~Tuhan seakan sengaja mempertemukan aku denganmu. Aku menggagumi sejak pertama pandangan kita bertemu. Berharap bisa sedikit memiliki jabatan di kerajaan hatimu.~
🌴🌴🌴 GABRIEL🌴🌴🌴
Jalanan sore semakin ramai. Setiap transpostasi umum pun berdesak-desakan. Seperti yang sudah direncanakan. Sore ini Zaki, Arumi juga Syifa pergi mengunjungi cafe milik Bima.
Selama di perjalanan. Zaki begitu cekatan menjaga Syifa. Contohnya, saat menumpangi transpostasi umum tadi. Semakin kendaraan berjalan, semakin padat penumpang berdatangan.
Zaki membiarkan Syifa dan Arumi berdiri di pojokan, lalu dengan badannya ia membuat tameng agar Syifa tidak risih bersentuhan dengan kaum adam.
"Terima kasih, Kak," cicit Syifa.
Zaki mengulum senyum. Setiap anggota di keluarganya memiliki tanggung jawab menjaga anggota yang termuda. Meski, Zaki hanya berbeda satu tahun dengan Syifa Namun, ia tetap menjaganya dengan baik.
"Sebentar lagi sampai," ujar Zaki..
Perjalanan semakin jauh meninggalkan kampus. Penumpang berangsur turun satu per satu di tempat tujuannya. Selang lima belas menit, tibalah mereka di cafe bernama "Panah Doa".
"Alhamdulillah," ucap ketiganya.
Zaki memimpin di depan. Sedangkan, Syifa dan Arumi mengekor di belakang. Perlahan Zaki mendorong pintu cafe dengan mengucapkan salam yang diiringi kedua wanita di belakangnya.
Sontak semua karyawan dan pengunjung berucap "Wa'alaikumsalam."
Semua pengunjung tersenyum saat melihat siapa saja yang masuk. Hampir semua yang datang sudah mengenal betul silsilah keluarga Pak Imam. Termasuk, soal Syifa yang hanya anak adopsi.
Pak Imam dan Bu Halimah tidak pernah menutupi identitas Syifa. Meski begitu, kasih sayang mereka tidak pernah beda untuk ketiga anaknya.
Dari arah dapur Amar datang menyambut kedatangan mereka. Lelaki itu berjalan sambil berkata, "Wah, lihat siapa yang datang. Aku merasa terhormat, karena bersedia mengunjungiku."
Zaki tertawa pelan. "Hallo Chef Amar. Udah lama nih kita engga main ke sini, Kak. Kangen juga sama masakan ksatrian bercelemek terganteng."
"Aku terhura, Ki," cicit Amar.
"Terharu, Abang," sela Syifa.
"Iya, nih. Eh, Abang Amar makin cakep aja keliatannya," puji Arumi.
Perkataan Arumi membuat Amar tersipu malu. "Kamu memang paling tau, gimana bikin Abangmu ini melayang ke udara."
"Awas, Bang ketemu burung di langit. Abang bisa didemo, suruh turun," sela Zaki.
Semua tertawa, termasuk para karyawan yang mendengarnya. Tidak berapa lama, Bima terlihat menuruni tangga. Berjalan mendekati mereka yang asyik tertawa.
"Masya Allah, bahas apa ini? Sampai kedengeran ke lantai atas?" tanya Bima.
"Biasa, Pak Haji. Adikmu ini emang paling jago bikin orang ketawa," jawab Amar.
"Kalian udah makan?" Bima mengarahkan pandangannya pada Zaki, Syifa dan Arumi.
"Belum, Bang," jawab Zaki cepat.
"Duduklah, biar Amar buatkan kalian makan!" perintah Bima.
Amar seolah mengerti. Ia berjalan ke dapur, bertemu kembali dengan penggorengan dan cutil. Amar berkata, "Kalian adalah belahan jiwaku saat ini. Oh ... cutik, mengapa kau terlihat mempesona seperti seorang gadis remaja."
Cuitan konyol Amar. Tentu, mengundang tawa rekan kerjanya di dapur. Mereka sudah tidak heran lagi dengan kelakuan chef satu ini. Meski begitu, dia bisa menempatkan posisinya. Jika sedang serius, Amar akan berubah menjadi seseorang yang bijak.
Sementara itu di meja paling pojok. Syifa, Bima, Zaki dan Arumi sibuk mengobrol. Zaki adalah lelaki humoris yang bisa menyulap suasana menjadi lebih bernyawa. Dengan ucapan konyol, juga ledekannya. Zaki mendapatkan gelar lelaki paling menyenangkan sekampus.
Bima tersenyum senang melihat kedua adiknya bahagia. Terlebih Zaki sangat bisa diandalkan dalam menjaga adik angkatnya.
"Hari ini Abang pulang malam lagi, ya?" Zaki menatap Bima.
Syifa dan Arumi yang tengah tertawa seketika menyimak sambil terdiam. Bima menyimpan ponsel di meja.
"Iya, Dek. Habis maghrib, Abang ada acara reunian. Cuman Abang engga tau, ikut apa engga," ungkap Bima bercerita.
"Abang kalau lelah bilang Zaki aja. Nanti Zaki bisa 'kok sesekali gantiin Abang ngontrol bengkel," usul Zaki.
"Kamu kuliah aja yang rajin. Jangan khawatirin Abang. Doakan saja, Abangmu ini sehat terus. Biar Abang bisa biayain kuliah kamu sama Syifa," cakap Bima.
"Abang jangan terlalu maksain diri, kalau Abang lelah. Syifa juga bisa bantu 'kok," sela Syifa.
Bima mengurai senyum."Terima kasih, Dek, tapi untuk sekarang Abang masih bisa handle sendiri 'kok.
"Ah, so sweetnya kalian. Abi teh jadi hoyong gaduh dulur oge," ucap Arumi dengan bahasa sunda.
"Hei, kalau ngomong jangan pake bahasa planet. Aku nangis, engga ngerti!" tegur Zaki pada Arumi.
"Yeh, ari si Aa. Kieu-kieu ge Iteng teh masih mahluk bumi," bantah Arumi sambil memonyongkan bibirnya.
"Ya Allah, andai di dunia ini cuman ada wanita dia doang. Aku mohon, janganlah persatukan aku. Bisa gila aku dibuatnya setiap hari." Zaki menengadahkan kedua telapak tangannya ke atas seperti orang berdoa.
Arumi yang kesal segera memukul untuk kedua kalinya punggung Zaki hari ini, lalu berkata, "Hei, situ saha emang sampai berdoa kayak gitu. Iteng juga kalau cuman kamu doang, cowok di dunia ini. Kagak mau dijodohin. Dasar Kabayan borokokok!"
Bima dan Syifa hanya tersenyum menyimak pembicaraan mereka. Entah, apa yang membuat Zaki dan Arumi sering bertengkar. Yang jelas, di mana ada mereka. Maka, suasana tidak akan pernah canggung.
Tidak berapa lama, aroma masakan menyeruak hidung mereka. Membangunkan cacing dalam perut. Dari arah dapur terlihat Amar membawa tiga piring nasi briyani, masakan khas timur tengah yang menjadi andalan di cafe ini.
"Harumnya ... cacingku langsung bangun," cicit Zaki begitu makanan tersaji di atas meja. "Sayang, masuklah ke perut Papamu."
Amar tertawa. Ia duduk di samping Bima yang baru saja mengambil ponsel dari atas meja, lalu mengecek pesan masuk.
"Terima kasih, Bang," ucap Syifa, Zaki dan Arumi serentak.
"Sama-sama, Adik-adikku tersayang. Jangan lupa, setelah makan langsung cuci piring di dapur," canda Amar.
"Baik, Pak guru!" ejek ketiganya kembali diiringi gelak tawa Amar yang senang mendengarnya.
Suasana menjadi hening. Mereka pokus pada makanan. Sedangkan Bima dan Amar sibuk dengan ponselnya masing-masing.
Makan selesai. Zaki dan Arumi pamit ke toilet berbarengan. Sehingga timbul pertanyaan jail dari Amar pada Bima.
"Zaki suka sama Arumi, ya, Bim?" tanyanya.
Syifa diam menyimak. setahu-nya, Zaki tidak pernah dekat dengan wanita selain dia dan Arumi. Namun, ia tidak menyangka, jika seandainya Kakaknya itu menyukai Arumi.
Bima mengangkat kedua bahu pertanda tidak tahu. Ia tidak pernah mencampuri urusan pribadi sang Adik, kecuali adiknya sudah menjurus ke hal-hal yang negatif.
"Syifa, kamu pasti tahu. Zaki 'kan dekat denganmu!" tebak Amar.
Bima sekilas melirik pada Syifa. Perkataan Amar ada benarnya juga. Selama ini, Zaki lah yang paling dekat dengan Syifa.
Ada rasa bersalah, karena ia merasa tidak bisa menjadi Abang yang baik. Padahal saat kecil, Bima lah yang paling senang atas kehadiran Syifa. Namun, sejak bekerja ia malah sedikit menjaga jarak dengan gadis itu.
Syifa menggelengkan kepala. Ia mengatakan, bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu soal perasaan Zaki pada Arumi. Selama ini Zaki tidak pernah membicarakan apa pun soal masalah pribadinya.
Bima menatap Syifa lembut. "Dek, maafin Abang."
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Jangan lupa like, coment dan vote🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Saniia Azahra Luvitsky
wah bener nih Bima suka sama Syifa
2021-08-11
1
Afseen
kyknya zaki arumi sama2 suka itu😂😂
2021-05-18
0
vany
please dech.
klo lagi makan tolong jangan bawa2 "cacing dalam perut"
asli auto langsung mual perut ini bacanya.. sering bgt n banyak pulak Novel yg menulis kalimat ini klo LG mau makan enak atau sedang laper. jijik GT baca nya Thor😭😒
2021-04-20
0