Tanpa terasa usia kehamilanku memasuki bulan terakhir. Perjuangan selama hampir sembilan bulan mendekati akhir. Mas Agam semakin posesif setelah mendengar kehamilanku yang bermasalah. Mas Agam mrminta bik Asih dan Zahro untuk tinggal di rumah. Mereka ditugaskan mengawasi dan menjagaku selama mas Agam tidak ada di rumah.
Mas Agam belum menceritakan kondisiku yang sebenarnya pada kedua orang tuanya. Aku juga belum menghubungi papa dan bunda. Kami berdua sepakat, menyimpan masalah ini sendiri. Kami ingin menghadapi masalaha ini sendiri. Pernikahan kami penuh ujian, tapi semua itu hanya sebagai proses pendewasaan diri.
Mendekati hari persalinan, aku semakin sering memeriksakan kandunganku ke rumah sakit. Dokter Fia selalu stand bay merawatku. Rizal sekali-kali datang menanyakan kondisiku pada dokter Fia. semua orang berusaha menyelamatkanku dan bayiku. Aku merasa bahagia, karena selalu ada mereka yang menyayangiku.
Aku mulai sering merasa kram perut Kontraksi palsu sering aku alami. Mas Agam menyewa perawat 24 jam untuk menjagaku. Entah kenapa beberapa hari ini? Hatiku mulai gelisah. Teringang perkataan bunda, saat dulu aku membenci mama Siska. Kata-kata yang pernah membuatku heran. Sejahat-jahatnya mama Siska, bunda tetap membela mama Siska.
Hari ini nyata aku mengetahui arti perkataan bunda saat itu. Perjuangan seorang ibu tidaklah mudah. Selama mengandung aku mampu merasakan benar, susah dan sakitnya mama Siska mengandung dan melahirkanku. Seorang ibu tidak hanya yang membesarkan, tapi juga yang melahirkan dengan bertaruh nyawa.
Kurang lebih seminggu terakhir aku selalu bermimpi bertemu bunda. Aku merindukan pelukan hangat bunda Nissa. Wanita yang tulus menyayangiku, tanpa membedakan diriku yang kenyataannya bukan putrinya. Namun demi kesepakatan yang telah aku dan mas Agam setujui. Aku harus memendam jauh rasa rindu pada bunda.
Menurut dokter Fia, hari persalinanku kurang dari satu minggu. Hari ini aku datang ke rumah sakit, untuk melihat sejauh mana kondisiku saat ini. Aku dan mas Agam sampai di rumah sakit sekitar pukul 09.00 wib. Aku langsung menuju ke ruangan dokter Fia. Sebab sebelum berangkat ke rumah sakit, mas Agam sudah menghubungi dokter Fia.
"Selamat pagi dokter Fia!" sapaku, dokter Fia mengangguk pelan.
"Silahkan masuk Tika, aku sedang menunggumu. Kita langsung memeriksa kondisimu. Jika tidak memungkinkan, kamu harus rawat inap. Selama menunggu proses persalinan!"
"Lakukan apapun demi kesehatan Tika dan kedua bayiku. Ambil keputusan yang terbaik, aku akan menyejutui!"
"Pak Agam, aku akan melakukan yang terbaik untuk Tika dan Kedua bayimu. Kita akan berusaha bersama! Tika pasienku yang penuh semangat, aku tidak ingin kalah dengan Tika. Semangatnya membuatku percaya, bahwa semua akan baik-baik saja!"
"Terima kasih dokter, anda sudah berusaha sejauh ini. Tidak cukup kata terima kasih, sebagai ganti setiap bantuan anda." ujarku, dokter Fia mengangguk seraya tersenyum.
"Kamu pasien paling keras kepala. Namun dirimu juga yang membuatku yakin dan percaya. Bahwa aku hanya bisa memprediksi secara medis, tanpa aku sadari ada kekuatan yang jauh lebih besar dari ilmu pengetahuan!"
"Kita sudah berjuang sejauh ini, tidak akan pernah ada kata berhasil. Seandainya kita tidak saling mendukung dan percaya. Bahwa semua akan baik-baik saja!"
Akhirnya setelah melakukan USG pada kandunganku, seminggu lagi kemungkinan HPL. Mas Agam memutuskan aku akan rawat inap, agar kondisiku selalu terpantau. Aku menyetujuinya, agar mas Agam bisa lega.
Mas Agam meminta bik Asih dan Zahro menjagaku. Sedangkan mas Agam akan menjagaku saat malam hari. Mungkin sebuah kebetulan atau memang jalan yang sudah tertulis. Tanpa kami sadari semenjak awal kedatanganku di rumah sakit. Dua pasang mata menatap ke arah kami berdua.
"Abdillah Abqari Agam!" sapa seseorang yang baru masuk ke dalam ruanganku. Mas Agam menoleh ke arah sumber suara. Aku tidak bisa melihat orang yang menyapa mas Agam. Pandanganku terhalang oleh tubuh mas Agam. Namun aku merasa sangat mengenal suara yang menyapa mas Agam.
"Bunda!" ujarku lirih hampir tak terdengar. Aku tidak percaya, jika memang bunda yang sedang berada di belakang mas Agam.
Plaaakkk
"Bunda!" ujar mas Agam kaget. Tamparan yang sangat keras mendarat sempurna di pipi Agam. Amarah bunda tidak bisa ditahan lagi. kedua bola mata bunda Nissa terlihat merah, menahan amarah. Kemarahan yang tidak pernah aku lihat, selama aku mengenal bunda Nissa.
"Apa yang kamu pikirkan? Sampai hati kamu menyimpan rahasia sebesar ini. Kamu mengikuti perkataan Tika. Dia aku titipkan padamu, agar dia bahagia. Aku sadar kalau dia istrimu, sepenuhnya sudah menjadi tanggung jawabmu. Namun kamu jangan lupa, Tika selamanya gadis kecilku. Aku berhak mengetahui kondisinya."
"Bunda, maafkan aku jika salah telah menyimpan rahasia sebesar ini. Tika yang memaksaku untuk tutup mulut. Dia tidak ingin melihat bunda cemas. Maafkan aku yang kalah oleh keteguhan hati Tika. Bunda mengetahui benar, jika aku selalu kalah melawan keras hati Tika."
"Semua itu hanya pembenaran atas kesalahanmu. Kamu tidak menganggap keberadaanku sebagai orang tuanya Tika. Sekarang aku mengetahui semuanya. Aku akan mengubah yang sudah terjadi. Selama aku ada, tidak akan kubiarkan Tika menderita. Malam ini dokter Rina sahabat bunda akan datang. Steven juga akan datang memantau proses persalinan Tika. Bunda harap kali ini kamu mengikuti perkataan bunda!" tutur bunda Nissa marah. Mas Agam mengangguk pelan, aku melihat raut bersalah mas Agam pada bunda Nissa.
"Bunda!" sapaku lemah, kondisi kehamilanku mulai membatasi gerakku. Tubuhku mulai terasa lemah, sehingga suaraku melemah. Saat aku memanggil bunda, beliau baru tersadar jika belum menyapaku.
"Tika sayang, bunda ada di sini! Kenapa kamu menyimpan rahasia sebesar ini? Kamu melupakan bunda begitu saja!" ujar bunda, dia memelukku erat. Bunda Nissa mencium lembut seluruh bagian wajahku. Dia melepaskan semua rasa rindunya padaku.
"Bunda, maafkan Tika bila menyembuyikan semua ini darimu. Namun disamping itu semua, Tika sangat merindukan bunda Nissa. Hanya bunda yang ingin Tika peluk. Dekapan bunda yang selalu Tika harapkan."
"Tika, bunda tidak datang sendiri. Bunda datang bersama papa, tapi dia masih menemui pemimpin rumah sakit. Papa meminta ijin, untuk memasukkan dokter dari luar ruamh sakit ini. Namun bunda akan tetap meminta, dokter Fia terlibat dalam operasi kelahiranmu. Sebab dia yang mengetahui kondisi sebenarnya kehamilanku!"
"Terima kasih bunda sudah ada disaat terpuruk Tika. Semangat Tika semakin besar, keyakinan akan semua baik-baik saja. Bunda panutan selama hidupku, aku merasa kuat selama melihat senyum bunda. Jangan pergi meninggalkan Tika. Aku mohon temani Tika, sampai kedua cucu bunda terlahir. Mereka ingin merasakan pelukan hangat tangan bunda. Tangan yang pernah merawat ibu mereka. Ketulusan yang pernah bunda berikan pada Tika."
"Sayang, bunda datang bukan untuk pergi. Bunda akan menemanimu, sampai bunda melihat putri dan cucu bunda selamat. Tidak akan bunda menjauh darimu!"
"Bunda, terima kasih bunda!" ujarku, kupeluk erat tubuh seorang ibu yang memberikan kasih sayangnya padaku.
Bunda memiliki sahabat-sahabat yang hebat. Kini aku akan berjuang bersama dengan bunda. Akan kuserahkan hidupku pada kasih sayang bunda dan sahabat-sahabatnya. Aku melihat mas Agam berdiri mematung di samping pintu.
"Mas Agam!" sapaku, dia menoleh padaku. Mas Agam mendekat padaku, dia memegang perutku yang membuncit.
"Sayang, sekarang kita sedikit tenang. Bunda ada diantara kita, kasih sayangnya akan menjagamu dan buah hati kita." ujarnya, aku mengangguk pelan.
...☆☆☆☆☆...
TERIMA KASIH🙄🙄🙄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Hatija Lapengo Lapaola
terharu 😭
2021-03-06
0
oyttigiz
hadir Kaka
2021-02-13
0
Laura hussein
selalu like favorit karya terbaik mu kak 👌
gak sabar nunggu Up-nya
feedback ke karyaku, mksh
🙏🙏👌
2021-02-12
0