Hai Reader yang baik hati, semoga kalian semua dalam keadaan sehat 😇
🌸🌸🌸
Tit, tit, seseorang membunyikan klakson mengangetkan Ayunda yang sedang menunggu angkutan umum di halte kampus.
"Ayo Ay, aku antar", ajaknya pada Ayunda sambil tersenyum manis.
"Gak perlu repot Daf, aku bisa naik kendaraan umum", balasnya tersenyum ramah.
Dafa membuang nafas kesal, ajakannya selalu di tolak Ayunda. Entah sampai kapan dia punya kesempatan berduaan dengan Ayunda, dua tahun lebih dia berada di kampus yang sama bahkan jurusan yang sama, tak sekalipun ajakannya di terima oleh Ayunda.
"Oke, Kamu hati-hati ya", ucapnya dengan tersenyum kaku. Lalu dia melajukan kendaraannya meninggalkan Ayunda yang masih setia berdiri di halte kampus. Namun sebenarnya dia tidak benar-benar meninggalkan Ayunda. Dia menepikan kendaraannya beberapa meter dari halte, memantaunya dari kaca spion.
"Cara apa lagi yang harus aku lakukan untuk menaklukkanmu?" gumamnya sambil bersandar di kursi kemudi dan mendorong kepalanya dengan lemas.
Dafa melihat Ayunda berjalan menaiki sebuah busway, kemudian kendaraan itu berjalan menjauhi halte kampus. Dafa pun bergegas mengikuti busway itu dari belakang.
Beberapa menit di perjalanan, Ayunda turun di halte perhentian busway. Lalu berjalan beberapa meter memasuki sebuah gang kecil, Dafa memarkirkan kendaraannya di tepi jalan, lalu dia mengikuti Ayunda dengan berjalan kaki.
Ayunda berhenti di sebuah rumah dan mengetuknya, lalu seorang wanita seumuran ibu Dafa muncul dari dalam rumah.
"Bunda", panggil Ayunda pada wanita itu.
"O, itu bundanya Ayunda", gumamnya.
Lalu Dafa beranjak meninggalkan tempat itu, Dia cukup puas karena telah mengetahui tempat tinggal Ayunda.
***
"Kamu pasti lelah... ayo mandi dulu, biar kita makan bareng", ujar sang bunda.
"Ya, Bun", sahut Ayunda.
Dia berjalan menuju kamarnya meletakkan ransel yang di bawanya. Lalu dia mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi.
Kurang dari dua puluh menit dia menyelesaikan ritual mandinya, lalu dia mengenakan pakaiannya dan menyisir rambut dan membiarkannya terurai.
Ayunda berjalan ke luar dari kamar menghampiri sang bunda yang telah menyiapkan makan malam mereka.
"Bun, lain kali biarkan aku yang menyiapkan semua", tuturnya tak ingin sang bunda repot sendirian.
"Gak ada bedanya, Ay", sahut sang bunda.
"Tapi aku ingin melayani Bunda juga", tuturnya sedikit memaksa sambil duduk di salah satu kursi.
"Kamu ini ya... selalu saja keras kepala", tutur sang bunda.
Ayunda hanya tersenyum menampilkan gigi putihnya.
Ayunda dan sang bunda sangat menikmati makan malam mereka, meskipun bukan menu yang mewah, namun setiap bumbu cinta yang diberikan oleh sang bunda membuat menu makan malam mereka lebih nikmat dari semua hidangan mewah mana pun.
Nikmatnya makanan yang disajikan sang bunda membuat Ayunda khilaf.
"Bun, Ay kekenyangan", sahutnya saat meletakkan sendok dan garpu bersamaan di piring kosongnya.
"Ya sudah, biar Bunda saja yang cuci piring."
"Eh, bukan itu maksudnya, Bun. Masakan Bunda terlalu enak. Ay jadi khilaf", ucapnya dengan cengiran kuda.
"Urusan cuci piring biar Ay yang ngerjain, Bunda duduk manis aja", ujarnya sambil mengarahkan sang bunda kembali duduk, lalu dia bergegas membereskan meja makan dengan menggeol-geolkan pinggangnya.
Sang bunda menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah unik putrinya itu, dia memandang Ayunda dengan tersenyum simpul. Tak terasa putri kecilnya itu kini tumbuh menjadi gadis cantik sesuai dengan harapan mereka. Dia kembali teringat ucapan sang suami 12 tahun yang lalu, hal itu membuat bulir-bulir kristal jatuh bebas dari sudut matanya. Lalu dia segera menghapusnya sebelum Ayunda melihatnya.
Lima menit berlalu, Ayunda sudah menyelesaikan tugas mencuci piringnya. Lalu dia berjalan menghampiri sang bunda yang masih duduk di kursi yang sama dengan wajah sendu.
"Bunda kok wajahnya sedih? Ay, ada salah ngomong ya?" tanya Ayunda sambil mengerjapkan matanya menatap sang bunda.
"Kamu ini ya", ujar sang bunda dengan memcubit gemas pipi Ayunda.
"Bunda hanya merindukan kakakmu, entah di mana dia sekarang berada", ujarnya lirih.
Ayunda memandang sang bunda dengan muka sendu, "Ay juga merindukan kak Adrian, Bun. Semoga dia baik-baik saja ya, Bun", ucap Ayunda sambil memeluk sang bunda.
"Kita doakan ya, Ay", sahut sang bunda.
***
Di dalam kamar Ayunda
Drrt, drrt, ponselnya berbunyi, "siapa sih yang nelpon malam-malam gini?" gumamnya sambil melirik layar ponselnya. "Ah, ternyata sahabatku", ucapnya sambil menggeser tombol hijau.
"Hallo, my dear", sahut Ayunda saat menerima panggilan telpon dari Reina, lalu Ayunda mendengarkan Reina berceloteh tak jelas tanpa henti.
"Iya, iya, trus", sahut Ayunda sesekali memotong ucapan Reina. Setelah ocehan gak jelas mencapai titik akhir Reina pun menyampaikan niatnya. Dia meminta Ayunda membantunya membuat pidato yang di minta pak Diran.
"Puft, dasar lo, ternyata ada maunya." seru Ayunda.
"Please, Ay", Reina terus memohon pada Ayunda.
Ayunda akhirnya menyetujui permintaan Reina, tapi dia hanya membantunya mencari bahan referensi saja, bukan merangkumnya menjadi sebuah pidato.
"Terima kasih, Ay. Setidaknya ada yang membantuku", ucapnya dari seberang telpon.
"Oke", sahut Ayunda singkat.
"Sampai jumpa besok di kampus", ujar Reina dari ujung telpon.
"Oke, Rein", balasnya.
Mereka pun mengakhiri sambungan telpon itu.
Ayunda meletakkan ponselnya di dalam laci, lalu dia merebahkan tubuhnya di ranjang, di tariknya selimut sampai sebatas dada. Di tatapnya langit-langit kamarnya, pikirannya menerawang jauh mengingat kembali masa kecilnya, tidak pernah sekalipun dia melihat pertengkaran di antara kedua orang tuanya, namun kenapa mereka berpisah, tanpa terasa bulir-bulir kecil itu mengalir membasahi pipinya.
Krek...
Sang bunda membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk, Ayunda buru-buru menghapus air matanya.
"Kamu belum tidur, Nak?" tanya sang bunda saat wajahnya muncul di balik pintu.
"Ini mau tidur, Bun", sahutnya dengan suara parau.
"Oo, maaf bunda ganggu", sang bunda menutup kembali pintu kamar Ayunda dengan perasaan bersalah.
"Maaf Bun, Ay berbohong", gumamnya setelah pintu kamarnya tertutup sempurna.
***
Pagi hari saat sang surya baru memunculkan wajahnya, Ayunda sudah bersiap dengan sekantung keripik singkong buatan sang bunda. Dia akan membawanya ke setiap warung yang sudah menjadi langganannya.
"Ayunda berangkat, Bun", serunya saat berpamitan pada sang bunda. Dia berjalan dengan riang menyusuri gang kecil rumahnya. Hanya butuh beberapa menit untuk dia tiba di halte bus. Saat sudah berada di halte bus, Ayunda resah karena busway yang menjadi tumpangannya sehari-hari itu tak kunjung datang. Beberapa kali Ayunda melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Setelah menunggu lama akhirnya busway kesayangan Ayunda pun datang. Dia bergegas masuk ke dalamnya, sambil memperhatikan ke sekeliling.
Ternyata penumpangnya padat ya... pantes aja lama, batinnya.
Ayunda duduk di kursi yang kosong, syukur masih ada kursi kosong, batinnya.
*
*
...Ayo dukung dengan like, vote dan Rate 🙏...
...Happy Reading 😊...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Maya●●●
masakan seorang ibu memang tidak tertandingi😊 karna mereka memasak dengan taburan kasih sayang😁
2023-05-10
0
ZasNov
Adrian dimana ya? 😥
Semoga dia cepat kembali dan berkumpul bersama Ibunya dan Ayunda..
2023-02-24
0
ZasNov
Lumayan lama juga ya Dafa suka sama Ayunda..
Sekarang udah tau rumah Ayunda dimana, usaha apa lagi ya, yang bakal Dafa lakuin..🤔
2023-02-24
0