Hai Reader yang baik hati, jangan lupa berikan jempolnya 👍
🌸🌸🌸
Seorang wanita melangkah menaiki anak tangga menuju rooftop. "Ternyata benar Kau di sini", ucap Winda saat melihat Adrian berdiri sambil memandang ke bawah. "Kenapa ini menjadi tempat favoritmu?" tanyanya saat berdiri di sebelah Adrian.
"Aku senang melihat bangunan-bangunan kecil di bawah", ucapnya sambil menoleh ke arah Winda.
Winda juga menoleh ke arah Adrian, "aku baru saja menemui Ayunda", ucapnya membuat Adrian semakin antusias untuk mendengarkannya.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya dengan bersemangat.
Winda mengubah posisi tangannya menjadi bersedekap, "ternyata nama panggilan Ayunda berubah menjadi Ay, itu sejak dia duduk di bangku SMP", ucap Winda menjeda ucapannya. "Teman sekelas Ayunda lebih menyukai panggilan itu, makanya panggilan itu melekat sampai sekarang", ujarnya sambil tersenyum pada Adrian.
Adrian mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku pikir dia ingin mengubah identitas dirinya, batin Adrian.
***
"Ayunda... tolong kamu bawakan amplop folio ini ke ruang editor di lantai 32", pinta seorang karyawan wanita padanya.
"Baik, Kak", sahutnya sambil berjalan meraih berkas dari tangan Nita, seorang karyawan dari divisi program acara.
Sebuah map folio berisi dokumen berada dalam pelukan Ayunda, dia berjalan dengan semangat membawanya ke ruang editor. Namun Ayunda lupa untuk menanyakan ruang editor di sebelah mana.
"Waduh, gimana nih, gak mungkin balik lagi, mana gak ada yang lewat lagi", gumamnya.
Seorang pria yang terlihat keren layaknya seorang manager sedang berjalan dari arah yang berlawanan. "Nah, itu ada yang lewat", gumamnya.
Ayunda berjalan menghampirinya "Permisi, Pak... maaf mengganggu", tuturnya dengan sedikit gugup karena pria itu terus menatap Ayunda. "Mau tanya ruang editor, Pak", ucapnya kemudian. Namun pria itu tak kunjung menjawab.
Sayang banget ganteng-ganteng kok bisu ya, batin Ayunda.
Tak... tak...
Suara sepatu seorang wanita cantik yang berjalan dengan terburu-buru menghampiri pria itu.
"Beritahu dia di mana ruang editor", pinta pria itu sambil berlalu meninggalkan Ayunda dan sekretarisnya.
Ck, ternyata dia bisa ngomong, tapi dia siapa ya, kok sombong banget, batin Ayunda.
Tya, sekretaris Ferdo menyapa Ayunda, membuyarkan lamunannya. Dia langsung memberi petunjuk menggunakan jarinya di mana dia bisa mengetahui ruang editor.
"Terima kasih, Bu", tuturnya ramah pada Tya.
"Sama-sama... tapi jangan di panggil ibu, dong. Panggil kakak aja ya", pintanya pada Ayunda.
Ayunda menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"O, iya... kita belum kenalan. Namaku Tya. Nama kamu siapa?", tanyanya sambil tersenyum.
"Ayunda, Kak. Kakak bisa panggil aku, Ay", sahutnya ramah.
"Hai, Ay... kalau kamu butuh bantuan bisa mencariku, dari lorong ini kamu lurus aja", ucapnya menerangkan pada Ayunda. "Aku sudah di tunggu bos di ruang meeting, kalau begitu lanjutkan pekerjaanmu", ucapnya sambil berlalu meninggalkan Ayunda.
Ayunda membalasnya dengan tersenyum kaku.
Habislah aku, ternyata dia bos disini, batin Ayunda.
Ayunda masih memandang Tya berjalan menjauhinya, Aku senang bisa berkenalan dengan Kak Tya, sepertinya dia orang yang sangat baik, batinnya. Lalu Ayunda melanjutkan langkahnya menuju ruang editor.
***
Reina sudah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan padanya. Saat ini dia berdiri dengan gelisah di depan pintu divisi program acara, dia berulang kali melirik ke dalam ruangan, berulang kali juga seorang karyawan pria yang bernama Asep memandang Reina.
Apakah dia naksir padaku, batin Asep.
Reina kembali memunculkan wajahnya dari balik pintu. Spontan Asep melambaikan tangannya sambil tersenyum pada Reina.
"Aduh gawat... pasti dia mikirnya aku lagi ngeliatin dia", gumam Reina.
Reina merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya. Setelah ponsel berada dalam genggamannya, dia langsung menscroll ponselnya mencari kontak Ayunda, setelah nama Ayunda di dapatkannya dalam daftar kontaknya, Reina langsung menghubunginya.
Tut... tut... nada panggilan tunggu.
Reina menunggu sampai nada panggilan berakhir, namun belum ada juga sahutan dari Ayunda. Reina mencoba menghubungi Ayunda berkali-kali, namun Ayunda belum juga mengangkatnya. "Apakah dia terlalu sibuk", gumamnya.
Lalu Reina mencoba mengirimkan pesan pada Ayunda, Reina mengatakan kalau dia akan pulang terlebih dahulu. Saat dia akan mengklik tombol send, dia terdiam sejenak. Reina merasa seperti seorang sahabat yang hanya ada di waktu senang saja. Akhirnya dia memutuskan menghapus kembali pesan itu.
Kegelisahan mulai menyelimuti Reina, dia berjalan mondar mandir sambil memainkan ponsel di tangannya. Sesekali dia melirik jam yang melingkar di tangannya.
Tiba-tiba seseorang ke luar dari ruangan divisi program acara sambil berdehem. Reina langsung membalikkan badannya, "Ay..." sapanya girang. Namun betapa terkejutnya dia saat yang ke luar dari ruangan adalah Asep, pria yang sedari tadi tersenyum padanya.
"Apakah itu panggilan sayangmu untukku?" tanya Asep sambil menaik turunkan alisnya.
Reina terdiam dengan muka kaku, seandainya aku punya ilmu menghilang, batin Reina.
"Berarti Kau sudah tahu namaku Asep ya... " ucapnya sambil mengedipkan mata, membuat Reina bergidik ngeri. "Ay, panggilan itu cocok juga untukku", sahutnya kembali sambil tersenyum menampilkan gigi putihnya, yang sebenarnya tidak putih sih, namun karena kulit hitamnya, giginya itu akan tetap terlihat jelas.
"Hai, nona manis... kenapa Kau diam saja", seru Asep.
Reina memandang jengah pria di depannya, berharap dia segera pergi dari sana. Namun berbeda dengan pria di hadapannya, dia terus tersenyum pada Reina, memandang genit padanya.
"Siapa namamu?" tanyanya.
Ponsel Reina tiba-tiba berbunyi, syukurlah, batinnya. Dia langsung menjauh dari Asep, kemudian menggeser tombol hijau, menyahut Ayunda yang sedang menghubunginya.
Ayunda meminta Reina pulang terlebih dahulu karena dia sedang mengikuti pelatihan. Reina paham akan kegiatan Ayunda itu, lalu dia pamit pulang lebih dulu pada Ayunda. "Oke, kamu hati-hati ya", sahut Reina mengakhiri sambungan telpon. Ayunda juga telah memutus sambungan telpon, namun Reina masih berpura-pura sedang menelpon sambil terus berjalan semakin jauh dari Asep.
Reina melangkahkan kakinya dengan buru-buru menuju lift. Asep yang melihatnya berusaha mengejar. Namun Reina buru-buru menekan tombol agar lift segera tertutup.
"Ah, syukurlah", gumamnya saat lift tertutup sempurna.
***
Di dalam sebuah ruangan, beberapa orang karyawan membereskan semua perlengkapan yang telah selesai mereka gunakan. Ayunda juga ikut membantu membereskan semua perlengkapan itu. Keringatnya pun bercucuran membasahi baju putih yang di kenakannya. Tidak ada keluh kesah yang terucap oleh bibirnya. Bahkan dia melakukan dengan senyum yang terus mengembang.
Ayunda sudah menyelesaikan pekerjaan yang menjadi bagiannya. Dia meminta maaf pada semua orang yang di dalam ruangan karena akan pulang lebih dulu, lalu dia berjalan ke luar dari ruangan menuju lift.
Lift terbuka, sesaat setelah Ayunda menekan tombol, lalu Ayunda masuk ke dalamnya. Pintu lift hampir saja tertutup kembali, jika seorang pria tidak buru-buru menahannya. Dia juga ingin ikut masuk ke dalam lift. Saat ini hanya ada mereka berdua di dalam lift.
Hening...
*
*
Happy Reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Pink Panther
cicilan 15 boomlike+rate 5 mendarat🙌👍
kutunggu likebacknya di karyaku Who is He?😉💕
Oh ya, mintol likenya mulai dari bab 11 yahh, makasih hehehe😄🙏
Saling dukung yuk🌹
2021-02-27
1
Conny Radiansyah
amankah...
2021-02-25
0
Dian Anggraeni
nah tuh siapa pria itu ???
2021-02-16
1