Beberapa Minggu Sebelumnya...
"Aku tak akan menikahi, Raav, Raavero atau siapapun pria yang Ayah pilihkan untukku." Rania menatap Ayahnya tajam.
"Rania, please! Ayah mohon. Raavero akan menghancurkan kita hanya dengan sekali mengunyah dan menelan kita tanpa mencerna."
"Harusnya ... Ayah pertimbangkan konsekuensi semacam itu, sebelum merampok hartanya!"
"Ayah menggunakan harta itu untuk membiayaimu, Rania. Ayah selalu sesalkan itu."
"Jika tahu dari awal uang itu milik Raav, aku lebih memilih drop out. Sudahlah! Aku akan bekerja, Ayah. Aku akan menggantikan semua kerugian yang Ayah ciptakan. Jangan memaksaku menikahinya!"
"Dia hanya menginginkanmu!"
"Psikopat itu ... "
"Jaga bicaramu, Rania!"
"Aku akan menemuinya, Ayah! Ayah bersalah. Kita bersalah. Tetapi dia tidak boleh menindas orang lain sesuka hatinya."
"Dia berhak melakukannya," keluh Pieter Alexander.
Raavero dan keinginan anehnya, memaksa Rania mengosongkan jadwal kerjanya. Sementara Bridal begitu ramai kunjungan menjelang musim panas. Banyak pasangan suka menggelar pesta outdoor bertema "back to nature", ketika musim panas mencapai puncak. Whateverlah, Raavero Alves sepertinya merupakan hal yang sangat serius saat ini.
Butuh 20 menit perjalanan keluar kota untuk mencapai Lembah Alves, tempat tinggal Raavero Alves. Robertus Alves adalah ayah Raavero, merupakan pemilik lembah seluas 300 hektar di bawah kaki pegunungan Grand-mom Peak. Tanah seluas itu terdiri dari hutan akasia raksasa, hutan kemiri dan perkebunan kopi arabika.
Sedangkan Kediaman Alves menjadi satu-satunya bangunan di tengah lembah. Bangunan bergaya kolonial berlantai dua, beratap tinggi dan terlihat sangat megah di kejauhan. Ada 20 kamar tidur yang belakangan beralih fungsi sebagai penginapan eksklusif.
Pekarangan Kediaman Alves sangat luas. Rumput jarum bak permadani hijau membentang mengelilingi bangunan.
Kediaman Alves tidak asing bagi Rania. Dulunya, mereka tinggal di sini dan Raavero adalah anak angkat ayah, setahu Rania. Sampai Rania dewasa dan kenyataannya terkuak. Raavero adalah pemilik rumah itu dan ayah Rania sedang mencuri dari Raavero kecil. Ketika Raavero Alves menjadi pengacara dan merebut kembali haknya, Rania dan keluarganya terlempar keluar tanpa sepeser pun uang dan hidup dengan harga diri terkoyak.
Rania masih mahasiswa Akutansi semester tiga kala itu dan butuh uang. Dia ingat saat ayahnya tak sanggup membayar uang kuliahnya lagi, Rania terpaksa mengerjakan berbagai macam pekerjaan. Dia pernah menjadi pramusaji, pemandu wisata, free lancer, penulis skripsi untuk mahasiswa yang malas, bahkan menjadi care giver untuk seorang nenek tua bernama Anastasia.
Rania memejamkan mata sejenak dan menghirup aroma pinus yang tumbuh menjulang tinggi di sisi taman. Aroma rerumputan selepas dipangkas berjejak dalam ingatan Rania. Pohon bougenville raksasa berusia tua masih kokoh menghiasi kedua sisi jalan masuk menuju rumah besar itu. Tepat depan bangunan terdapat sebuah patung besar setinggi 2 meter. Patung malaikat bersayap memegang kendi sedang menuangkan air.
Ingatan Rania kembali ke masa kecilnya, suatu ketika Raavero ditemukan sesegukkan di balkon lantai dua. Untuk menghiburnya, Rania membawakan dadar gulung buatan ibu dan menaruhnya di atas meja. Raavero menatap hampa pada nampan. Ketika tangan Rania akan menyentuhnya, Raav menghempaskan tangannya.
"Jangan pernah menyentuhku! Kalian sungguh menjijikkan."
Rania mencibir. Dia memang pria keras kepala sedari orok. Rania memperhatikan pekarangan yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, palem dan beberapa pepohonan anting-anting merah jambu. Mereka tumbuh dengan baik. Begitupun Raavero Alves.
Ketika beralih ke sisi kanan rumah terlihat hamparan tanaman jagung, sayur-sayuran dan buah-buahan musim pendek. Tempat ini lebih mirip Agrowisata dibanding rumah penginapan atau rumah hunian. Beberapa pekerja sedang membersihkan rumput di sekitar tanaman stroberi. Mereka menyapa Rania ramah sebelum kembali bekerja.
Rania disambut dan diantar ke ruang tamu di lantai dua. Setengah jam menunggu, ia putuskan pergi ke balkon yang menghadap langsung ke taman belakang. Deretan pepohonan akasia raksasa menghiasi langit belakang bangunan. Indahnya bak lukisan. Burung merpati mengeluarkan suara khas memenuhi udara. Pria itu telah menghidupkan kembali tempat ini.
"Nona bisa menunggu sebentar, yah! Tuan masih di ladang sedang membajak."
Rania terperanjat. Seorang pengacara hebat seperti Raav, masih melakukan pekerjaan ladang? Rania mendekat ke tepian balkon, memperhatikan seorang pria yang dengan lincah mengemudi hand traktor.
Pria itu Raavero dan memang tidak punya selera humor. Wajahnya datar, sedatar tanah ladang yang digarapnya. Rindu pada Raav menjelajahi relung hati Rania. Jika Rania ingin jujur, dia memimpikan Raavero sejak kecil. Mereka berbeda delapan tahun dan Raavero adalah pangeran impiannya. Sayang, Raavero tak pernah sedikitpun mengindahkannya. Raavero cenderung kasar dan memusuhinya. Rania lantas memutuskan untuk berhenti menyukai Raav. Pria itu terlalu angker untuknya.
"Halo ... kamu pasti Rania?"
Rania terkejut, berbalik dan mendapati seorang gadis cantik berlesung pipi, tersenyum sumringah padanya.
"Aku Summer ... calon adik iparmu," ujar gadis itu lagi dan mendekat.
Summer adalah adik perempuan dan satu-satunya saudara Raav, setahu Rania. Baik Rania maupun Summer, tidak pernah kenal dekat sejak kecil karena Summer ikut ibunda Raavero ke luar negeri. Ketika tahu ayah Raavero bangkrut dan sekarat, ibundanya memutuskan untuk melarikan diri bersama Summer dan meninggalkan Raavero yang beranjak remaja bersama keluarga Rania. Setidaknya itulah sedikit cerita yang diketahui Rania.
"Hai ... aku Rania."
"Yah, aku tahu. Aku akan jadi bridesmaid di acara pernikahanmu dan kakakku. Wah, menyenangkan sekali. Mau lihat keahlianku menyanyikan lagu wedding?"
Senyum Rania mengembang. Dia seketika terpesona pada Summer. Pada supelnya gadis itu.
"Dari mana kamu tahu aku akan menikahi kakakmu?"
Dahi Rania mengernyit bingung. Summer mengulum senyum.
"Bukan rahasia lagi jika kakakku akan menikahimu."
"Apa maksudmu?"
"Tiap pria di kota ini memimpikanmu, Rania," goda Summer membuat Rania tersenyum simpul.
"Oops, aku anggap itu semacam pujian. Tak menyangka, ternyata aku sepopuler itu."
"Tentu saja kamu sangat populer. Kamu gadis muda berbakat dan memiliki La Belle. Tahu kah kamu banyak wanita seusiaku ingin sepertimu," seru Summer antusias. Rania tersenyum lebar menganggap Summer berlebihan.
"Senyummu bisa menggetarkan hati kakakku. Hati-hati, yah!" bisiknya lagi-lagi menggoda. "Eh, ternyata ada orangnya di sini."
Celotehnya berakhir. Raavero terlihat tak begitu menyukai candaan Summer barusan.
Rania berbalik dan mendapati Raavero berdiri tak jauh darinya. Mata mereka bertemu.
Deg.
Mata Raavero Alves, cokelat jernih bahkan dari kejauhan begitu indah memikat sekalipun terkesan dingin.
"Aku perlu bicara dengannya. Sam, masuklah!"
"Bye bye Rania, semoga harimu menyenangkan. Senang bertemu denganmu. Kita harus bertemu lagi, aku penasaran gaun seperti apa yang cocok untukku?"
Summer mengedipkan sebelah mata dan segera pergi dengan berat hati. Rania melambaikan tangan dan memberikan senyuman terbaik nan tulus untuk Summer.
"Aku tak akan menikahimu," cetus Rania ketika Summer dan langkah kakinya tak terdengar lagi, "sebagai gantinya ... aku akan mentransfer sejumlah uang tiap bulan sebagai ganti kerugian yang kamu alami."
Raavero melepaskan sarung tangan kerja, mengibaskan pelan sebelum menaruhnya di atas meja. Matanya tak lepas dari Rania.
"Aku tak tertarik. Apa pikirmu, aku kekurangan uang? Kamu tahu? Beberapa dosa dan kesalahan tak akan tergantikan oleh uang. Bahkan ketika kamu memberi dirimu, tak akan cukup untuk menggantikan kepahitan yang aku alami."
"Aku minta maaf untuk semua hal buruk itu. Katakan apa maumu dan mari kita akhiri kekonyolan ini?"
"Menikah denganku! Kamu harus mau tanpa syarat. Itupun, belum sanggup melunasi utang ayahmu. Bahkan nyawamu sekalipun tak akan sanggup melunasi utangmu. Jika melukai seseorang kamu anggap konyol maka aku akan membuatmu memahami arti 'konyol' sesungguhnya."
Rania tersedak liur sendiri. Dia lalu tertawa lebar di bawah terik matahari dan suhu udara yang menghangat. Gadis itu tertawa sampai pipinya memerah. Air mata mengalir dari kedua pipinya. Rania cukup menderita, ketika Raavero membalas mereka. Rania tidak punya tempat tinggal. Dia harus tinggal di asrama kumuh, berdempetan dan kadang tak makan seharian. Dia membuang harga diri dan membersihkan toilet di sebuah restoran. Mereka bahkan menghitung makanan bekas yang dia bawa pulang.
Rania tertawa separuh menangis. Memang cuma satu tahun, tapi seandainya pria ini tahu, satu tahun itu seperti di neraka. Dia bahkan nyaris diperkosa oleh manajer restoran berwajah mesum dan sisakan trauma hingga detik ini.
Raavero melangkah menghampirinya dan menguncinya di tepian balkon. Pria besar itu menunduk, menghalau cahaya matahari. Wajah mereka sejajar dan Rania berhenti tertawa.
"Haruskah aku menutup mulutmu agar kamu berhenti tertawa dan menganggap ini bukan lelucon?"
"Apa yang telah kami lakukan padamu yang membuatmu berpikir, nyawa pun tak dapat tergantikan?"
"Na'if dan lupa daratan!" ejek Raav. Matanya menatap mata Rania seakan-akan hendak melahapnya.
"Bukankah kamu telah membalas perbuatan ayahku? Kamu menendang kami keluar dari sini tanpa uang dan membuat aku melarat di luar sana. Ayahku bahkan telah hidup tanpa harga diri. Berhentilah bertingkah seakan-akan kamu paling menderita!"
Raav masih terus mengawasinya. Mata jernihnya membuat jantung Rania berdebar. Gadis itu mengusap bekas lelehan air mata di pipi. Tangannya tanpa sadar terangkat dan menyentuh bawah mata Raav.
"Aku benar-benar minta maaf. Jika layak," bisik Rania hampir tak terdengar.
Raav menangkap tangan Rania dan menghempaskannya membuat Rania segera tersadar.
"Jangan menyentuhku!" Dia bergeser. "Pernikahan kita seminggu lagi. Kita akan bertemu di Kapela Biara pukul 09.00 pagi. Aku tak akan membahas gaun pengantinmu atau hal - hal yang berhubungan dengan persiapannya, karena kamu pasti lebih tahu."
Pria itu berdiri tegap. "Jangan berpikir untuk menipuku. Kamu akan berakhir di penjara, La Belle-mu itu akan kusegel dan berpindah tangan. Keluargamu akan menjadi terbuang. Jangan coba berpikir aku tak sanggup bertindak. Aku pernah membuatmu kehilangan segalanya. Seperti katamu, aku pernah membuatmu mengemis makanan. Aku bisa melemparkanmu ke titik terendah yang bahkan anjing pun tak akan mau. Jika kau pahami itu! Kamu atau ayahmu tak akan membuatku kesal!"
Rania masih terpaku di tempat, sementara pria itu menjauh. Raavero Alves begitu menakutkan dan menarik dalam waktu bersamaan. Ketika semilir angin berhembus, Rania bergumam pada punggung Raavero yang akan menghilang di ujung anak tangga.
"Bagaimana jika aku menginginkamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
✨Susanti✨
next.
2023-01-17
1
Hayati
lop yu thor
2022-10-08
1
Khairuna Una
Novelmu selalu luar biasa thor... 👍👍👍
2022-03-27
1