Mengejar Cinta Di Masa Lalu
Mentari pagi menyinari bumi, menghangatkan hari di suguhi kicauan burung yang menyapa. Menuntun seorang anak perempuan imut yang masih memakai baju putih merah bernyanyi riang menapaki pinggiran sawah dengan hati yang gembira.
Dia adalah Ayunda, gadis cilik yang selalu ramah dan sopan pada setiap orang yang lebih dewasa darinya. Lahir dari keluarga sederhana yang selalu di penuhi kebahagiaan. Ayah dan bundanya selalu memberikan kasih sayang penuh padanya dan sang kakak.
Kebahagiaan mereka selalu terpancar dari setiap gelak tawa yang terdengar dari rumah kediaman mereka. Hampir tak pernah terdengar pertengkaran antara ayah dan bunda Ayunda. Namun selalu ada saja yang coba menfitnah keluarga Ayunda. Entah kenapa para tetangga sirik itu sangat suka mengusik keluarga Ayunda. Pada hal mereka tidak pernah sekalipun menyinggung bahkan menghina para tetangga resek itu.
***
"Ayah... Bunda..." panggilnya dengan ceria berlari di pinggir sawah.
"Yunda, hati-hati, jangan lari-lari tanahnya licin. Nanti kamu jatuh, nak." ujar sang ayah.
Baru saja sang ayah mengingatkannya.
Aaa... teriak Ayunda saat dia terpleset jatuh ke pematang sawah.
"Yunda!" teriak sang ayah sambil berlari menghampirinya. Dia menggapai tangan Ayunda menariknya ke luar dari lumpur. "Baju kamu jadi kotor, kan", ucap sang ayah.
"Ayah cuma kuatir dengan baju Yunda", ucap bibir mungilnya sambil merengut.
"Iya, maaf. Kamu tidak apa-apa, Nak?"
"Ayunda baik-baik saja kok, yah."
"Syukurlah, tapi bajumu", risau sang ayah.
"Tenang, yah. Ayunda kan belum memakai seragam." Ayunda tersenyum sambil menunjukkan kantong kresek berisikan pakaian sekolahnya.
"Oo... ayo segera ganti! Ngomong-ngomong kenapa kamu kemari, Nak?" tanyanya saat berjalan bersama.
"Aku membawa godok-godok kesukaan Ayah, tapi sudah kotor. Besok aku buat lagi ya, Yah", janjinya pada sang ayah.
"Tidak perlu! Kamu belajar yang rajin saja, itu sudah cukup."
"Baiklah Ayah", ucapnya riang, lalu dia berjalan menuju sebuah aliran air untuk membersihkan dirinya, lalu mengganti pakaiannya di sebuah pondok tempat orang tuanya berteduh.
"Sepertinya Kamu sudah mempersiapkan semuanya", ujar sang ayah.
Ayunda hanya membalas dengan cengiran kuda menampilkan gigi putih kecilnya. Lalu dia berpamitan pada ayah dan bundanya.
"Yunda berangkat, Ayah, Bunda", ucapnya sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya lalu berjalan meninggalkan mereka.
"Iya... hati-hati, jangan sampai jatuh lagi", ucap sang bunda.
"Iya, Bun", ucapnya sambil melambaikan tangan.
"Putri kecil kita sangat cantik ya, Bun", ucap sang ayah dengan menatap Ayunda yang terus berjalan sampai dia tidak terlihat lagi dari pandangannya. "Rasanya sudah tidak sabar melihatnya bertumbuh dewasa", ujar sang ayah melanjutkan perkataannya. Sang bunda hanya membalas dengan anggukan dan tersenyum lebar.
***
"Aku mau kita cerai!" tegasnya.
"Ayah, jangan seperti itu. Kita bisa bicara baik-baik, pikirkan juga anak-anak kita, Yah", ucap sang istri dengan terisak-isak.
Tak berselang lama Ayunda pulang dari sekolah. Dia mengucapkan salam, lalu menghampiri sang Bunda.
"Bunda..." panggilnya lalu memeluk erat sang bunda. "Bunda menangis?" tanyanya dengan heran.
"Ah, enggak! Ini mata bunda kemasukan debu, Nak", elaknya.
"Oo..." sahut Ayunda.
Ayunda kecil kemudian berlari menghampiri sang ayah. "Ayah, Yunda dapat nilai bagus di sekolah, coba lihatlah", pintanya pada sang ayah.
Sang ayah hanya melihat sekedarnya, lalu mengembalikannya pada sang putri. Dia tidak ingin putrinya melihat kesedihan di wajahnya. Tak berselang lama sang kakak juga pulang dari sekolah. Dia mengucapkan salam dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya dengan muka merengut.
"Ayah, Bunda, kenapa hari ini tidak datang ke sekolah Adrian?" tanyanya dengan kecewa.
"Maafkan kami, Nak, ayah dan bunda lagi ada keperluan mendadak", sahut sang bunda lirih.
"Apakah ada yang lebih penting dari anak Ayah dan Bunda?" tanyanya dengan sedih.
Sang ayah dan bunda tertunduk lesu, mereka tidak dapat berkata-kata untuk membela diri. Di pandangnya anak tertua mereka dengan wajah sendu. Andai kau tau nak, kalau kedua orang tuamu ini akan segera bercerai. Bagaimana nanti responmu? batin sang bunda.
Adrian berlari ke luar rumah kesal dengan kedua orang tuanya. Ini pertama kalinya kedua orang tuanya ingkar janji. Ayunda menyusul sang kakak mencoba membujuknya.
"Jangan ikuti aku!" seru sang kakak yang tak ingin di kasihani Ayunda.
***
Di sebuah warung berdiri seorang anak laki-laki dengan berpaikaian lusuh. "Bu, bolehkah aku meminta sedikit makanan, sudah berhari-hari aku tidak makan, Bu", ucap seorang anak laki-laki dengan wajah lesu pada pemilik warung.
"Apa Kau pikir ini panti sosial, pergi sana!" ucap pemilik warung dengan acuh.
Sang anak laki-laki menelan salivanya saat seorang anak kecil lain membeli jajanan dan langsung melahapnya di tempat. "Mama... teriak sang anak saat dia terus di pandang oleh anak laki-laki itu.
"Pergi sana!" usirnya pada anak laki-laki itu. "Kau membuat pembeli jadi ketakutan", teriaknya sambil mendorong si anak. Dia terjatuh tepat di depan sang pemilik warung.
"Hei berdirilah dan pergi dari sini! desak sang pemilik warung.
Anak laki-laki itu berdiri, lalu dia kembali menelan salivanya, memandang lekat roti yang di bungkus dan di letakkan di dalam rak keranjang dagangan pemilik warung. Dia berjalan perlahan mengambil dua buah roti. Lalu berlari tanpa membayarnya.
"Maling... maling... " teriak pemilik warung.
"Kak, sepertinya ada maling", ucap Ayunda.
"Diamlah!" bentak Adrian yang masih kesal.
Seorang anak laki-laki seusia Adrian berlari kencang ke arah mereka. Lalu bersembunyi di balik semak, dia meminta agar Adrian dan Ayunda tidak memberitahu keberadaannya. "Tolong jangan bilang aku di sini ya", pintanya sambil mengkatupkan kedua telapak tangannya.
Adrian paham maksud anak lelaki itu, dia melihat orang-orang berlari mencarinya. Lalu dia menggeser sedikit tubuhnya mencoba menutupi anak laki-laki itu agar tidak terlihat oleh mereka.
"Nak, apa kalian melihat anak lelaki seusiamu berlari ke arah sini?" tanya salah seorang dari mereka.
"Ada", ucap Ayunda serius.
"Ke mana dia pergi?" tanya mereka dengan serius.
"Aku tidak tau, Pak, Bu!" sahutnya santai membuat orang-orang yang mengejar semakin emosi. "Aku hanya melihatnya lari di depan kami menuju ke arah sana", Ayunda melanjutkan ucapannya sambil menunjuk dengan jari mungilnya.
"Terima kasih", ucap mereka lalu berlari menuju arah yang di tunjuk Ayunda.
"Kenapa Kau berbohong", tutur sang kakak saat orang-orang itu sudah berlari jauh.
"Aku tidak berbohong, Kak", ketusnya. "Dia memang lari ke arah sana, aku cuma tidak mengatakan setelah itu dia ke mana", ucapnya serius.
"Kamu pintar, Dek", pujinya sambil mengacak rambut sang adek.
"Aaa... rambutku jadi berantakan", kesalnya.
Anak lelaki itu ke luar dari persembunyian, saat di rasanya aman.
"Terima kasih", ucapnya dengan nafas tersenggal-senggal.
"Siapa namamu? tanya Adrian.
"Alfian", ucapnya.
"Aku Adrian, dan ini adikku Ayunda. Kau tinggal di mana?" tanyanya kembali.
Aku tinggal... like dan vote 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
F.T Zira
godok godok itu apa kak? serius deh aku baru ini dengar nya
2023-05-13
0
F.T Zira
berasa deja vu😟
2023-05-13
0
Maya●●●
aku mmpir kk. mmpir juga di karyaku
2023-05-03
0