Hai Semuanya 🙋♀️ jangan lupa berikan like, vote dan comentnya. Tengkyu 😊
🌸🌸🌸
Ferdo menyeruput kopi di hadapannya sambil membayangkan wajah seorang gadis imut di masa lalu, gadis kecil yang bingung saat Ferdo meminta gula batu. Kedua sudut bibirnya tertarik sempurna saat mengingatnya.
Dia mencium aroma kopi itu sambil tersenyum. Namun mimik wajahnya tiba-tiba berubah ketika mengingat kenangan lain di masa kecilnya, saat dirinya yang selalu meminum kopi sang papa tanpa seizin empunya. Ada rasa rindu yang tak dapat di bendungnya saat mengingat kenangan bersama orang tuanya.
Hatinya semakin terenyuh, saat suatu peristiwa melintas dalam ingatannya. Sebuah truk dengan sengaja menabrak mobil orang tuanya yang sedang parkir menunggunya membeli ice cream di sebuah warung.
Kejadian naas itu terjadi tepat di depan mata Alfian kecil. Dia gemetar saat menyaksikannya, Ice cream di genggaman Alfian pun jatuh, saat dia berlari mendekati mobil yang telah hancur itu. Alfian memandang wajah kedua orang tuanya yang berlumuran darah.
"Papa... Mama... jangan tinggalkan Alfian... hua... hua..." tangisnya pun pecah. Alfian kecil duduk di tepi mobil yang sudah terbalik mencoba memeluk sang papa sambil terisak-isak. Orang yang lalu lalang saat melihat kejadian itu langsung menarik Alfian dan menelpon pihak kepolisian.
Huftt...
Ferdo membuang nafas kasar, saat mengingat kejadian yang memilukan itu.
Ferdo sudah mengubur dalam nama panggilan Alfian. Nama yang selalu di sebut orang tuanya saat memanggilnya. Dia tidak ingin ada orang lain yang menyebut nama itu selain ke dua orang tuanya.
Tok... tok...
"Masuk", sahut Ferdo dari dalam ruangannya.
Winda berjalan gontai menghampiri Ferdo. "Ini laporan perekrutan anak magang", ucapnya lesu.
"Ada apa?" tanyanya sedikit curiga.
"Ini laporan anak magang yang sudah aktif bekerja, apa Kau tidak mendengarnya?" ketusnya.
"Bukan berkas itu, tapi Kau! Apa yang sudah terjadi?" tanya Ferdo.
Waduh, apa di wajahku kelihatan jelas ya, batin Winda.
"Tidak ada apa-apa", sahutnya.
Ferdo menatapnya dengan kesal, "Jika Kau sudah siap untuk menceritakannya, maka aku dengan senang hati mendengarkannya."
Winda pamit pada Ferdo, lalu meninggalkan ruangannya, dia tak ingin Ferdo mengetahui apa yang sudah terjadi semalam.
"Aku akan cari tahu sendiri", gumamnya saat Winda sudah ke luar dari ruangannya.
***
"Reina... " teriak Ayunda sambil berlari kecil menghampirinya yang duduk di meja kantin.
"Kenapa Kau teriak-teriak, lihat mereka semua memandang ke arah kita", kesalnya.
Ayunda langsung memeluk Reina, mengabaikan ocehan sahabatnya itu. "Terima kasih, Kau sudah membantuku membayar uang kuliahku", tuturnya dengan girang.
Reina mengernyit bingung, "maksudmu?" tanyanya.
"Aku baru saja mendapat telpon dari pihak kampus, mereka mengatakan kalau uang kuliahku sudah di bayar lunas... terima kasih ya", tuturnya dengan perasaan haru.
"Tapi, siapa yang sudah membayar uang kuliahmu?" tanya Reina.
Ayunda mengkerutkan keningnya, "lho, bukannya itu dari papamu?" tanya Ayunda bingung.
Reina menggelengkan kepalanya, "bukan."
"Jadi siapa yang sudah membayarnya?" gumamnya.
"Sudah, jangan terlalu difikirkan, lebih baik sekarang nikmati makan siangmu, agar Kau punya tenaga jika harus kerja lembur lagi", tutur Reina.
"Aku tak akan kerja lembur lagi, karena mereka melarang anak magang untuk kerja lembur", sahutnya.
"Oo... bagus kalau begitu", ucap Reina.
Lalu Ayunda membuka bekal yang di bawanya. Mereka pun saling berbagi makanan, layaknya saudara kembar. Ayunda melahap makanan buatan sang mama dengan semangat di selingi candaan sahabatnya Reina.
Keakraban Ayunda dan Reina menjadi perhatian sepasang mata yang memandang iri atas kebahagiaan yang mereka tunjukkan.
***
Tok... tok...
"Masuk", sahut Adrian saat seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Permisi, Pak... ini laporan anak magang", sahut seorang wanita.
Adrian mengernyitkan keningnya, "kenapa Kau yang membawanya?" tanyanya sambil menatap heran.
"Maaf, Pak. Ibu Winda sedang ada keperluan", sahutnya menjelaskan.
Tiba-tiba Ferdo masuk ke dalam ruangan Adrian.
"Oke, Kau sudah boleh ke luar."
"Terima kasih, Pak", sahut wanita itu dengan sopan.
"Ada yang bisa di bantu, Pak?" tanyanya pada Ferdo.
"Ck, kenapa kau masih memanggilku seperti itu?" tanyanya berdecak kesal.
"Ini kantor, aku gak mungkin memanggilmu dengan sebutan biasa", sahutnya dengan muka datar.
Ferdo duduk di sofa, "Apa yang terjadi semalam?" tanyanya.
Adrian mengernyitkan keningnya, "maksudnya?"
"Jangan menutupinya dariku, aku tahu sesuatu terjadi antara Kau dan Winda!" sergahnya.
Adrian terdiam sejenak, lalu dia mengalihkan perhatiannya pada berkas yang ada di meja, "Kau salah paham, tidak terjadi apa-apa antara aku dan Winda", ucapnya menjelaskan.
"Cih, Kau bukan seorang pembohong yang baik. Ayo, ceritakan yang sebenarnya!" pinta Ferdo dengan sedikit memaksa.
"Semua sudah aku katakan, tapi Kau tidak percaya... maaf, Pak... tidak mengurangi rasa hormatku padamu, saat ini aku sedang sibuk", tuturnya dengan sopan.
"Jadi Kau tidak mau menceritakannya?" tanya Ferdo dengan ancaman.
Adrian memandang jengah bos sekaligus sahabatnya itu, "sebenarnya ini hanya kesalah pahaman saja", ucapnya sambil menghela nafas. "Winda salah mengartikan perhatianku padanya, kemaren malam dia mengatakan kalau dia menyukaiku,,," Adrian menjeda ucapannya.
"Trus Kau menolaknya?" tanya Ferdo seolah mengetahui jawaban yang diberikan sahabatnya itu pada sepupunya.
Adrian menganggukan kepalanya pelan.
"Dasar, Kau,,, uh..." ucapnya berdecak kesal.
"Aku tak ingin memberi harapan padanya, saat ini aku ingin fokus pada adikmu Ayunda dan bundaku", tuturnya dengan suara lemah.
"Tapi bukan dengan cara Kau menolaknya... jika Kau memberi pengertian pada Winda, dia pasti mau memahami keadaanmu", seru Ferdo.
"Biarkan saja seperti ini, aku yakin dia akan menemukan yang lebih baik dariku", sahutnya.
Ferdo kesal dengan pemikiran sahabatnya itu, lihat saja, aku akan membuatmu menyadari bahwa keputusan yang kau buat itu salah, batin Ferdo. "Oke, kalau itu maumu", ucapnya, lalu melangkahkan kakinya ke luar dari ruangan Adrian.
Sepeninggal Ferdo, Adrian lansung menghubungi seseorang. "Bagaimana?" tanyanya saat seseorang di ujung telpon menyapanya. Lalu Adrian mendengarkan orang tersebut melaporkan hasil kerjanya. Sudut bibirnya tertarik saat mendengar semua yang dimintanya sudah selesai dengan baik.
"Oke... kerja bagus", sahutnya. "Aku akan memberikan kalian bonus", ucapnya kemudian. Lalu dia menutup telpon.
Ting...
Sebuah pesan masuk di ponsel Adrian, lalu dia membuka pesan itu. Adrian tersenyum lebar saat membaca pesan yang di kirim adalah alamat tinggal bunda dan adiknya.
***
Ayunda berlari terburu-buru sambil membawa berkas yang diminta oleh Nita. Dia telah menghubungi Ayunda untuk membawa berkas itu segera, karena acara akan di mulai kurang dari dua menit lagi.
Brukk...
"Aww..." ringisnya saat tidak sengaja menabrak seorang pria, namun berkas di pelukannya tidak terlepas.
"Ma- maaf, Pak", ucapnya gugup. "Saya buru-buru, mau mengantar berkas ke ruangan penyiaran", ucapnya dengan menunduk.
Tiba-tiba telpon Ayunda berdering, lalu dengan tangan gemetar dia meraih ponselnya. Matanya terbelalak saat melihat nama Nita di layar ponselnya.
"Sekali lagi maaf, Pak", ucapnya sambil menunduk. Lalu dia kembali berlari menuju ruang penyiaran.
*
*
Happy Reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
🌻Ruby Kejora
3 like mendarat di sini
2021-03-01
0
Conny Radiansyah
pake nabrak lagi
2021-02-25
0
Cahaya mata
Double like
2021-02-20
1