🌺Aku menjagamu dari kecil hingga dewasa. Berharap suatu saat kau menemukan lelaki hebat, untuk menjadi imammu. Teruntuk Adik kecilku, Syifa🌺
🥀🥀🥀 BIMA 🥀🥀🥀
Perjalanan pulang sudah selesai. Kini, Bima dan Syifa sudah sampai rumah. Bu Halimah menyambut mereka dengan senyuman.
"Assalamualaikum, Ummi, Abah," ucap keduanya sambil mencium telapak tangan orang tuanya.
"Waalaikumsalam. Zaki belum pulang, Bang?" tanya Bu Halimah lembut pada Bima.
"Belum, Ummi. Kata Syifa, dia ada tugas dulu sama temannya," ungkap Bima.
"Sebaiknya kalian ke kamar masing-masing. Bersiaplah! Waktu sholat maghrib tinggal lima menit lagi," ujar Pak Imam.
"Baik, Abah," keduanya menjawab, lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar masing-masing.
Perasaan Syifa yang campur aduk membuatnya tidak berkonsentrasi. Pikirannya selalu diselimuti rasa aneh yang bertambah banyak pada Bima.
"Masya Allah, mungkin aku harus banyak mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa," gumam Syifa segera membersihkan diri ke kamar mandi.
Adzan berkumandang. Bu Halimah, Pak Imam, Bima dan Syifa berkumpul di dalam mushola. Bersama melakukan Salat berjamaah. Khusyu menikmati waktu bercengkrama bersama sang Maha Pencipta.
Sholat selesai. Syifa masih enggan beranjak dari hamparan sajadah. Lantunan dzikir membasahi bibir mungilnya.
Bima baru selesai dzikir, ia menoleh ke belakang melihat Syifa yang masih anteng menikmati waktu. Ia tersenyum kecil, bahagia melihat adiknya tidak pernah lalai dalam menjalankan kewajiban pada Sang Ilahi Rabbi.
"Beruntungnya yang akan menjadi suamimu nanti, Syifa. Dia mendapatkan bidadari surga sepertimu," batin Bima.
Setelah sholat, seperti malam biasanya. Mereka makan malam bersama. Tidak ada yang mewah, semua menu sederhana yang menggugah selera.
Selesai makan Bima dan Pak Imam izin masuk ke dalam kamar. Sedangkan, Syifa dan Bu Halimah membereskan piring kotor di dapur.
"Fa, apa kamu punya teman wanita untuk Abangmu?" tanya Bu Halimah memecah keheningan di antara mereka.
"Syifa engga punya banyak teman, Ummi. Hanya ada Arumi saja."
"Benarkah? Apa kamu tidak punya teman lelaki?"
"Tidak, Ummi. Tap--,"
"Tapi apa, Sayang?"
"Tadi ada lelaki satu jurusan dengan Syifa. Dia meminta berteman dengan kami. Seperti pesan Ummi, siapapun boleh berteman. Asalkan tidak berlebihan, dan tidak berduaan dengan lawan jenis."
Bu Halimah mengelus kepala Syifa yang berbalut jilbab berwarna merah muda. "Alhamdulillah, kalau kamu mengerti, Nak."
Syifa tersenyum manis.
Bu Halimah menyusun piring yang sudah di cuci, lalu berkata, "Ummi khawatir, Abangmu belum mau mencari calon istri. Abah dan Ummi sudah ingin sekali menimang cucu."
Syifa tertegun. Mendengarkan penjelasan Ummi soal Abangnya yang belum berkeinginan menikah. Tanpa sadar, ada tusukan duri menancap tepat di hati Syifa.
Syifa berusaha kuat. Apa pun yang terjadi, ia harus bisa membunuh perasaan aneh ini. Mungkin sah saja baginya mencintai Bima. Namun, Syifa merasa tidak pantas bersanding dengan lelaki yang sudah menganggapnya Adik.
Bu Halimah terus bercerita, tanpa tahu hati anak angkatnya sedang terluka. Ia bahkan mengutarakan niatnya, untuk mencarikan jodoh Bima. Andai lelaki itu tidak mencarinya sendiri. Meski begitu, Bu Halimah menggaris bawahi, semua keputusan ada di tangan Bima.
Syifa diam menyimak. Menyembunyikan sedih dalam untaian senyum. Dapur bersih, Syifa pamit tidur pada Bu Halimah.
"Istirahatlah, Nak. Semoga kamu selalu menjadi anak yang baik dan sholelah," ujar Bu Halimah.
Syifa mengangguk. Ia berjalan menaiki satu per satu anak tangga. Di tangga atas, ia bertemu Bima yang hendak mengambil air minum.
"Abang mau ambil minum?" tanya Syifa.
"Iya, Dek. Kamu baru selesai?"
"Iya, Bang. Sini, biar Syifa ambilkan." Syifa mengambil alih gelas dari tangan Bima.
"Terima kasih, Dek." Berbalik menuju kamarnya.
Syifa kembali ke dapur, mengisi air di gelas Bima, lalu kembali menaiki tangga menuju kamar Abangnya.
Dari lantai bawah, Bu Halimah memperhatikan gerak-gerik Syifa. Tidak biasanya gadis itu sedikit pendiam. Apa terjadi sesuatu.
Sementara itu, Syifa mengetuk pintu kamar Bima. Terdengar Bima membuka pintu memakai celana pendek dan kaos polos berkerah V. Penampilannya jauh lebih santai dari tadi siang.
Syifa terpana. Entah mengapa jantungnya semakin meledak melihat ketampanan Bima. Syifa memberikan gelas pada Bima, lalu berlari tanpa berkata begitu saja, masuk ke kamarnya. Sehingga timbul banyak pertanyaan dalam diri Bima.
"Syifa kenapa? Dia aneh akhir-akhir ini!" gumam Bima pelan, lalu masuk kembali.
💕💕💕💕💕💕
Hari telah berganti, waktu terus bergulir. Siang Ini Zaki, Arumi dan Syifa sedang menyantap cemilan di pojok kantin. Arumi yang baru saja pulang kampung menceritakan semuanya pada kedua temannya.
"Ih, ni Anak dari tadi ngoceh mulu! Udah kayak burung Beo! tegur Zaki.
"Aduh, Aa ganteng teh kunaon atuh?" tanya Arumi dengan bahasa daerahnya.
"Ngomong yang bener, Arumi! sungut Zaki.
"Udah, Aa ganteng! kilah Arumi sedikit kencang.
"Masya Allah, Aku harap engga berjodoh sama kamu. Kalau, iya, bisa pusing setiap hari!" harap Zaki.
"Sudahlah, Kak biarkan saja. Lagian Arumi ini lucu 'kok," bela Syifa.
"Tuh, aku tuh lucu," timpal Arumi merasa bangga, karena dibela oleh Syifa.
"Lucu dari mananya, Dek? Udah Kakak cari celahnya juga, tetep aja ni anak ngeselin yang ada." Zaki tertawa puas.
Arumi melempar satu bungkus krupuk pada zaki. " Dasar si Kabayan!"
Zaki kembali tertawa. Tiba-tiba dari arah belakang Gabriel datang menyapa. Mengutarakan niatnya, untuk meminta bergabung dengan mereka.
Zaki tentu menyambut baik niat Gabriel. Ia tidak pernah berprasangka buruk pada siapapun. Gabriel duduk berhadapan dengan Syifa. Sesekali melirik wajah manis milik gadis itu. Debaran jantungnya semakin tak karuan, rasanya ia ingin merengkuh tubuh mungil Syifa.
"Kamu satu jurusan sama Syifa dan Arumi 'kan?" tanya Zaki pada Gabriel.
"Iya, kami satu jurusan," jawab Gabriel.
"Jagain adik kesayanganku, ya dari gadis berisik ini!" tunjuk Zaki pada Arumi sambil menahan tawa.
"Kakak!" tegur Syifa pelan.
"Awas, ya, Iteng doain Aa Zaki teh engga nikah-nikah!" sungut Arumi kesal.
"Ya, jangan atuh! Kalau kagak nikah-nikah, aku jadi bujang lapuk dong!" ujar Zaki.
"Bodo amat!" ketus Arumi.
Zaki tertawa kembali. Sedangkan, Gabriel terdiam. Ia baru mengetahui, bahwa lelaki yang selalu bersama Syifa itu adalah Kakaknya. Selama ini ia mengira, Zaki adalah teman lelaki Syifa.
"Pantas saja kemarin dia seperti sungkan saat aku meminta berteman dengannya. Aku semakin penasaran!" gumam Gabriel pelan.
Zaki pamit ke toilet, begitupun Arumi. Kini tinggal Gabriel dan Syifa yang sedang asyik berselancar instagram di ponselnya.
Gabriel menompang dagunya dengan kedua tangan di atas meja. Memandangi eksprsi tersenyum Syifa yang manis. Hatinya semakin terbuai, gadis muslim ini telah mengikat dirinya di penjara cinta.
"Aku menyukaimu," cicit Gabriel spontan.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Jusmiati
enggak bisa Gabriel, kalian berdua berbeda keyakinan
2023-07-12
0
Saniia Azahra Luvitsky
gercep bgt dah Gabriel
2021-08-11
0
B€༄͜͡●⃝🐢ᴿⱽ᭄᭄sᷝqᷮuͤaͬd🆔™
wkwkwkwk bujang lapok
2021-02-01
0