tim marketing. Aku akan menunda jadwal rapat ke jam siang."
"Baiklah. Jaga kesehatanmu, yah!" ujar Rania sebelum Alya berlalu.
Dari lantai bawah terdengar langkah khas Raavero Alves. Rania bayangkan jemari pria itu mendorong pintu Bridal, melangkah maskulin tanpa senyum, menapakki dua anak tangga sekaligus sambil melepas kaca - mata. Dalam keadaan marah, mungkin saja Raavero Alves akan melompati empat anak tangga.
Bayangan Raavero berakhir dengan siluet nyata tubuhnya. Rania tersadar dan berdiri kaku ketika Raav masuk. Pria itu mengunci pintu di belakangnya, seakan bisa menebak labuhan terakhir dari pertemuan ini. Raav sepertinya tidak butuh ijin siapapun untuk mengambil tindakan apapun. Rania memutari meja kerja berusaha setenang mungkin sekalipun jantung berdetak hampir meledak.
"Jangan mengintimidasi aku di tempat kerjaku Raavero Alves! Kamu bisa menelponku, memintaku datang."
Raav mengabaikan teguran Rania. Pria besar itu mendekat cepat dan merengkuh Rania.
"Harusnya kamu membalas pesanku. Baca hasil analisis dokter tadi? Jika tak mau merawat Summer, aku akan pastikan kamu dan ayah licikmu itu hancur berkeping-keping," bisik Raavero begitu dekat di telinganya.
Rania memejamkan mata menahan napas. Kegelisahan untuk Summer dan untuk detak jantungnya yang abnormal. Aroma Raav mengacaukan hampir semua sistem sarafnya.
"Raav ... tanpa kamu minta, aku bersedia merawat Summer karena aku bertanggung-jawab padanya," balas Rania susah payah. "Lepaskan aku!"
"Aku meragukan itu."
Raav menarik diri sebentar tanpa melepaskan cengkeraman dari kerah baju Rania, ia mengamati Rania dari dekat. Napasnya menderu di wajah Rania. Rania menghindari pandangan Raav, akan tetapi tiap jengkal tubuh pria itu mengandung umpan.
"Kamu tak merespon pesanku dan belum pulang padahal hari sudah menjelang malam? Apakah kamu menghindari Summer?"
Rania tak punya pilihan selain memberanikan diri menatap langsung pada Raavero.
"Beri aku waktu! Aku punya beberapa kerjaan yang harus kuselesaikan. Akan kutemani dia setelah kerjaanku beres."
Mata cokelat pria itu begitu jernih. Menggugah iman.
"No ... no ... no ... Rania! Kesepakatan kita tidak seperti itu. Utamakan mengurus Summer baru selesaikan urusanmu. Bukankah begitu?"
"Kita memang telah sepakat. Tetapi aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu, Raav. Pekerjaan ini penting bagiku karena berhubungan dengan pernikahan klien VIP."
"Itu urusanmu! Aku hanya mau adikku terurus," balas Raav tak peduli.
"Baiklah, aku akan pulang sekarang dan mengurusnya."
Rania mengalah dan berusaha mengakhiri pertengkaran. Tatapan Raav benar-benar menyiksa Rania. Namun, frustasi ketika Raav tak juga melepasnya.
"Apa maumu?"
"Berhentilah bekerja dan urus adikku sampai sembuh ... itu mauku. Tak bisakah menebak keinginan sederhanaku ini?"
"Keinginan sederhanamu adalah hal rumit bagiku. Akan aku lakukan itu, tapi tak bisa sekarang! Aku harus meng-handle beberapa pernikahan sebelum Summer sakit dan aku tak bisa menyerahkan pada asistenku begitu saja. Aku harus menyelesaikan detilnya. Tolong mengertilah!" Rania kesal dan sedikit berteriak pada Raav.
"Apakah urusanmu lebih penting dari kesembuhan adikku? Berapa hargamu? Aku akan bayar. Summer hanya ingin kamu. Dia mencarimu seharian. Aku sungguh tak tahan dengan semua ini. Jika kamu sayang padanya, kamu akan berada tepat di sisinya pada saat dia menderita. Kamulah penyebab semua kegilaan ini."
"Sampai aku temukan penyebab pastinya, aku menolak menjadi tersangkamu, Raavero. Jika benar dia mengidap Skizo bukankah penyebabnya jelas. Terjadi kelainan pada sel otaknya seperti yang dijelaskan oleh dokter. Mengapa kamu meneriaki aku? Mengapa aku bersalah untuk kelainan yang terjadi pada sel otak seseorang? Kamu bersalah sebagai kakaknya karena tidak mengetahui kondisinya sejak awal. Kamu sibuk menyalahkan aku."
Rania mencondongkan wajahnya, menantang Raav. Mereka bisa mengeluarkan beberapa jurus karate hanya dengan saling menatap.
"Jangan memprovokasiku, Rania."
Raav bersuara serak. Rania buru-buru mundur ketika menyadari tindakannya telah memancing Raav dan hendak melangkah pergi. Namun, tangan panjang Raav cepat dan sigap meraihnya, menariknya dan mulai menyentuh bibirnya.
"Raav..."
Pria itu mencengkeram dan mencumbunya tanpa jeda. Rania terdesak dan dalam genggaman Raav, Rania seperti kaleng soda berukuran kecil.
"Hentikan! Ini tempat kerjaku!" Rania berusaha mendorong Raav.
Raav melepas jasnya. Napasnya tersengal. "Kau membuatku gila!" Secepat kilat telapak tangannya kembali mencengkeram leher jenjang Rania dan mulai menciumnya. Rania berusaha keras menolak, namun Raav semakin brutal dan Rania tak berdaya dibuatnya.
"Jangan pernah berharap aku akan menyukaimu lagi. Anggaplah ini untuk menebus kesalahanmu."
Rania meringis dalam hati. Ketertarikan di antara mereka begitu rapuh. Raav akhirnya akan melanggar sumpahnya untuk menjaga Rania tetap suci sampai perpisahan mereka. Tak akan ada hari pembebasan. Rania akan selamanya terjebak pada Raav.
"Kamu melanggar sumpahmu untuk tidak menyentuhku!" bisik Rania pelan.
"Kamu melanggar sumpahmu untuk tidak menyakitiku."
Pria itu bersuara antara amarah dan bergairah. Dia menghempaskan tubuh mungil Rania ke sofa dan menjepit Rania dengan kedua paha kekarnya. Tangannya melepas kemejanya tidak sabaran. Dengan kasar ia menarik paksa kemeja putih Rania. Rania menggigit bibirnya kuat saat kancing-kancing kemeja berhamburan tak tentu arah. Dia berusaha melepaskan dirinya, namun Raav sudah setengah jalan untuk menaklukkannya. Ketika pria itu mendekam dalam dirinya, memaksa sang gadis menerima kehangatannya, Rania menggigit bahu Raav putus asa. Raav meringis kesakitan dan semakin tertantang. Rania berharap dalam hati, pria itu setidaknya masih memiliki satu ons kesadaran sekalipun terlambat.
"Aku pikir Ayahmu sungguh dermawan karena mengirimkan anak perawannya. Ternyata, kamu sama saja seperti wanita lainnya. Ayahmu tetap licik seperti biasanya. Aku ingin tahu dengan siapa kamu menghabiskan ..."
"Hentikan!"
"Kau menjijikan Rania. Berhentilah berperilaku seperti orang suci ..."
Rania sekuat tenaga mendorong Raav yang semakin kasar. Ketika Rania menyerah, tangannya gemetaran memeluk leher Raav. Sesuatu yang hangat menjalar dalam tubuhnya. Nyeri yang tak tertahankan, tak seberapa dibandingkan perih yang Raav ciptakan untuknya. Air matanya merebak.
Aku bersumpah untuk berhenti mencintaimu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
iwndoareoxk
lanjutt
2024-01-09
0
✨Susanti✨
next
2023-01-17
0
✨Susanti✨
mampir kesini AQ, habis dari karyamu yg lain
2023-01-17
0