"Mbak Tika, beneran kita ke rumah sakit menggunakan mobil ini!" ujar Zahro tidak percaya. Dia melihat seluruh bagian dari mobil sport milik mas Agam.
"Hmmmm!" ujarku santai.
"Pantas saja dari luar terlihat mewah, ternyata dalamnya lebih mewah. Mbak Tika, terima kasih sudah bersedia mengajak Zahro. Baru pertama kali Zahro naik mobil mewah. Rasanya memang beda, dingin dan nyaman. Berbeda kalau naik angkot, sudah panas, pengap, masih harus berdesakan dengan yang lain!" cerocosnya.
"Kalau tidak mas Agam yang memaksa, aku malas menggunakan mobil ini. Terlalu mewah untukku!" ujarku lirih.
"Mbak Tika aneh, semua wanita mengidamkan menaiki mobil semewah ini. Malah mbak Tika merasa malas menaikinya!" ujarnya polos. Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya.
"Zahro, tutup kaca mobilnya. AC mobilnya menyala!" titahku, Zahro menggeleng lemah.
"Aku tidak akan menutup kaca mobilnya. Biar warga sini mengetahui, jika mbak tika bisa menggunakan mobil mewah ini. Bukan hanya Annisa yang pernah menaikinya bersama mas Agam. Biar mereka melihat, siapa sebenarnya istri mas Agam?" ujarnya ketus.
"Zahro, tidak baik melakukan hal itu. Biarkan mereka berpikir seperti apa? Yang terpenting kita tidak melakukannya. Jika kamu melakukannya, itu artinya Zahro sombong. Kamu harus ingat semua ini titipan. Sekarang tutup kacanya!" ujarku.
"Baiklah!" sautnya.
Hari ini mengunjungi pak Karim, karena siang ini beliau akan menjalani operasi. Aku sengaja mengajak Zahro, agar mas Agam tidak berpikir yang bukan-bukan. Meski mas Agam tidak mengatakannya, aku tahu kalau dia mencurigaiku.
"Zahro, kita pergi ke kantin dulu. Aku belum sempat sarapan, mas Agam berangkat sangat pagi. Jadi aku tidak memasak hari ini!" ajakkun, kulirik Zahro cengengsan.
"Kalau diajak makan, Zahro selalu siap. Kebetulan Zahro sarapan cuma sedikit, perut Zahro masih muat jika untuk sepiring nasi lagi!" ujarnya lugu, aku menggeleng seraya tersenyum!.
Aku dan Zahro memesan makanan sesuai kesukaan masing-masing. Kantin rumah sakit tidak begitu ramai, karena hari masih terlalu pagi. Biasanya di jam seperti ini poli rumah sakit ramai pasien.
"Permisi, boleh aku duduk!" ujar dokter.
"Silahkan, tidak ada yang melarang!" sautku dingin.
"Lama tidak bertemu, kenapa aku tidak pernah melihatmu di ruangan pak Karim?" tanya dokter lirih.
"Maaf aku ada urusan di rumah. Lagipula putra pak Karim sudah menjaganya. Hari ini aku datang untuk sekadar memberi dukungan sebelum operasi!" ujarku lirih.
"Pantas aku tidak pernah melihatmu. Bahkan aku sempat titip pesan, tapi kamu tidak juga datang!" ujarnya, aku mengangguk pelan.
"Permisi, kalian berdua bicara seolah tidak menganggapku ada. Jangan kalian lupa kalau ada aku!" ujar Zahro kesal.
"Maaf Zahro yang cantik!" godaku.
"Oh iya, sudah lama aku ingin mengenalmu. Namaku Ghibran Naufal Rizal. Biasanya rekan dokter memanggilku Rizal. Jika boleh tahu, siapa namamu?" ujarnya mengenalkan diri, sembari menjulurkan tangan hendak bersalaman denganku.
"Namaku Zahrotul Khasanah. Biasa dipanggil Zahro!" ujar Zahro santai tanpa merasa bersalah. Dia menarik tangan dokter Rizal untuk bersalaman.
"Rasakan kamu! Ingin memegang tangan mbak Tika, lewati dulu tanganku. Tidak tahu dokter ini, tangan mbak Tika khusus mas Agam. Tidak akan kubiarkan siapapun memegangnya? Selama ada Zahro, tidak boleh ada yang menjadi orang ketiga diantara hubungan mas Agam dan mbak Tika. Anissa saja aku hempaskan, apalagi dokter Rizal!" batin Zahro.
"Kartika Putri!" ujarku singkat, sembari kutangkupkan kedua tangan di depan dada.
"Baiklah, sepertinya jam dinasku sudah dimulai. Selamat menikmati makanannya!" ujarnya, lalu pergi. Aku merasa dokter Rizal sedikit kecewa, karena sikap Zahro.
"Mbak Tika, ternyata bukan hanya mas Agam yang menjadi idola. Buktinya dokter itu tergila-gila sama mbak Tika!" ujarnya, aku menggeleng.
"Jangan bercanda kamu, dia hanya ingin mengenalku tidak lebih. Dalam hatiku hanya ada mas Agam, tidak akan ada orang lain yang bisa menggantikannya!" ujarku.
Tak berapa lama makanan yang kami pesan datang. Sekitar setengah jam kami berada di kantin rumah sakit. Setelah selesai sarapan aku menuju ruangan pak Karim.
"Assalammualaikum!" sapaku.
"Waalaikumsalam!" sahut bik Asih dan pak Karim. Aku menghampiri bik Asih, kupeluk tubuh renta yang hampir setengah tahun merawatku.
"Bik Asih, maaf Tika baru bisa datang hari ini. Kebetulan Tika banyak pekerjaan, jadi sedikit sibuk." ujarku, bik Asih mengangguk.
"Mbak Tika tidak perlu repot-repot kemari. Kami sudah terlalu merepotkan mbak Tika. Kami sudah sangat berterima kasih sudah membantu membiayai pengobatan suami bik Asih!" tuturnya, aku tersenyum.
"Bukan sibuk, mbak Tika memang sengaja tidak datang. Mbak Tika malas bertemu dengan dokter itu!" saut Zahro santai. Aku menatap Zahro tajam, dia menutup mulutnya menahan tawa.
"Maaf, keceplosan!" ujar Zahro, sembari menangkupkan kedua tangannya. Aku menghampiri bik Asih, kugenggam erat tangannya.
"Selama Tika bisa membantu, insyaallah Tika akan membantu. Mas Agam belum bisa kemari, pekerjaannya sedang padat-padatnya. Jika ada waktu luang, pasti mas Agam kemari!" ujarku, bik Asih mengangguk.
"Tidak apa-apa mbak Tika? Kedatangan mbak Tika sudah lebih dari cukup. Kami tidak berharap lebih dari ini!" ujar bik Asih lirih.
"Permisi, sudah saatnya pak Karim dibawa ke ruang operasi!" ujar salah satu perawat.
"Baiklah, silahkan suster!" ujarku ramah. Pak Karim dibawa menuju ruang operasi. Kami mengikuti dari belakang.
Kami menunggu di luar ruang operasi. Kemungkinan operasi akan berjalan sekitar satu sampai dua jam. Tim dokter mulai memasuki ruang operasi.
"Mbak Tika, dokter Rizal melihat ke arah kita terus." bisik Zahro, aku mengangguk tanpa mengangkat kepalaku.
"Biarkan saja. Selama tidak mengganggu kita. Tundukkan kepalamu, agar dia tidak melihat ke arah kita!" ujarku lirih.
"Mbak Tika, mubazir kalau ketampanan dokter Rizal tidak dinikmati!" ujar Zahro santai.
"Diamlah, jangan banyak bicara!" ujarku lirih.
"Mbak Tika, dokter Rizal tersenyum ke arah kita!" ujar Zahro kegirangan.
"Tidak peduli!" ujarku final.
Akhirnya operasi pak Karim dilaksanakan. Sekitar satu setengah jam kami menunggu. Dokter Rizal keluar dari ruang operasi. Dia berjalan menghampiriku.
"Tika, selamat operasi pak Karim berhasil. Sekarang kita tinggal menunggu pemulihan setelah operasi." tuturnya, aku mengangguk tanpa menatap wajahnya.
"Terima kasih dokter Rizal, anda sudah berusaha keras membantu perawatan pak Karim!" sautku lirih.
"Sama-sama Tika, semoga setelah ini kita maaih bisa bertemu!" ujarnya, aku mengangguk.
"Sayang!" panggil mas Agam, aku menoleh ke arah mas Agam.
"Siapa dia? Kenapa memanggil Tika dengan sebutan sayang? Apa hubungan diantara mereka berdua?" batin dokter Rizal.
"Hubby, sejak kapan ada di sini?" ujarku lirih.
"Aku baru saja datang. Aku sengaja datang ingin menjenguk pak Karim. Bagaimana keadaannya?" ujarnya, lalu merangkulku serta mencium lembut keningku. Semua orang melihat ke arah kami. Tidak terkecuali dokter Rizal dan Annisa.
"Hubby, malu banyak orang!" ujarku lirih.
"Dia dokter yang menangani pak Karim!" tanyanya, aku mengangguk pelan.
"Kenalkan saya Abdillah Abqari Agam, suami dari Tika!" ujar mas Dimas, sembari menjulurkan tangan mengajak berjabat tangan.
"Saya dokter Rizal!" sautnya menerima jabatan tangan mas Agam.
"Ternyata Tika telah memiliki suami! Pantas saja selama ini, dia menjaga jarak denganku! Seandainya aku bertemu denganmu lebih dulu! Mungkin panggilan Hubby, akan kamu persembahkan untukku" batin dokter Rizal.
"Terima kasih dokter telah merawat pak Karim!" ujarnya, dokter Rizal mengangguk. Dia berpamitan pada kami.
"Hubby, sengaja datang kemari ingin menjenguk pak Karim atau bertemu dokter Rizal!" ujarku dingin.
"Aku ingin melihat laki-laki yang telah berani mendekati istriku. Aku tidak akan lengah, bila mengetahui ada laki-laki yang ingin merebutmu dariku!" ujarnya, aku mengangguk.
"Hubby, tidak akan kubiarkan siapapun mendekatiku? Sebab hatiku telah terkunci oleh cintamu. Jangan pernah meragukanku, selamanya kamu pemilik hatiku!" ujarku lirih.
"Aaaaggghhmmm!" ujar Zahro. Aku dan mas Agam tersenyum kikuk!.
"Pak Agam menjadi laki-laki yang sangat berbeda di depan mbak Tika. Jauh dari kata dingin dan dewasa. Betapa besarnya cintamu pada istrimu! Sungguh salah rasa yang mulai ada di hatiku. Sejatinya cintamu hanya untuk Tika!" batin Annisa.
...☆☆☆☆☆...
Happy reading...
Maaf kemarin author tidak up...
Jika berkenan jangan lupa like, vote, and coment. Semoga tulisan author berkenan dihati pembaca.Terima kasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Dian Mafizah
hadeh ngiekor mulu nisa
2022-01-03
0
Anita Jenius
Hadir lagi memberi jempol.
3 like buatmu.
Semangat up ya.
2021-01-24
0
Dewi Ws
💕💕💕
2021-01-18
0