Hai Reader yang baik hati, selalu jaga kesehatan ya 😊
🌸🌸🌸
Ayunda dan Reina berjalan terburu-buru ke luar dari ruangan sang dosen. Saat mereka berjalan di koridor kampus, Sherly berjalan dari arah berlawanan menghampiri mereka.
"Apakah Kau sudah puas?" teriak Reina saat Sherly sudah berada di hadapannya.
"Apa maksudmu, heh?" tanya Sherly sambil menyeringai.
"Aku tau, Kaulah pelaku yang menyebarkan foto itu!" seringai Reina.
"Jaga ucapanmu!" bentak Sherly. "Buat apa aku ngurusin anak miskin seperti dia", ketusnya.
Reina geram mendengar ucapan Sherly. "Lebih baik miskin harta, dari pada miskin akhlak", sergahnya. "Aku bukanlah menuduh dengan sembarangan, hanya Kau yang bisa dengan mudah mengosongkan kampus", seringainya.
"Kau,,, sepertinya lidahmu perlu di beri pelajaran", sergahnya sambil mencengkram rahang Reina. Namun berhasil di hempas oleh Reina.
Reina kembali menatap tajam Sherly, "ck, Kau pikir aku takut", tantangnya.
"Kau,,, "
"Sherly..." panggil Dafa memotong ucapan Sherly.
"Eh, sayang..." ucapnya dengan nada manja menggayut tangan Dafa.
"Jangan memanggilku seperti itu, sudah aku katakan berkali-kali!" ucapnya melotot pada Sherly sambil menghempaskan tangannya.
"Daf..." panggilnya manja.
Reina merasa jijik mendengar suara mendayu Sherly, lalu dia menarik tangan Ayunda meninggalkan mereka. Ayunda mengikuti langkah Reina dengan tergopoh-gopoh.
Dafa langsung membalikkan badannya, "Reina, tunggu!" teriak Dafa memanggilnya, namun Reina tak menyahutnya.
Sherly menarik tangan Dafa saat Dafa mencoba mengejar mereka.
"Lepaskan!" bentaknya.
"Aku bisa melakukan lebih dari ini, jika Kau terus mengabaikanku", seringainya.
"Cih, ternyata benar Kaulah pelakunya", ucapnya menatap tajam Sherly.
***
"Reina... " seru Ayunda saat dia baru saja kembali dari ruangan Kaprodi.
"Kenapa? apa yang mereka sampaikan padamu?" tanya Reina.
Ayunda menatap Reina dengan wajah sendu, "beasiswaku telah di cabut, itu karena masalah foto di mading", sahutnya dengan meneteskan air mata.
Reina geram, ingin rasanya dia menarik rambut Sherly dan menyeretnya ke tengah lapangan, lalu mendandaninya menjadi badut. Suara cemprengnya dan pakaian badut dua kombinasi yang cocok untuknya.
Ayunda mengusap air mata yang membasahi pipinya, "Reina..." panggil Ayunda membuyarkan lamunannya.
"Eh, maaf, aku telah mengabaikanmu", ujarnya. "Kamu tenanglah aku akan membuat Sherly mengakui perbuatannya", seringai Reina.
***
Ayunda berada di dalam busway yang mulai melaju melewati bangunan tinggi yang sedang berlarian. Dia duduk di salah satu kursi kosong, menyandarkan punggungnya dengan perlahan, lalu menghela nafas singkat.
Apakah semua impianku sudah berakhir, batinnya.
Secercah harapan hampir saja di raihnya, sedikit lagi semua impiannya akan menjadi nyata. Namun dalam sekejap semuanya sirna, bukan karena dia telah gagal mencobanya.
Waktu tak dapat di putar kembali, namun kesempatan selalu ada. Apakah aku masih punya kesempatan meraih impianku, batin Ayunda.
Ayunda mulai merenungkan semua kejadian yang terjadi hari ini. Tanpa terasa busway yang ditumpanginya sudah berhenti di halte dekat rumahnya. Dia melangkahkan kakinya ke luar, lalu berjalan dengan gontai menyusuri jalan menuju rumahnya.
Tok... tok...
Dia mengetuk dengan lemah saat sudah di depan pintu rumahnya, lalu mengucapkan salam, namun nyaris tak terdengar. Saat pintu sudah terbuka lebar, Ayunda melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Dia mengedarkan pandangannya mencari sang bunda, namun dia tak menemukannya.
"Bunda..." panggilnya sambil mencari ke setiap tempat. "Bun..." panggilnya kembali.
"Ya..." sahut sang bunda dengan sedikit berteriak dari dalam kamar mandi.
"Maaf, aku tidak tahu kalau Bunda di kamar mandi", serunya.
Ayunda melangkahkan kaki berjalan menuju kamarnya.
***
"Apakah sudah ada anak PKL yang terpilih?" tanya Ferdo pada Winda saat berada di dalam ruangannya.
Winda berjalan dengan membawa beberapa berkas, "Ini beberapa pilihan setelah aku menyortirnya", ucapnya sambil menunjukkan berkas beberapa mahasiswa.
Ferdo membaca namanya satu persatu, matanya tertuju pada satu nama. "Ayunda Rendra", gumamnya.
Winda menatapnya heran, "Kau mengenalnya?" tanyanya pada Ferdo.
Krekk...
Suara pintu di buka mengalihkan perhatian Ferdo, dia melihat wajah Adrian muncul dari balik pintu. "Adrian, coba lihat ini", pintanya pada Adrian saat baru saja masuk.
"Apakah nama Ayunda lagi?" tanya Adrian seolah tahu apa yang ingin di tunjukkan Ferdo.
"Lagi?" tanya Winda.
"Ya,,, dan nama belakangnya sama denganmu", sahut Ferdo dengan semangat.
Adrian mengambil berkas dari tangan Ferdo, lalu membaca data diri Ayunda. "Iya, ini dia", ucapnya dengan mata berkaca-kaca. "Nama belakangnya bahkan tanggal lahir juga sama, dia memang Ayunda kita", tuturnya.
Adrian memandangi foto Ayunda dengan wajah sendu, lalu dia teringat sesuatu. "Apakah Kau ingat pelayan di cafe tempo hari?" tanya Adrian pada Ferdo.
"Yang mana?" tanya Ferdo.
"Cafe dekat kampus Tri Karya, seorang pelayan bernama Ay", sahutnya dengan antusias.
Ferdo mencoba berfikir sejenak, "Ya, aku ingat, dia yang memberikanmu segelas air hangat."
"Ternyata Kau ingat betul", ucap Adrian menyeringai. "Sebenarnya takdir sudah mempertemukan kita", ucapnya kemudian.
Winda semakin penasaran, "Siapa Ayunda?" tanyanya kembali, karena belum mendapat penjelasan.
Adrian duduk di sofa, kemudian dia mengarahkan pandangannya pada Winda, "Ayunda adakah adik perempuanku satu-satunya", ucap Adrian sambil menyandarkan punggungnya. "Kami terpisah saat perceraian ke dua orang tua kami", ucapnya melanjutkan. Tanpa terasa air matanya jatuh saat mengingat kenangan pahit itu.
Ferdo menghampirinya, lalu menepuk pelan pundak Adrian. "Kamu harus sabar, lihatlah... kita sudah menemukannya", ucap Ferdo menenangkan Adrian.
"Terima kasih, Bro..." sahut Adrian dengan wajah bahagia.
"Apakah Kau akan mendatangi rumahnya?" tanya Winda pada Adrian.
Adrian menggelengkan kepalanya, "aku akan mengawasinya selama dia magang di sini", ujarnya. "Jika sudah saatnya, aku akan menemui Bunda dan adikku itu."
Adrian meraih kembali foto Ayunda, "aku merindukanmu Ayunda", gumamnya.
***
Pagi ini terasa suram, cuaca mendung seolah menemani hati Ayunda yang sedang gundah.
Ayunda berjalan menapaki trotoar dengan wajah sendu, bahkan an*ing milik pak Tupang memiringkan kepalanya saat melihat Ayunda berjalan dengan lesu.
Setelah beberapa menit berjalan, dia tiba di cafe. Ayunda langsung berjalan melewati Reno menuju ruang ganti. Lalu berdiri di depan pintu masuk cafe masih dengan wajah sendu. Saat ada pengunjung yang datang, Ayunda langsung mengubah mimik wajahnya. Dia bersusah payah menarik kedua sudut bibirnya, "Selamat datang, Pak", ucapnya dengan senyum di paksakan.
Pria itu memandang Ayunda dengan tersenyum. Lalu melangkahkan kakinya masuk, menuju meja yang kosong.
Rika menghampiri pengunjung itu, menyapanya dengan sopan lalu memberikan buku menu padanya. Wah cakep banget, pasti dia orang kaya, batin Rika. Rika tak berhenti memandangi wajah tampan pria di hadapannya.
"Hei...!" teriaknya pada Rika, karena dia tidak mendengarkan apa yang dikatakannya.
"Ma- maaf, Pak", ucapnya gugup. "Bisa di ulang kembali pesanannya, Pak?" pintanya dengan senyum menggoda.
"Coffee Latte" , ucap pria itu.
"Baik, Pak", ucap Rika kemudian berlalu meninggalkan pria itu.
Apa? hanya memesan itu doang, berarti dia kere dong, batin Rika.
*
*
Happy Reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Maya●●●
semangat kak ucy. mmpir lagi nih
2023-06-29
0
ZasNov
Belum tentu kere dong kalau pesan itu aja, bisa aja kan kenyang baru makan 😄
2023-03-11
0
ZasNov
Adrian mengenali adik perempuannya..
Semoga mereka cepat bertemu ya 🤗🥰
2023-03-11
0