Rania dan Alya sibuk mempersiapkan gaun untuk pernikahan sebelum technical meeting dimulai. Tiap lima menit, Alya mendapati Rania memijat kepalanya. Sesekali dia meringis menahan sakit.
"Anda terlihat kurang sehat, Non? Wajah anda pucat dan mata sangat sembab. Ku amati, selera makan anda juga buruk," komentar Alya prihatin.
"Alya, aku tak bisa tidur beberapa hari ini. Aku seperti kehilangan rasa kantuk. Setiap kali aku berusaha tidur, aku malah bermimpi buruk. Aku juga bermasalah dengan makanan."
"Aku panggilkan dokter? Mau aku carikan ahli gizi sekalian?" tawar Alya. Ini pertama kalinya Rania terlihat layu dan tak berbentuk.
"Tidak. Aku hanya butuh istirahat tapi terkadang bantal membuat kepalaku bertambah nyeri. Entah apa yang terjadi padaku? Pernikahan ini sungguh menguras emosi."
"Anda bisa beristirahat dulu Nona! Jangan dipaksakan."
"Lupakan! Mari kita lihat gaunnya. Aku tidak ingin kritik buruk dari Raav, jadi pilihkan gaun tertutup."
Dunia terlihat berputar-putar ketika dia menunduk. Wajahnya kram sebelah. Apakah insomnia menyebabkan tubuhnya kehilangan banyak sel darah merah? Ataukah vertigo?
Alya menyodorkan katalog dan memperlihatkan beberapa pilihan gaun tertutup.
"Kita punya tiga pilihan model kerah gaun, Non. Halter, Queen An atau court?"
"Halter?"
"Yah. Ballgown dengan model kerah halter."
"Aku tak suka itu, Alya. Ballgown. Coba model gaun empire states dengan kerah halter. You know, bentuk gaun empire akan membuatku terlihat lebih semampai. Untuk ukuran petite sepertiku, aku butuh gaun yang mengembang dari area bawah dada. Sehingga, tubuh mungilku akan lebih terlihat tinggi dan berisi."
Alya mengangguk paham. "Oke, mari kita ke ruangan fitting."
Seakan teringat sesuatu, Alya berbalik.
"Bagaimana dengan tuan Raavero? Beliau ingin melihat fitting anda, Non."
"Mengapa nama pria itu selalu membuat kepalaku bertambah pening?" keluhnya resah. Jalannya agak limbung.
"Non, para pengantin melakukannya. Mereka akan sama-sama ke sebuah Bridal dan mencoba gaun. Itu semacam tradisi bukan?"
"Itu berlaku untuk pasangan lain, bukan untukku dan Raavero. Kami bukan sepasang kekasih. Dia tak pernah sepakat denganku tentang apapun itu, kita hanya akan buang-buang waktu dengannya. Pria itu psiko ...," seru Rania berapi-api.
Mulutnya terkatup sempurna ketika melihat Raavero Alves tengah duduk di ruang fitting dan melihat katalog gaun pengantin tetapi wajah dan telinganya merah. Bukti konkrit pria itu mendengar dan mencerna omelannya.
Ooopppsssss. Alya buru-buru kabur mempersiapkan gaun, meninggalkan Rania yang terpaku di tempatnya berdiri. Alya tak akan sanggup jadi wasit, sebab pertempuran pasti berlangsung sengit.
"Sejak kapan, kamu di sini?" Rania bertanya gugup.
"Aku selalu berada di sekitarmu, kamu tak menyadari. Kadang aku mendengar kamu menyebutku psikopat dalam tidurmu," jawab Raavero tanpa mengalihkan tatapannya dari katalog.
"Raav ... "
"Mungkin benar katamu. Kita tidak perlu melakukan pernikahan ini. Mari lakukan cara lain. Plan B. Bayar utangmu dalam 1 bulan ke depan!" Raavero meletakkan katalog perlahan dan hati-hati. "Aku tak ingin terlihat seperti badut bodoh yang mengemis cinta padamu."
Pria itu bangkit berdiri, merapikan jas dan berlalu dari sana dengan angkuh. Tak diragukan amarah terpendam terpancar dari matanya. Rania tiba-tiba kalut.
Alya menyaksikan drama itu menjadi panik. Gaun di tangannya dilempar begitu saja di atas sofa.
"Non, apa yang sudah anda perbuat? Kejar dia! Kita tidak punya 1 Triliun dalam waktu 1 bulan. Kita baru saja mulai produksi. Produk kosmetik kita belum lagi dilaunching. Kita sangat tidak stabil saat ini."
Alya tahu Rania menikahi Raavero untuk utang. Ayah Rania mencuri aset berharga Raavero dan menjualnya, lalu sebagian besar dihabiskan di meja judi. Kisah ayah Rania dan ayah Raavero cukup terkenal di kota ini. Dua sahabat yang akhirnya saling bermusuhan.
"Hentikan Alya. Aku akan mencari cara," bentak Rania membuat Alya terpana.
"Bagaimana caranya?"
Jivan muncul mendadak dalam ruangan fitting. Dia mendekati Rania. Jivan bertemu Raavero tadi pagi untuk melihat hasil foto. Raavero sangat antusias berbanding terbalik dengan Rania. Gadis itu terlihat semangat dan tertekan dalam waktu yang bersamaan.
Suasana hati keduanya beberapa hari ini susah ditebak. Mereka menempatkan seluruh awak bridal seakan seperti hendak menyeberangi ladang ranjau. Salah berpijak akan membuat tempat ini meledak dahsyat. Keduanya terlibat asmara, namun ketika sel saraf otak menjadi spiral, mereka berdua berubah saling mengaum. Saat-saat kritis seperti ini, mereka bisa-bisanya bertingkah sekehendak hati.
"Apa yang akan kamu lakukan, Dek? Cek akunting sekarang? Aku peduli pada utangmu, aku peduli pada karyawan dan karyawatimu, aku peduli padamu. Pegawaimu tidak bisa istirahat cukup untuk mempersiapkan pesta pernikahanmu. Janganlah kayak gini, Dek!"
Pria itu menggelengkan kepalanya tak percaya dengan sikap kekanak-kanakan Rania.
"Ingatkah kamu? Abang tanyain kamu kemarin? Kalau bisa batalkan pernikahan ini, batalkan! Karena kamu berhak. Kamu bisa tolak dia baik-baik. Apa jawabmu? Katamu, pernikahan ini penting. Kamu harus melakukannya. I trust to you. Here we are, Rania. Kami kerjakan dan turuti semua keinganan kalian berdua. Kita mungkin digaji, tapi bukan begini caranya, Dek."
Jivan tampak sangat kecewa. Ceramahnya panjang tetapi itulah kebenarannya. Tindakan Rania melampui batas. Sebelum berlalu Ivan memberi ultimatum.
"Kita akan technical meeting 3 jam lagi. Kemungkinan terburuk akan ditunda besok pagi. Bujuk dia kembali, Rania! Atau kamu benar-benar akan sendiri nanti!"
Ini pertama kalinya, Ivan marah padanya. Pria itu telah jadi kakaknya sejak pertama kali bridal ini dibangun.
Rania terpaku di tempatnya. Dia tidak boleh panik. Otaknya bergerak kesana - kemari mencari jalan keluar. Rania menatap Alya sambil mengurut keningnya yang kian ngeri.
"Apakah kita punya uang?"
"Kita mungkin bisa mencari pinjaman, Non. Namun, pikirkan apa yang akan pak Raavero lakukan pada kita? Kita akan segera tamat. Aku tahu anda menjadi gugup beberapa hari ini, tapi jangan biarkan anda kehilangan kendali dan menjadi tidak masuk akal."
"What the hell ...?" pikirnya mulai gelisah. "Apa yang membuatku menjadi tidak masuk akal?" Desisnya frustasi.
"Alya maaf soal tadi. Help me, Alya. Bujuk bang Ivan. Kita rapat besok pagi jam 9. Aku akan mengurus Raavero."
Rania setengah berlari ke parkiran melupakan sejenak kondisi tubuhnya yang kurang sehat. Oh My God, apa yang sudah kulakukan? Dari mana uang sebanyak itu?
Rania mengendarai mobil penuh emosi. Kepala terus berdenyut, mata sedikit kabur, tubuhnya sedang tidak sehat saat ini. Semua emosi bercampur aduk di benaknya. Rania kehilangan pikiran tentang benar dan salah. Apakah aku mulai tidak waras?
Rania.
Pria itu memaksamu menikahinya! Itu kerugian.
Pria itu mengubah jadwal kerjamu!
Pria itu menyulitkanmu.
Bisik otaknya
Rania.
Pria itu memaksamu menikahinya karena dia mencintaimu!
Dia tak peduli pada uangnya yang kalian gelapkan, tapi sekarang dia menjadi peduli pada uang itu karena kamu tak peduli pada perasaannya.
Pria itu sama sekali tidak menyulitkanmu, cobalah mengerti dia...
Bisik hatinya lembut.
Argggghhhhh, benar-benar bikin gila. Mobil Rania berhenti di pelataran parkir Kediaman Alves. Raavero harusnya sudah di rumah sebab mobilnya tampak terparkir tak menentu. Gambaran sempurna dari suasana hati sang pemilik.
Seorang asisten rumah tangga, wanita separuh baya, menyambutnya di ruang tamu.
"Tuan Raav ada?"
"Beliau tidak ingin diganggu, Nona," jawab asisten rumah tangganya takut-takut.
"Di mana beliau?" tanya Rania tak sabaran.
"Nona, tuan sedang tidak ingin diganggu," ulang sang asisten lagi.
"Aku butuh bicara dengannya, bantu aku!" pinta Rania menggenggam tangan asisten yang wajahnya terlihat teduh itu.
"Nona, saya tidak yakin. Tapi, tuan meminta kami membatalkan seluruh persiapan pernikahan," ujarnya dengan wajah muram, "padahal beliau pergi dengan riang tadi pagi."
"Ini semua salahku. Bisakah aku menemuinya, bantu aku!"
Mata memelas Rania berhasil menimbulkan belas kasihan di mata wanita separuh baya itu.
"Beliau ada di ruang kerjanya. Mari saya antar!"
Rania mengangguk berterima kasih dan segera mengekor di belakang sang asisten. Napasnya terengah-engah menaiki tangga.
"Aku harus cuti setelah ini," pikirnya muram.
"Mohon untuk tidak membuatnya bertambah sedih," ucap sang asisten lagi memohon pengertian Rania sebelum mengetuk pintu.
"Siapa?"
"Raavero, apa kamu di dalam?"
Rania membuka pintu dan mendorongnya perlahan. Ketika melihat Rania, Raavero kembali sibuk ke layar laptop. Dia tak ingin peduli. Wajahnya datar seperti biasa.
"Raav ... "
"Jika kamu ingin bayar utangmu, silahkan! Jika tidak, mohon pergilah."
"Raav ... "
"Rania, aku sedang banyak kerjaan."
Pria itu berbicara tanpa mengalihkan wajahnya dari laptop.
"Raav ... "
"Bisakah kamu pergi saja?"
"Setidaknya dengarkan penjelasanku, Raav!"
Rania berseru pantang menyerah. Saraf di kepalanya mulai berdenyut lagi. Nyeri merambat hampir di seluruh wajah. Gadis itu memijat kepalanya kuat.
"Apa yang harus ku dengar? Aku sudah membatalkan persiapan pernikahannya. Kita tidak harus berurusan lagi kan? Aku tak perlu mendengar celoteh bodohmu soal psikopat."
Raav menutup layar laptop dan bangkit berdiri. Dia memutari meja dan bersandar di meja kerja dengan kedua tangan terlipat.
"Raav, aku keterlaluan. Aku mengakuinya. Maafkan aku," guman Rania lirih.
"Yah, kamu memang harus datang dan memohon maaf. Mana yang paling kamu takuti, Rania? Hutang-mu yang tak mungkin kamu bayarkan dalam waktu singkat? Usahamu yang akan tutup buku? Atau para pegawaimu yang akan berakhir sebagai pengangguran?"
Tebakan pria itu benar. Rania menunduk memikirkan kata-kata yang akan diucapkannya. Lantai berubah menjadi kabur. Gadis itu menambahkan intensitas memijat kepalanya yang kian nyeri.
"Aku tidak ingin berdebat dengan apa yang kamu pikirkan, Raav. Aku mengalami hari-hari sulit dan tidak bisa berpikir jernih."
"Lantas kamu berhak membuatku terlihat seperti pria bodoh? Rania ... Rania ... Rania .... Aku bisa mendapatkan wanita mana saja yang aku inginkan untuk dijadikan istri. Aku tidak harus bersusah payah menikahi wanita angkuh dan menyebalkan. Jadi, mari akhiri sampai di sini! Penderitaanpun akan berakhir, bukan?"
"Raav, aku sungguh minta maaf jika aku terlampau buruk padamu. Untuk semua kata-kata tanpa etika. Semua ini terlalu sulit untuk dicerna dan aku terlalu impulsif menghadapi ini."
Raav mendekat. "Tentu saja sulit dicerna. Sulit mencerna ketika seorang kerabat mengambil hartamu, menjualnya lantas berfoya-foya. Sulit mencerna ketika ayahmu meninggal, terjebak oleh kesalah-pahaman dan ibumu dituduh sebagai pembunuhnya. Oleh sebab itu, mari kita akhiri! Mari batalkan pernikahan ini. Itu maumu kan?"
"TIDAK!!!" seru Rania frustasi. "Maafkan aku karena menempatkanmu di posisi sulit, Raav."
Pandangan Rania makin kabur. Tangannya terulur meraih Raav, namun tubuhnya terlebih dahulu jatuh. Dunia Rania gelap.
"RANIA???"
*****************
*Pintu kamar terbuka.
"Rania kamu harus bayar uang sewa kamar atau kamu bisa pergi dari sini?" pemilik kontrakan seorang wanita gembrot bernama Ibu Susi berdiri depan kamar sewanya. Ekspresi wanita itu kaku dan kejam.
"Aku pasti akan membayarnya, Bu?"
"Kapan???" tanyanya tak percaya.
"Aku dapat kerjaan tambahan beberapa hari ini. Di restoran, aku akan segera membayarnya. Aku janji," pinta Rania memelas.
"Rania, aku kenyang dengan janjimu sudah hampir 3 bulan. Bayar dan menyingkirlah dari sini!"
Rania berjalan lunglai di jalanan kota yang ramai menuju ke caffe Sonata. Sudah empat bulan Rania mengerjakan segala hal. Semua alamat lowongan part time di koran ibukota telah didatangi.
"Pak, bisakah aku meminta bayaranku di depan?" Rania menemui manajernya. Pria separuh baya yang terlihat genit itu menatapnya dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Kamu baru bekerja sehari, lagakmu macam pekerja senior! Kamu akan dibayar sesuai dengan jam kerjamu."
"Tolonglah, Pak!" bujuk Rania membuang semua harga dirinya.
Hidup di tengah kota tanpa uang dan terancam tanpa tempat tinggal, apa yang tersisa darinya? Sejak ayah tak bisa dihubungi, sejak itu Rania merasa dirinya akan segera jadi gembel. Ia terpaksa mencari pekerjaan paruh waktu agar bisa makan.
"Bisa, asalkan kamu mau menemaniku malam ini?" Mata sang manajer seperti hewan buas kelaparan.
Pria itu tiba-tiba mendekat dan menerkam Rania. Gadis itu hendak berlari ketakutan namun pria tinggi besar itu berhasil merangkulnya.
"Lepaskan saya, Pak. Tolong, Pak!"
"Jangan takut, kita akan bersenang-senang malam ini," katanya lagi.
"Janggannn!!!" Rania menggigit lengan si pria. Pria itu berhasil menarik baju kerja Rania hingga sobek. Matanya merah menyala.
Rania hampir berhasil meloloskan diri ketika sang pria kembali mengejarnya dan menangkapnya*****.
***************
"RANIA???!!! ANDRANIA???!!!"
Rania tersentak bangun. Raav memegang kedua lengannya. Peluh membasahi tubuhnya. Gadis itu memeluk lengannya. Sekalinya dia tertidur, mimpi buruk itu kembali.
"Kamu bermimpi buruk?"
Pria itu pergi dan kembali dengan segelas air putih. Rania memperhatikan kamar tidur bergaya vintage yang begitu luas. Ketika bola matanya kembali, Raav sedang menatapnya cemas.
"Kamu baik-baik saja kan?"
Pria itu mengusap keringat di dahi dan wajah Rania dengan saputangan.
"Pak, Dokter Deasy ada di sini!" seru seseorang dari luar. Pintu kamar terbuka.
"Raavero Alves ... "
Seorang wanita cantik fashionable mendatangi mereka. Deasy. Rania mengenal gadis itu karena Deasy adalah teman sekelasnya dulu ketika SD.
"Deasy ... terima kasih sudah datang," ujar Raav sembari berdiri.
"Untung kamu cepat menelponku, aku baru saja akan bertugas ke desa."
"Rania mendadak pingsan."
"Mana coba ku lihat? Apa kabarmu Rania? Lama tak jumpa."
Deasy mendekat mengeluarkan stetoskop dan melakukan pemeriksaan dasar. Denyut jantung, mata dan mengukur tekanan darah.
Rania tersenyum lemah padanya. Deasy dulu bukan teman dekatnya. Mereka hanya bertemu sesekali untuk tugas kelompok. Setelah itu mereka berpisah saat SMP.
"Gadismu kelelahan, Raav. Kamu harus menjaganya dengan baik atau dia akan terlihat seperti zombie di hari pernikahannya," goda Deasy. "Aku akan memberikanmu beberapa jenis obat untuk diminum. Ada vitamin juga. Harus banyak beristirahat. Raav, berhenti membuatnya tertekan dan beri makanan penuh nutrisi. Banyak buah-buahan dan sayuran segar, agar bisa pulih dengan cepat," lanjutnya.
"Baiklah ... "
"Aku akan mengunjungimu lagi nanti jika tak begitu larut malam pulang dari desa. Yang perlu kamu lakukan saat ini hanyalah istirahat, makan teratur dan berpikiran positif," katanya riang sebelum pergi di antar asisten rumah tangga Raav.
"Dengar kata dokter kan? Istirahatlah!"
"Aku takut tidur."
"Mengapa?"
"Mimpiku selalu buruk?"
"Apakah aku penyebabnya?" tanya Raav hati-hati.
Ia duduk di sisi Rania. Tangannya terulur untuk merapikan beberapa helai rambut gadis itu. Rania memalingkan wajahnya. Situasi ini sungguh aneh. Banyak hal ingin Rania konfirmasi pada Raav. Tentang ayah mereka. Namun, diurungkan niatnya itu.
"Apakah kita akan menikah?" tanya Rania ragu.
Raav menatapnya dalam. "Kamu takut bangkrut? Atau kamu tak ingin bersamaku?"
Rania merasa bodoh. Gadis itu berusaha untuk bangun.
"Aku harus segera pergi."
"Rania! Kamu tak akan pergi ke mana pun! Istirahatlah!" ujar Raav cepat.
"Aku punya banyak kerjaan!"
"Istirahatlah! Tak ada debat hari ini!" Raav berkata tegas. "Aku akan mengurus semuanya, kamu istirahatlah! Jangan keras kepala, Rania!"
"Aku akan beristirahat di kantor." Rania bangun, tetapi Raav menariknya dan menahannya di pembaringan.
"Tinggalah di sini. Please."
"Rumah ini membuatku gelisah, Raav."
"Aku akan menemanimu. Aku telah meminta Alya dan Ivan untuk memulai meeting."
"Kamu tidak membatalkan pernikahan?"
"Kita akan membahasnya di lain kesempatan. Istirahatlah! Kecuali kamu memang mau mengubah konsep pernikahan kita seperti di kisah zombie."
"Bang Ivan setuju?" tanya Rania antara percaya dan tidak.
"Mereka akan memulainya dua jam lagi tanpa kita," ujar Raav. "Istirahatlah! Aku akan menemanimu," tambahnya lagi dan berpindah ke sofa. Pria itu membuka laptop dan mulai bekerja.
"Raav ... "
"Hhhhhmmm ...? Kamu butuh sesuatu?" tanyanya lembut
Rania tampak ragu. Ia memejamkan matanya,
"stay with me ... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
✨Susanti✨
next. .
2023-01-17
0
bunga cinta
aku jadi baper
2021-12-25
0
anie
rania keras kepala...
2021-09-21
0