Pengabdian Cinta
Kutatap langit biru yang mulai menghilang, tergantikan jingga yang menyeruak dari ufuk barat. Tanpa terasa pernikahanku dengan imam sholatku sudah hampir menginjak satu tahun. Entah kenapa hatiku terasa kosong? Meski senja muncul menenangkanku.
Bunda selalu mengatakan, senja ibarat dirinya yang akan selalu ada di setiap sedihku. Meski senja hanya sesaat, akan selalu mampu menenangkan hatiku. Bunda selalu menjadi panutanku, kelembutan sikap dan ketulusan hatinya menjadi semangatku berubah menjadi lebih baik.
"Sayang, kamu dimana?" suara barito suamiku.
"Hubby, aku ada di halaman belakang!" sahutku. Terdengar langkah kaki berat, sang imam sholatku dulu.
"Sayang, kenapa kamu ada di sini? Angin sore kurang baik untuk kesehatanmu, lebih baik kita masuk!" ujarnya mesra.
"Hubby, sebentar lagi. Aku ingin melihat senja, aku merindukan bunda!" ujarku lirih.
Kebetulan halaman belakang rumahku, memiliki pemandangan yang indah. Aku dan mas Agam memutuskan untuk pindah ke luar kota. Hampir setengah tahun lebih kami tinggal di sini. Jauh dari keramaian kota, jauh dari keluarga yang aku sayangi.
"Sayang, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanyanya sesaat setelah memutar tubuhku 180° menghadapnya.
"Aku tidak memikirkan apa-apa? Apa Hubby tidak tertarik melihat senja? Keindahan alam yang tak ternilai, adilkah aku memandangnya dengan sebuah permasalahan!" ujarku lirih.
"Baiklah, aku percaya! Aku akan menemanimu di sini. Kita akan bersama-sama memandang senja. Namun kamu harus tahu, senja hanya mampu memberi ketenangan sesaat tanpa memberikan penyelesaiannya. Ingatlah aku bukan hanya suami yang harus kamu patuhi, tapi aku juga laki-laki yang sangat mencintaimu. Jadi jangan pernah merasa sendiri. Meski tubuhku jauh darimu, tapi hatiku selalu bersamamu!" ujar mas Agam, aku mengangguk pelan.
"Sayang, kenapa kamu selalu menyimpan rapat setiap harapan dan keinginanmu? Kamu selalu berusaha tegar dan dewasa di depanku. Sejujurnya aku rindu Tika yang manja, selalu merengek untuk sesuatu yang sepele. Sayang, aku harap semua tidak bertahan lama. Agar aku bisa melihat senyum manismu!" batin mas Agam.
Kami berdua memandang senja bersama. Guratan tinta emas yang takkan ada tandingannya. Sayub terdengar suara adzan magrib, aku dan mas Agam bergegas masuk. Mas Agam harus segera ke mushola dekat rumah. Dia menjadi imam sholat untuk magrib dan isya.
"Sayang, aku berangkat ke mushola. Jangan lupa kunci pintu." pamitnya.
"Iya Hubby, aku sebentar lagi selesai wudhu!" sahutku.
"Mbak Tika, biarkan aku yang menutupnya!" ujar Bik Asih.
"Baiklah kalau begitu, aku akan langsung sholat di kamar. Terima kasih bik!" ujarku.
Biasanya mas Agam tidak akan pulang saat setelah sholat magrib. Mas Agam berkumpul dengan beberapa warga desa, sekadar untuk saling bertukar pikiran.
Setelah sholat isya, aku langsung menyiapkan makan malam. Mas Agam selalu berusaha untuk makan bersamaku. Kami terbiasa makan bersama, hanya dengan begitu kami bisa tetap berkomunikasi.
Lama aku menunggu, sedangkan mas Agam tidak juga pulang. Akhirnya aku putuskan masuk ke dalam kamar. Kuminta bik Asih membersihkan meja makan. Nanti jika mas Agam pulang, aku sendiri yang akan menatanya kembali.
Sebagai penghibur dan pengisi waktu luang, aku menyibukkan dengan menulis. Sekarang menulis menjadi hobi yang kugemari Mas Agam mengetahui jika aku menulis, tapi dia tidak pernah bertanya atau mengetahui sejauh mana karya yang telah aku hasilkan.
"Sayang!" sapa mas Agam.
"Hubby, sudah pulang!" ujarku santai, mas Agam mengangguk.
"Hubby, aku panaskan dulu makanannya!. Setelah itu baru aku panggil Hubby!" ujarku.
"Sayang, tidak perlu. Aku sudah makan di rumah pak RT. Tadi beliau memaksa aku untuk mampir, sekaligus mengajakku makan malam di rumahnya. Kamu tidak marah bukan!" ujarnya, aku menggeleng lemah.
"Baiklah kalau begitu, Hubby istirahat saja dulu. Aku ke dapur mengisi teko air, agar nanti malam tidak perlu keluar jika haus!" tuturku lirih. Mas Agam menarikku ke dalam pelukkannya.
"Maaf, seharusnya aku menolak ajakan pak RT. Aku tahu kamu juga belum makan. Bagaimana kalau aku temani makan?" ajak mas Agam, aku menggeleng.
"Kata siapa aku belum makan? Aku sudah makan bersama bik Asih. Aku tidak tega, jika bik Asih menunggu Hubby pulang. Jadi aku temani dia makan!" tuturku lirih.
"Sayang, kamu benar sudah makan!" ujarnya lagi, aku mengangguk.
"Syukurlah, aku takut kamu menungguku. Pak RT mengajakku makan di rumahnya, karena putrinya yang baru saja datang dari kota. Dia yang akan membantuku, sebagai pengawas proyek. Pak RT tidak hanya mengundangku. Dia juga mengajak beberapa warga!" terang mas Dimas, aku mengangguk.
"Hubby, bisa aku ke dapur sekarang. Apa Hubby membutuhkan sesuatu? Sekalian saja, biar aku ambilkan!" tawarku.
"Sayang, jika tidak keberatan bisa minta secangkir kopi. Aku harus menyelesaikan laporan ini segera. Aku harus begadang, takutnya besok harus berkeliling dengan pengawas yang baru. Jadi besok tidak ada waktu untuk menyelesaikannya!" ujarnya santai.
"Baiklah Hubby, akan aku buatkan. Hubby tunggu di ruang kerja atau di sini!" tanyaku.
"Di sini saja sayang, aku ingin menemanimu sebagai ganti makan malam yang batal!" ujarnya, aku mengangguk lalu meninggalkannya sendiri di kamar.
"Hubby, ini kopinya!" ujarku sembari menaruh secangkir kopi di meja. Aku melihatnya sedang menghubungi seseorang.
Aku duduk di atas tempat tidur, kulanjutkan menulis sebagai penghibur sekaligus teman dalam sepiku. Aku dan mas Agam sama-sama larut dalam dunia masing-masing. Mas Agam sibuk dengan berkas-berkasnya. Sedangkan aku sibuk dengan tulisanku.
Tok tok tok
"Mbak Tika!" ujar bik Asih lirih.
"Ada apa bik? Tika sedang ada di kamar mandi!" ujar mas Agam sesaat setelah membuka pintu.
"Mas Agam, sudah pulang. Saya pikir belum pulang. Kenapa mbak Tika tidak membangunkan saya?" ujar bik Asih menyesal.
"Kenapa memangnya? , ada urusan apa bik Asih mencari Tika malam-malam begini?" tanya Agam heran.
"Itu mas Agam, makanannya jadi dipanaskan atau tidak!" ujar bik Asih polos.
"Maksud bik Asih apa? , bukankah Tika sudah makan malam bersama bibik!" ujar mas Agam kaget, bik Asih menggeleng lemah.
"Bibik memang sudah makan, tapi mbak Tika belum. Tadi mbak Tika mengatakan, akan menunggu mas Agam." ujar bik Asih lirih.
"Tidak perlu bik, sekarang bibik bisa pulang. Terima kasih untuk hari ini!" ujar mas Agam.
"Baiklah mas Agam, bibik permisi pulang dulu." ujarnya lalu pulang.
Bik Asih memang tidak pernah menginap, karena rumahnya tidak jauh dari rumahku. Setelah mas Agam mengunci pintu, dia melihat aku sudah tertidur. Sedari awal aku terbiasa tidur lebih awal. Agar aku tidak bangun terlalu siang.
Mas Agam mendekat padaku, dia membetulkan selimutku. Mas Agam menatap wajah teduhku saat tidur. Kemudian mengcium lembut keningku.
"Terima kasih sayang, kamu rela menahan lapar agar aku tidak terlalu merasa bersalah. Maafkan aku yang tidak menghargaimu, seharusnya aku yang menepati janji. Maafkan aku sayang, aku janji ini pertama dan terakhir kamu tidur dalam keadaan lapar. Terima kasih!" batin mas Agam.
...☆☆☆☆☆...
Terima kasih, semoga berkenan😙😙😙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
muhammad pajril
smmzdmxmdnxndnxnd
2022-06-30
0
pie2t@26
waw tor aku terpaku d kisah Nissa Dimas.. aku kira Kisah Tika Agam hilng bgtu sja stlh mereka menikh..
Tor km the best.. mksih buat author..
2021-03-28
1
Author Rayana Lovely
Salam kenal kak, saling dukung yuk😘
2021-01-23
0