Seperti biasa aku terbangun saat mendengar suara adzan subuh tak jauh dari rumahku. Aku menoleh ke samping, terlihat mas Agam yang masih tertidur. Setelah melakukan sholat shubuh, biasanya aku membantu memasak. Namun bebeda untuk pagi ini, aku harus memasak dan berbelanja sendiri untuk sarapan pagi.
Biasanya bik Asih yang berbelanja, tapi kali ini aku harus berbelanja sendiri. Sengaja aku pergi ke tukang sayur pagi buta. Agar tidak terlalu ramai. Memang aku sudah tinggal di lingkungan ini hampir satu tahun. Namun hampir tidak pernah aku berkumpul dengan warga sekitar. Aku takut sedikit canggung bila berpapasan dengan warga sekitar.
"Bu, kemarin aku melihat putrinya pak Adi berangkat dan pulang kerja bersama pak Agam. Mereka berdua naik mobil pak Agam yang bagus itu. Mereka serasi sekali, yang laki-laki tampan dan sholeh. Sedangkan yang perempuan, cantik dan sholeha. Aku sampai tidak berkedip melihatnya. Padahal aku tidak pernah melihat pak Agam, mengajak istrinya naik mobil itu!" ujar salah satu ibu. Aku hanya mendengarkan saja, aku memilih beberapa sayuran dan ayam potong.
"Iya, aku juga mendengar kalau putrinya pak Adi bekerja dengan pak Agam. Seandainya pak Agam, belum memiliki istri. Pasti mereka jadi pasangan yang seras. Aku yakin putra-putrinya pasti cantik dan tampan seperti orang tuanya!" saut yang lain.
"Iya, sayang sekali pak Agam sudah mempunyai istri. Aku mendengar jika istri pak Agam itu masih muda dan manja, meskipun dia cantik tapi sayang sampai sekarang belum bisa hamil!" ujar ibu satunya ketus.
Deg deg deg
Kupegang dadaku yang berdetak hebat. Aku tidak pernah menyangka jika orang-orang berpikir seperti itu.
"Kenapa pak Agam tidak menikah lagi saja? Lagipula istrinya tidak bisa memiliki keturunan!" sahut yang lain. Kurasakan hatiku sakit, saat dengan santainya seorang ibu mengatakan seperti itu.
Jeellbb
"Aku setuju, kenapa tidak menikah dengan putrinya pak Adi saja? Dia juga cantik dan sholeha, seperti istrinya." sahut yang lain. Aku hanya bisa diam, tanpa berani membela diri. Aku sudah mulai sesak napas mendengar mereka bergosip, segera kuselesaikan belanjaku.
"Mbak Tika belanja sendiri. Memangnya kemana bik Asih?" sapa istri pak Adi.
"Iya bu, saya belanja sendiri. Bik Asih ada dirumah sakit. Pak Karim suaminya harus di rawat!" jawabku sopan.
"Kapan pak Karim mulai dirawat? Maaf mbak Tika saya tidak tahu!" ujar bu RT menyesal, kugelengkan kepala.
"Tidak apa-apa ibu. Saya juga tidak tahu, kalau pak Karim harus rawat inap. Baru kemarin setelah pemeriksaan, dokter menyarankan untuk rawat inap!" ujarku lirih.
Aku harus segera pulang, mas Agam pasti mencariku. Aku tadi berangkat, saat dia berada di kamar mandi. Jadi aku belum sempat berpamitan.
"Saya sudah selesai, bu RT dan ibu-ibu semua. Saya permisi dulu, assalammualaikum!" ujarku seraya tersenyum.
"Waalaikumsalam!" sahut mereka bersama. Aku melangkah meninggalkan mereka, terlihat mas Agam berlari menuju ke arahku. Akhirnya kami pulang bersama.
"Bu RT kenal mbak yang tadi. Apa dia saudaranya bu Asih?" tanya salah satu ibu.
"Dia mbak Tika, istrinya pak Agam. Memang ibu-ibu tidak mengenalinya!" ujar bu RT datar.
"Bu RT serius, dia istrinya pak Agam. Tapi kenapa dia diam saja? Saat kami membicarakannya!" sahut ibu yang lain tidak percaya.
"Lihat itu, jika dia bukan istrinya. Tidak mungkin pak Agam memeluknya mesra." ujar bu RT, mereka serempak melihat ke arahku.
"Waduh, pasti pak Agam marah pada kita!" ujar salah satu ibu.
"Lain kali jangan bergosip, bila tidak tahu kebenarannya. Sekarang kalian lihat bukan, istrinya pak Agam hanya diam saat kalian menjelek-jelekannya. Kalau dia bukan orang yang baik, sudah habis kalian dimarahi!" ujar tukang sayur.
"Memangnya kalian bergosip tentang apa? Kenapa harus mbak Tika marah?" tanya bu RT, ibu-ibu hanya diam saja.
Sesampainya di rumah, aku langsung menuju ke dapur. Aku membersihkan ayam, lalu merebusnya dengan bumbu. Saat aku sedang sibuk memasak, mas Agam memelukku dari belakang.
"Sayang, kenapa kamu pergi tidak pamit padaku? Aku bingung mencarimu, aku takut kamu meninggalkanku!" ujarnya lirih, memelukku erat. Tercium harum parfum dari tubuhnya.
"Kenapa aku harus meninggalkan Hubby? Tidak ada alasanku pergi. Aku tadi pergi, saat Hubby mandi. Jadi tidak sempat berpamitan. Maaf jika sudah membuat Hubby khawatir." ujarku lirih.
"Sayang, aku yang seharusnya minta maaf. Kemarin tanpa sengaja aku telah menyakitimu. Aku sudah pergi dengan wanita lain, tanpa berpikir jika itu akan melukaimu!" ujarnya lirih, aku menggeleng.
"Hubby, sampai saat ini aku percaya dengan cinta kita. Namun Hubby harus ingat, kita hidup di masyarakat. Jadi apa yang kita lakukan? Akan selalu menjadi perhatian orang lain. Bukan perasaanku yang harus Hubby jaga, tapi pemikiran orang lain tentang kedekatan Hubby dengan mbak Annisa!" tuturku lirih, kurasakan kepalanya mengangguk.
"Sekarang Hubby harus segera bersiap. Setelah sarapannya siap, aku akan memanggil Hubby!" ujarku lirih, mas Agam mengangguk lalu pergi ke kamar.
Aku meneruskan memasak. Entah akan seperti apa rasanya? Satu hal yang pasti aku sudah berusaha. Ini pengalaman pertama memasakku, tanpa dibantu siapapun? Biasanya bunda dan bik Asih yang membantuku.
"Hubby, sarapannya sudah siap!" panggilku. Mas Agam berjalan menuju meja makan, terlihat dia mengeryitkan dahi.
"Maaf Hubby, nasinya sedikit lembek. Aku tadi terlalu banyak menambahkan air. Maaf Hubby, Ayamnya juga sedikit gosong. Tadi waktu aku menggorengnya minyaknya memercik kemana-mana? Karena takut terkena minyak panas. Aku jadi lama mengangkatnya. Hasilnya seperti itu, gosong ayamnya!" ujarku lirih, mas Agam langsung menarik tanganku. Dia membolak-balikan tanganku.
"Sayang, tanganmu tidak apa-apa? Tidak sampai terkena minyak panas bukan!" ujar mas Agam cemas, aku menggeleng.
"Tanganku tidak apa-apa? Tapi Hubby harus makan makanan yang hancur!" rengekku.
"Sayang, aku tidak peduli meski harus sarapan ala kadarnya. Asalkan kamu baik-baik saja. Nanti malam tidak perlu masak, kita makan di luar. Sekaligus kita bisa memadu kasih!" ujar mas Agam, aku mengangguk. Kami sarapan bersama dengan makanan yang sedikit aneh.
"Hubby, hari ini aku pinjam mobilnya lagi. Aku harus mengunjungi bik Asih, sekaligus aku izin menemui penerbit. Mereka memaksa untuk bertemu denganku, aku sudah lama menghindar. Hari ini aku tidak bisa menghindar lagi!" ujarku lirih.
"Laki-laki apa perempuan?" tanya mas Agam, kuangkat kedua bahuku.
"Aku tidak tahu, memangnya kenapa? Hubby cemburu!" godaku.
"Tidak ada seorang suami yang akan diam, bila melihat istrinya bertemu laki-laki lain. Pantas tidak jika aku cemburu!" ujarnya lirih.
"Akan berlaku hal yang sama, jika seorang istri melihat suaminya bersama wanita lain." ujarku santai, sembari berlalu membersihkan meja.
"Sayang!" ujar mas Agam lirih!. Aku terus berjalan tanpa menoleh pada mas Agam.
...☆☆☆☆☆...
Jangan lupa like, vote, n, coment.
Selamat membaca, terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
👑
huaaa, Agam...
istri ny blm. ktemu ma laki2 lain aja gitu, lah kmu semobil ma cewek lain... hayoo gimana itu🤭🤭
2021-05-14
1
Dewi Ws
💕💕💕
2021-01-18
0
Laura hussein
like
2021-01-11
1