Aku menyesal pernah melepasmu. Bisakah kita memulainya kembali dari awal?
💞💞💞 LAILA 💞💞💞
Bima menyetir secepat kilat. Ia harus sampai ke tempat tujuan. Dua orang di sana tengah menunggunya.
Selang sepuluh menit berlalu. Mobil Bima sampai di sebuah taman kota. Setelah menepikan kendaraan, selanjutnya Bima melangkah menghampiri kedua orang.
"Assalamualaikum," sapa Bima mengagetken kedua orang yang tengah asyik berbicara.
"Waalaikumsalam," jawab keduanya hampir bersamaan.
"Pak Haji cepet amet udah nongol di sini," cakap Amar.
Bima menatap orang yang duduk di samping Amar, lalu berkata, "Aku sampai kaget pas dapat chat darimu. Kupikir kamu lupa pulang ke tanah air?"
Orang itu tersenyum kecil. "Mana bisa, Bro! Jangan hiraukan foto tadi. Temanmu satu ini memang miring. Masa baru ketemu, aku dimintai foto pake bando cewek segala."
Amar tertawa kencang. Ia memang jahil lebih dari teman-temannya.
"Ini bando sengaja kubeli tadi. Kan, dulu Fahri suka banget cewek pake Bando," bela Amar tak ingin disalahkan.
Bima duduk di bangku tepat di samping kanan Amar. Matanya menatap lurus ke depan. Pikirannya mulai terpecah mengingat ucapan Zaki.
"Bim, kamu engga kangen teman lamamu ini?" tanya Fahri menyunggingkan senyuman.
"Engga 'kan aku bukan kekasihmu," jawab Bima cepat.
"Wih, Pak Haji omongannya makjleb," sela Amar.
"Wah, dua tahun aku di negri orang. Ternyata kalian sudah berubah." Raut wajah Fahri berubah masam.
"Hei, Bro! Kalau sekali lagi aku lihat tampang masammu itu, aku pasti bakal pukul pake panci di dapur cafenya Bima," geram Amar.
Fahri tertawa keras. Tangannya menepuk bahu Amar kencang. "Apa Pak Hajimu ini sudah punya kekasih?"
Amar ikut tertawa mendengar pertanyaan Fahri. Sedangkan, Bima menggelengkan kepala melihat kelakuan kedua temannya.
"Kapan kamu pulang?" tanya Bima pada Fahri
"Baru semalam, aku langsung hubungi Amar tadi pagi. Mungkin benar kata Dilan. Rindu itu berat, Kawan! Seperti halnya rinduku pada kalian." Fahri merangkul' kencang Amar yang dekat darinya.
"Haduh, gilanya kumat." Melepaskan rangkulan Fahri, lalu menatap tajam padanya. "Apa setelah kerja di London kamu jadi suka sesama jenis."
"Astagfirullah! Aku masih normal, Mar!" bantah Fahri.
"Kalian ini tiap ketemu selalu rusuh," tegur Bima.
"Engga rusuh, engga rame," jawab keduanya sambil tertawa puas.
Ketiga teman yang lama terpisah. Kini saling melepas rindu. Jarak yang telah memisahkan mereka, sekarang telah berlalu.
💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Hari ini tiga bus berisi para mahasiswi dan mahasiswa, juga beberapa dosen meluncur ke tempat camping.
Selama di perjalanan di bus yang Syifa, Arumi dan Gabriel tumpangi selalu ramai. Banyak kehebohan yang mereka ciptakan. Ada yang bernyanyi, bermain gitar, berselancar di dunia maya, bahkan yang tidur sepanjang perjalanan.
"Syifa, tasmu penuh banget. Memang isinya apa sih?" tanya Arumi penasaran.
"Ummi suruh bawa makanan banyak banget. Aku udah nolak, tapi tetep aja Ummi maksa."
"Memang paling markotop dah Ummimu. Kata orang sunda mah, kalau makanan itu jangan ditolak. Pamali!"
"Pamali itu siapa?"
"Itu suaminya Bumali." Arumi tertawa sedikit kencang, hingga membuat teman di belakang kursinya protes.
"Diem woy! Gue lagi tidur nih!" tegurnya.
Arumi menoleh ke belakang memasang wajah kecut. "Ih, ari si Ujang, mana ada orang tidur ngomong!"
"Hadeh, dia manggil gue Ujang lagi. Nama gue Robet, bukan Ujang!" sergah Robet.
"Oh ... kokorobet," cicit Arumi.
"Apaan tuh kokorobet?" tanya Robet yang baru mendengar kata yang asing.
"Mau tau apa mau tau banget," ledek Arumi.
Syifa diam menyimak perdebatan di antara mereka. Sedangkan, Gabriel yang duduk tepat di satu barisan dengan Syifa. Namun, beda kursi sesekali mencuri pandang pada gadis cantik itu.
Senyum Syifa yang mengembang manis membuat hatinya semakin melelah. Mungkin benar, cinta itu tak memandang status sosial, umur, dan keyakinan. Buktinya, ia saja bisa terpincut oleh gadis muslimah berparas ayu.
"Tuhan, aku ingin sekali memeluknya," gumam Gabriel pelan.
Mobil melaju kencang membawa semua penumpangnya ke tempat tujuan. Semua orang turun. Mata mereka dimanjakan oleh pemandangan alam yang indah dan udara yang segar.
"Masya Allah, indah sekali ciptaanmu ya Allah," puji Syifa yang takjub akan keindahan alam di sekitarnya.
Zaki datang menghampiri. Mengajak Syifa dan Arumi untuk membuatkan kedua gadis itu tenda terlebih dahulu. Gabriel yang melihat itu segera membantu. Ia kini bagian dari mereka.
Tenda selesai. Satu tenda berisikan lima orang. Zaki dan Gabriel segera pamit untuk mendirikan tenda mereka.
Zaki yang tak tahu, bahwa Gabriel menyukai Syifa bersikap biasa saja. Mereka saling bahu membahu membuat tenda.
"Syifa itu adikmu, ya?" kata Gabriel setelah mereka menyelesaikan tugasnya.
Zaki duduk di atas tanah tanpa alas, lalu Gabriel mengikutinya.
"Iya," jawab Zaki cepat.
"Dia gadis yang manis," cicit Gabriel.
Zaki melirik sekilas ke arah Gabriel, lalu berkata, "kamu suka adikku?"
Gabriel mendongakkan kepala memperhatikan langit yang mulai senja.
"Ya, tapi aku tau dia tak mungkin suka padaku?"
"Dari mana?"
"Hah!" Gabriel menoleh sekilas, kemudian kembali ke semula.
"Dari mana kamu tau dia tak menyukaimu?" tegas Zaki.
"Dia sendiri yang bilang, kalau dia tak berniat pacaran. Aku pikir, karena keyakinanku yang berbeda dengan kalian. Ternyata itu juga salah satu alasannya, tetapi ia juga benar tak ingin menjalin asmara."
Zaki memperhatikan kalung salib yang yang melingkar di leher Gabriel.
"Kami tak diizinkan untuk pacaran," ungkap Zaki.
Suasana berubah hening. Keduanya menatap langit yang sama. Bergelayut manja dengan pikiran masing-masing.
"Di mana rumahmu?" tanya Zaki kembali setelah cukup lama terdiam.
"Tidak jauh dari kampus. Kamu mau main?"
"Insya Allah."
"Kamu tak kenal aku?"
Zaki mengeryitkan alis.
"Aku anak pemilik kampus," ungkap Gabriel sambil berdiri membersihkan bokongnya dari serpihan tanah. "Aku jarang terbuka dengan orang lain, tapi aku rasa kalian berbeda. Lupakan ucapanku tadi."
"Kenapa?"
"Ada alasan kuat di balik itu."
"Jangan-jangan ka--."
"Aku korban pembulyan dulu!" tegas Gabriel sambil duduk kembali di tempat semula. "Mungkin ceritanya akan melelahkan, tapi inilah kenyataannya. Dulu aku tidak seperti ini. Aku culun, kutu buku, dan tak pandai bergaul. Hingga orang lain dengan seenaknya menindasku."
"Kenapa kamu tak melawan?"
"Aku yang dulu sangat lemah, bahkan untuk sekadar meninju wajah mereka. Ayah sendiri tidak tak tahu kejadian ini. Andai Beliau tau, sudah pasti mereka habis dituntutnya."
Zaki memperhatikan ekspresi Gabriel. Ada rasa takut tersirat jelas di sana. Mungkin benar perkataannya. Hanya saja, Zaki merasa tak percaya. Melihat penampilannya yang berbada atletis sangat tak mungkin ia menjadi korban pembulyan.
"Jangan katakan ini pada yang lain. Aku senang saat kalian menyambutku dengan ramah. Mungkin itulah artinya pertemanan," kata Gabriel.
...****************...
BERSAMBUNG~~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Saniia Azahra Luvitsky
oh seperti itu ya Gabriel cerita nya
2021-08-11
3
Ety Nadhif
semangat
2021-03-23
0
B€༄͜͡●⃝🐢ᴿⱽ᭄᭄sᷝqᷮuͤaͬd🆔™
jngn putus asa dlu gabriel,klo jodoh tak akn kmna
2021-02-02
0