Melihatmu tersenyum pada yang lain, hatiku bergetar seakan tak terima. Sebenarnya teka-teki takdir seperti apa yang sedang Allah berikan untuk kita?
💞💞💞 BIMA 💞💞💞
Bima dan Zaki bergegas melaksanakan salat, karena waktu Maghrib hanya sebentar. Seperti malam sebelumnya, setelah semua salat Maghrib dan Isya, juga acara santap malam selesai. Mereka semua berkumpul membuat sebuah lingkaran.
Bima yang merasa lelah, memutuskan ikut menginap di tenda Zaki malam ini. Ia sudah memberi kabar pada orang tuanya. Jadi, tak ada lagi yang harus dikhawatirkan.
"Selamat malam semuanya," sapa Pak Doni yang berada di tengah lingkaran.
"Selamat malam juga, Pak!" jawab semuanya serentak.
"Malam ini, kita akan melakukan sebuah renungan. Mari, memulai dengan berdoa sesuai keyakinan masing-masing!" perintah Pak Doni.
Semua menunduk dan memanjatkan doa dalam hati. Suasana hening, hanya terdengar semilir angin menerbangkan dedaunan.
"Berdoa selesai!" lanjut Pak Doni.
Setelah berdoa, Pak Doni meminta semua orang yang berada di sana menundukkan kepala kembali. Pak Doni memulai membuka renungan malam ini.
"Perjuangan seorang orang tua, tidaklah mudah. Ingatlah, bagaimana dulu mereka menyayangi, mencintai, dan mengasuh kalian sepenuh hati. Untuk kalian yang telah kehilangan orang tua, baik itu sosok ibu, ataupun Ayah. Berdoalah untuk mereka, berbuat baiklah, agar Allah menempatkan beliau di tempat terindah," ujar Pak Doni.
Semua terdiam, ada sebagian dari mereka berurai air mata, sebagian lagi mencoba menahan agar cairan bening itu agar tak menerobos keluar.
Mata Syifa mulai sembab, ia tak kuasa menahan gejolak rindu pada kedua orang tuanya. Hanya foto dua orang yang tertidur kaku yang terbalut kain kafanlah, satu-satunya kenangan yang ia miliki.
Pak Imam sudah pernah datang kembali ke rumah kedua orang tua Syifa. Namun, beliau tak menemukan satu orang pun di dalam. Menurut RT di sana, mereka hanya hidup bertiga saja dengan Syifa.
"Renungkanlah, kawan-kawan! Ibumu mempertaruhkan seluruh jiwa dan raganya saat melahirkan. Berapa liter darah yang Beliau keluarkan? Berapa puluh kali rasa sakit yang ia rasakan menjelang persalinan? Semua tak berhenti sampai sana, Beliau pun masih harus mengurus dan memberikan asi untukmu. Terkadang tak bisa tidur, hanya untuk menjagamu sepanjang malam! Lalu, sudahkah kita berbakti untuknya? Sudahkah kita mengucapkan terima kasih, atas segala kerja kerasnya? Sesungguhnya, beliau tak perlu itu, harapannya hanya satu. Melihatmu tersenyum dan bahagia menyongsong masa depan!" sambung Pak Doni yang semakin membuat suasana menjadi mengharu biru.
Bima menoleh ke arah Syifa, gadis itu menunduk dengan wajah tertutup kedua tangan. Ia tahu perasaan Syifa saat ini, pastinya Syifa merindukan orang tua kandungnya.
"Abang, apa Syifa baik-baik aja?" tanya Zaki sedikit berbisik.
"Dia pasti menangis, Dek," jawab Bima.
"Kita yang masih punya Abah dan Ummi saja, rasanya rindu mereka saat ini! Apa lagi Syifa yang hanya bisa meratapi makam dan fotonya saja."
"Kita doakan Syifa kuat, Dek. Terus dukung dia, selalu kasih dia semangat, biar dia engga ngerasa sendiri."
Zaki mengangguk, ia kembali menunduk. Sedangkan, Bima seolah tak rela memalingkan pandangannya pada yang lain.
"Selain Ibu, ada juga sosok ayah yang rela berjuang melawan kerasnya dunia, untuk memberikan kita kehidupan yang layak. Lihatlah kaki letihnya, tataplah wajah penuh guratan menandakan rasa lelah yang menumpuk. Namun, semangatnya tetap membara bagai api. Beliau tak pernah lelah mengais rezeki, agar semua kebutuhanmu bisa tercukupi! Sayangilah mereka, Kawan-kawan!" tambah Pak Doni.
Malam ini di bawah sinar rembulan, semua orang menangis. Hati mereka terketuk, teroyak-oyak. Mata semunya terbuka lebar, bahwa betapa banyaknya pengorbanan orang tua. Sudahkah kita berbakti pada mereka? Sudahkah kita mengusap air matanya saat beban besar tak kuasa mereka pikul?
Suasana semakin sendu, sesekali angin mengembuskan nada sedih. Langit malam tak seindah biasanya, ribuan bintang tak tampak datang malam ini. Mereka seakan tengah berhamburan pergi mencari sosok bernama Ibu dan Ayah.
Renungan malam selesai. Namun, suasana belum stabil. Pasalnya, sebagian dari mereka masih belum sanggup berdamai dengan kerinduan kepada orang tua.
"Untuk malam terakhir, kita juga akan mempersilakan pada semuanya, baik itu mahasiswa, mahasiswi, ataupun para pembimbing, untuk yang mau menyampaikan perasaan atau unek-uneknya. Seperti malam kemarin, boleh bernyanyi, baca puisi, atau curhat juga boleh," cakap Pak Doni.
Tak berapa lama ada beberapa mahasiswa yang ke depan. Mereka ada yang bernyanyi, atau sekadar cerita perihal asmaranya.
"Fa, kamu baik-baik aja 'kan?" tanya Arumi pada Syifa yang sejak tadi terdiam mendengarkan seorang mahasiswa bernyanyi lagu cinta bernuansa sedih.
"Engga 'kok, Mi, aku cuman kangen Almarhum orang tuaku aja," balas Syifa.
"Kamu yang sabar, ya! Ingat, ada aku yang pasti setia nemenin kamu. Ada Ummi, Abah, Bang Bima, juga Zaki."
Begitu mendengar nama Bima disebut, hati Syifa semakin sendu. Perlahan ia menoleh pada sosok Kakak angkatnya yang kini terlihat diam mendengarkan nyanyian. Melihat wajah Bima saja sudah sanggup meluluhkan seluruh pertahanan dirinya, lalu bagaimana ia bisa menghapus rasa ini.
Di tempat lain, Gabriel memperhatikan arah pandangan Syifa. Pikirannya mulai bekerja, menebak-nebak apa arti tatapan Syifa pada lelaki dewasa, yang baru Bima ketahui sebagai Abangnya.
"Untuk kamu yang pakai jilbab merah. Tolong, datang ke sini!" tunjuk Pak Doni pada Syifa.
Syifa terdiam, ia tak tahu apa yang terjadi.
"Saya, Pak?" tanya Syifa memastikan.
"Iya, kamu," jawab Pak Doni.
Semua orang menatap ke arah Syifa, termasuk Bima, Zaki, dan Gabriel. Syifa berdiri, lalu berjalan pelan menghampiri Pak Doni.
"Kamu saya tugaskan, untuk menuangkan perasaanmu lewat puisi, atau lagu!" perintah Pak Doni lembut.
"Tapi, saya engga bisa puisi, Pak," jawab Syifa.
"Kalau gitu, nanyi juga saja," ujar Pak Doni.
Pak Doni mempersilakan Syifa bernyanyi, selanjutnya terdengar tepuk tangan dari semua yang hadir. Mereka terus berteriak meminta Syifa segera bernyanyi.
Mata Syifa bertemu dengan netra milik Bima. Lelaki itu terdiam menunggu dan menyaksikan sang adik yang tengah gugup.
"Assalamualaikum, selamat malam semua," sapa Syifa berusaha mengontrol tingkat kegugupannya.
"Waalaikumsalam, malam!" sapa semuanya.
"Saya akan menyanyikan sebuah lagu. Maaf, jika suara saya tidak merdu seperti yang lain," cakap Syifa.
Syifa memejamkan mata sekejap, lalu mulai bersiap diri untuk bernyanyi.
Mungkin ini memang jalan takdirku.
Mengagumi tanpa di cintai.
Tak mengapa bagiku asal kau pun bahagia.
Dalam hidupmu, dalam hidupmu.
Telah lama kupendam perasaan itu.
Menunggu hatimu menyambut diriku.
Tak mengapa bagiku, cintaimu pun adalah.
Bahagia untukku, bahagia untukku.
Kuingin kau tahu, diriku di sini menanti dirimu.
Meski kutunggu hingga ujung waktuku.
Dan berharap rasa ini kan abadi selamanya.
Dan izin aku, memeluk dirimu kali ini saja.
Tuk ucapan selamat tinggal untuk selamanya.
Dan biarkan, rasa ini abadi untuk selamanya*.
Bima terus memperhatikan Syifa, ia melihat ada panah tajam yang tengah menancap dan membuat robekan luka di hati adiknya. Entah, itu apa, Bima pun tak tahu.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Note penulis;
Mohon maaf, jika acara renungan malam tak sama seperti seharusnya.
Lagu yang dinyanyikan Syifa berjudul "Cinta Dalam Hati" dari Band Ungu.🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Jusmiati
😭😭😭😭😭
2023-07-12
1
Nurma Lisa Hasanah
hmmm Thor saya lg pakai jilbab merah nih... semangat 💪🏻💪🏻💪🏻 trs thor buat menulis ny saya suka novel mu ini
2022-09-12
0
Ririn Alfathunisa
aku mewek Thor kenapa banyak bawang disini😭😭😭😭😭😭😭😭
2021-10-25
0